PENGARUH HUMAN RELATION DAN ETOS KERJA TERHADAP KINERJA
1. Kajian Teoritik dan Kajian Empiris
Menurut pendapat Suparyadi (2015), MSDM (Manajemen Sumber Daya Manusia) adalah sebuah struktur yang pada dasarnya berpengaruh terhadap sikap, tindakan, dan tingkat kinerja para pegawai agar mampu menghasilkan kontribusi secara optimal agar tujuan perusahaan tercapai. MSDM merupakan bagian dari fungsi dalam organisasi atau perusahaan dalam kegiatan rekruitmen, pengorganisasian, dan intruksi untuk individu yang ada di dalamnya. MSDM ini merupakan suatu kajian bidang studi yang penting dalam sebuah perusahaan, karena permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan bukan hanya permasalahan keuangan, mesin, bahan baku, dan modal saja, tetapi juga permasalahan mengenai sumber daya manusianya. Adanya MSDM sangat berpengaruh dengan pengelolaan sumber daya alam yang mempuni maka akan membuat lancar nya jalan perusahaan, karena faktor itu merupakan stimulus untuk tergerak dan pengelolaan dari sumber daya yang ada dalam perusahaan. Sejalan dengan pendapat Rivai (2005) yang menyatakan bahwa adanya Manajemen sumber daya manusia mempengaruhi perusahaan dalam mengelola, mengatur, mengurus serta mendayagunakan tenaga manusia yang ada. Dengan demikian, perusahaan akan dapat beroperasi sesuai rencana dengan efektif dan efisien untuk memenuhi tujuannya. MSDM sendiri merupakan sebuah bidang kajian yang mengkaji bagaimana peran serta hubungan antar manusia yang ada dalam kontribusinya pada pencapaian tujuan insitusi atau perseroan. Adanya bentuk manajemen sumber daya manusia memiliki peranan yang memiliki tujuan sebagai penghubung komunikasi antar karyawan dengan perusahaan. Fungsi dari manajemen sumber daya manusia juga begitu kompleks dalam keberlangsungan hidup perusahaan.
Beberapa dari fungsi manajemen sumber daya manusia dari Cherrington (1995) antara lain yaitu :
1. Staffing (Keanggotaan) Staffing dalam fungsi MSDM aturan yang memiliki fungsi tentang anggotanya. kegiatan utama dari fungsi anggota yaitu perencanaan (planning), penarikan (recruitment), dan seleksi (selection).
2. Evaluation (Evaluasi) Sebuah MSDM bertanggung jawab dalam evaluasi kinerja para karyawan. Fungsi ini mencakup penilaian dan evaluasi yang berkaitan dengan kinerja para karyawan dalam suatu periode.
3. Compensation (Kompensasi) Fungsi ini berhubungan dengan kompensasi yang diperoleh para karyawan atas kinerjanya dan hal terkait kepuasan dan keuntungan perusahaan. Dalam kompensasi yang diberikan berupa gaji pokok, insentif, bonus, tunjangan, cuti, asuransi, hingga dana pensiun.
4. Training and Development (Pelatihan dan Pengembangan) MSDM juga berperan dalam proses pengembangan dan pelatihan karyawan, memperkirakan materi pengembangan dan pelatihan apa yang dibutuhkan, serta menilai ulang keefektifannya. Selain menawarkan pelatihan, dal fungsi ini juga akan memungkinkan MSDM untuk selalu bertanggung jawab saat terdapat masalah atau kemungkinan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada saat tertentu.
5. Employe Relation (Hubungan Antar Karyawan) MSDM terhubung ke SDM di semua lini bisnis melalui jalur komunikasi yang terbuka dan berkelanjutan. Tugas pokok dan fungsi SDM adalah mengidentifikasi dan perlu menghindari praktik-praktik yang tidak sehat di dalam suatu organisasi. Perusahaan yang tidak ada serikat kerja, dalam prakteknya departemen SDM diperlukan untuk memfasilitasi hubungan antar pegawai. Fungsi ini dirancang untuk melihat bahwa ora yang bekerja diberi perlakuan dengan luhur dan secara efektif serta efisien untuk menangani keluhan dari manapun yang akan muncul.
6. Personal Research (Penelitian Personal) Fungsi ini berguna untuk meakukan analisis masalah individu dan organisasi dan kemudian mengusulkan perubahan yang sesuai. Selain memberikan solusi untuk masalah spesifik yang dihadapi individu, MSDM juga berfungsi sebagai alat pemecahan masalah. Hal ini dilakukan agar karyawan terhindar dari hal-hal yang mengganggu kinerjanya.
7. Safety and Health (Kesehatan dan Keselamatan) Kesehatan dan keselamatan dalam bekerja mempengaruhi kredibilitas dalam sebuah perusahaan. Sebuah MSDM wajib memperhatikan keselamatan dari para pekerjanya melalui program dan rencana yang dijalankan. Hal seperti ini dilakukan dalam rangka meminimalisir kejadian- kejadian agar tidak terjadi apa yang tidak diinginkan dan memberikan suasana aman serta tenteram di lingkungan kerja. Tujuan utama dari MSDM merupakan upaya untuk memberikan peningkatkan kontribusi karyawan dalam upaya untuk mencapai produktivitas organisasinya. Hal ini dikarenakan semua usaha operasional perusahaan dan pencapaian tujuan organisasi bergantung pada manusia yang mengelola organisasi tersebut. Maka dari itu, SDM yang dimiliki organisasi harus dikelola sebaik mungkin agar memiliki daya guna untuk mewujudkan tujuan organisasi.
2. Human Relation
Pengertian human relation
Sebagian (1981) dalam Filsafat Administrasi memberi rumusan tentang human relation yaitu human relation yaitu rangkaian dari totalitas hubungan baik secara formal maupun infromal antar atasan dan bawahan, sesama atasan, dan sesama bawahan yang perlu dikembangkan dan diperhatikan sedemikian rupa agar tercipta kerjasama tim dan suasana dalam kerja yang harmonis dan akrab untuk mencapai tujuan organisasi. Peninjauan arti human relation dari segi lain bisa dilihat dari buah pikiran Davis dalam “human relation at work”, menurutnya human relation adalah pola interaksi dari satu orang dengan orang lain pada iklim kerja atau organisasi dari kekaryaan. Selain beberapa pengertian di atas, Effendy (1993) membedakan pengertian human relation menjadi 2 macam, yaitu arti secara sempit dan secara luas.
a. arti human relation dalam arti sempit Human relation mencorakkan interaksi yang akan terjadi dalam situasi kerja dalam suatu perusahaan atau organisasi.
b. arti human relation dalam arti luas Human relation adalah interaksi antar manusia dari berbagai situasi dan aspek kehidupan.
Tidak menutup kemungkinan untuk terjadi di manapun, seperti di halaman rumah, di jalan, dll. Menurut pendapat Bajari (2014), human relation ialah unsur yang terdapat dalam manajemen sumber daya manusia (MSDM) yang menghasilkan komunikasi antar sesama manusia dengan lainnya dan hal ini bisa menimbulkan sikap, perilaku yang akan saling memberikan pengertian dalam menjalankan pekerjaannya. Berdasarkan sejumlah definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa human relation adalah hubungan atau interaksi antara satu orang dengan orang lain dalam berbagai situasi kehidupan yang dapat menimbulkan suatu tindakan atau sikap tertentu.
3. Prinsip-Prinsip Human Relation
Gagasan Siagian yang terdapat dalam bukunya yang bertajuk "Filsafat dan Administrasi" mengemukakan 10 (sepuluh) prinsip utama human relation yang kerap disebut sebagai "the ten commandment of human relations", yang isinya sebagai berikut:
1) Harus ada keterkaitan antar tujuan perusahaan dengan tujuan anggotanya. William H. Whyte mengatakan bahwa manusia adalah “makhluk berorganisasi”, namun pada hakikatnya manusia merupakan insan yang egois. Dari keegoisan itu manusia harus di amankan agar ia tidak melupakan tanggung jawabnya terhadap organisasi dalam mencapai tujuan pribadinya. Maka dari itu, diperlukan adanya sinkronisasi antara tujuan organisasi dan tujuan para anggotanya.
2) Suasana kerja yang memberikan kesenangan disini memiliki arti yang secara luas, mencakup:
a) Pekerjaan yang cukup menarik, menantang dan tidak konsisten
b) Hubungan yang lebih intim
c) Suasana sekitar yang menginspirasi semangat kerja.
d) Perlakuan secara adil
3) Informalitas yang lazim dalam hubungan kerja. Ciri lembaga yang baik merupakan lembaga yang dalam kepemimpinannya secara demokratis. Administrasi dan manajemen yang demokratis dapat disebut sebagai open administration and management. Keterbukaan dalam organisasi demokrasi diwujudkan nampak dengan hubungan kerja yang informal tanpa kehilangan formalitas hubungan kerja. Organisasi perlu mencapai keselarasan antara informalitas dan formalitas di dalam hubungan kerja. Apabila informalitas terlampau dominan, maka rasa hormat dan kesukaran terhadap pemimpin mampu berkurang. Begitu juga sebaliknya, apabila formalitas terlalu dominan, maka kekakuan dalam hubungan kerja dapat terjadi sehingga menimbulkan kecanggungan antara satu sama lain.
4) Karyawan bukanlah mesin. Perbedaan karyawan dengan mesin, bahan, dan alat produktivitas, karyawan juga ingin diberikan perilaku dengan baik, dihormati, diakui, diperhatikan, dan kebutuhannya terpenuhi. Untuk itu, pengertian, penghargaan, dan apresiasi juga diperlukan oleh karyawan.
5) kembangkan kemampuan karyawan hingga maksimal. Setiap anggota organisasi berhak mendapatkan keluasan suatu kesempatan. dalam pengembangan kemampuan melalui sebuah pendidikan dan pelatihan, baik yang bersifat off the job, training, tour on duty, tour of area, dan cara-cara lainnya. Untuk suatu penerapan prinsip ini dengan baik, pemimpin harus dapat mengetahui keahlian karyawannya terlebih dahulu. Pemimpin juga harus mengetahui batas kemampuannya agar upaya pengembangan kemampuan tersebut terarah dengan tepat dan efektif. Selain itu, kapasitas karyawan juga penting, perlu dipertimbangkan bahwa "no training can develop a man, he must develop himself ".
6) Pekerjaan yang dirasa menarik dan menantang, Seseorang yang serius dengan pekerjaannya biasanya tidak terlalu menyukai pekerjaan rutin. Baginya, pekerjaan seperti itu akan terasa membosankan, tetapi jika pekerjaannya penuh tantangan, maka hal tersebut dapat meningkatkan gairah kerjanya, memperluas imajinasi, dan meningkatkan kreativitas dan inisiatif.
7) Pengakuan dan penghargaan untuk kinerja yang baik. Bukan hanya pimpinan, karyawan juga butuh pengakuan dan penghargaan atas kerja kerasnya ketika menuntaskan tugas dan kewajibannya dengan baik. Karyawan menginginkan hal ini sebagai bentuk apresiasi atas itikad baik perusahaan atas pencapaiannya. Pengakuan dan penghargaan yang diberikan dapat berupa promosi atau jabatan, uang tunai, dan kombinasi dari perpadua hal-hal tersebut.
8) Peralatan memadai. Salah satu penyebab keterlambatan atau hambatan dalam melaksanakan tugas adalah kurangnya atau tidak tersedianya peralatan yang memadai. Untuk menghindari hal itu, maka perusahaan perlu menyediakan alat perlengkapan yang dapat menunjang tugas karyawan dengan baik.
9) “Right people in the right place”. Setiap individu harus diposisikan sesuai dengan keterampilan serta kemampuannya. Dari hal itu, penting untuk mengetahui kemampuan, keterampilan, dan bakat masing-masing anggota. Serta perlu diketahui juga batasan akan kapabilitasnya. Dalam organisasi ada istilah yang disebut sebagai "occupational incompetence", yang maksudnya ada batasan maksimal yang dapat dicapai seseorang dalam karirnya.
10) Dalam membalas jasa harus sesuai dengan jasa yang dibagikan akan menjamin kehidupan yang sesuai bagi dirinya sendiri dan keluarganya. Ini harus disertai dengan suatu prinsip “equal pay for the same work” dan “fair days pay for fair days work”
4. Human Relation Dalam Organisasi
Human relation memiliki pengaruh yang cukup besar bagi kehidupan organisasi. Karena secara hakikatnya manusia merupakan makhluk bersosial yang memiliki sebuah naluri untuk hidup secara berkelompok. Human relation dalam organisasi merupakan jembatan penghubung antara pimpinan dan karyawan maupun sesama karyawan. Untuk hidup berkelompok, tentu saja manusia perlu memiliki hubungan atau interaksi dengan manusia lain, baik verbal maupun nonverbal. Dalam proses interaksi ini, manusia akan melebur dengan berbagai karakter yang berbeda-beda. Mereka perlu berupaya untuk beradaptasi dengan keberagaman yang ada. Hal tersebut dapat disebut dengan istilah dinamika kelompok. Dengan dinamika kelompok, setiap karyawan harus berusaha dan belajar untuk beradaptasi dengan berbagai perbedaan perilaku yang ada di antara sesama anggota organisasi itu sendiri. Mencoba berinteraksi dengan baik dengan rekan kerja dapat menimbulkan rasa saling memahami dan mengerti yang bisa memudahkan mereka untuk membentuk kerjasama tim yang solid. Kedudukan sebuah human relation dalam membangun hubungan kerja adalah untuk memberikan keseimbangan dari subjective goal dan objectif goal. Subjective goal merupakan kebutuhan dari karyawan berupa materil (pakaian, makanan, papan, dll) dan non materil (keamanan, penghargaan, kenyamanan, dls). Sedangkan objective goal merupakan tuntutan dari suatu instansi kepada pegawainya untuk dalam meberikan suatu perwujudan misi berupa suatu peningkatan dalam memberika pelayanan kepada masyarakat, bantuan secara sosial, dan mencari sebuah keuntungan.
5. Indikator Human Relation
Dari Uchjana (2009:66), berikut indikator-indikator pengukuran human relation yaitu :
1) Ada komunikasi. Untuk melakukan suatu pembangunan kerjasama tim dalam organisasi maka dibutuhkan adanya komunikasi dari anggotanya supaya tujuan bersama yang akan di capai bersama. Untuk hal tersebut membutuhkan komunikasi dari dua arah yang dalam praktiknya secara timbal balik agar hubungan antar karyawan atau semua pihak dapat terjalin dengan baik dan harmonis.
2) Adanya suatu pengarahan, yaitu proses pemberian amanah atau tugas, perintah, dan instruksi yang memungkinkan karyawan untuk memahami suatu keinginan dari pemimpin, dan memberikan pengarahan ini agar karyawan untuk berkontribusi secara maksimal untuk mencapai tujuan.
3) Adanya keterbukaan, yaitu keterbukaan yang harus selalu didasari dengan kebijaksanaan.
4) Adanya sikap yang menunjukan saling menghargai. Tidak hanya pimpinan, pegawai juga ingin karyanya dihargai, walau sudah menjadi kewajiban mereka untuk bekerja sekeras mungkin.
5) Adanya sebuah loyalitas. Hal tersebut merupakan suatu upaya Perusahaan yang akan berkembang dengan baik jika didalamnya para anggota memiliki suatu kebanggan sehingga loyalitasnya baik.
6. Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Human Relations
Beberapa aspek yang dapat mempengaruhi dalam human relation berdasarkan pendapat Effendy (2009) antara lain yaitu : 1) Aspek bawaan dan aspek lingkungan Terdapat beberapa aspek yang menentukan kepribadian manusia, salah satunya adalah bawaan dan lingkungan. Sifat-sifat ini diwarisi dari orang tua mereka. Kepribadia-kepribadian tersebut juga dipengaruhi oleh sekitar tempat dia tinggal, dan jalinan dengan pribadi di sekitarnya. Jadi lingkungan dapat memastikan apakah karakter-karakter yang dibawa dari lahir akan bertumbuh atau dipertahankan. 2) Extraverts, Introverts and Ambiverts Extravert adalah model individu yang lebih mengutamakan sekitar daripada dirinya, mengutamakan keperluan umum di atas kepentingan pribadi. Individu seperti ini umumnya berhati terbuka, ceria, rendah diri, sehingga itu cepat memperoleh banyak teman. Intravert adalah model pribadi yang lebih mngutamakan dirinya seorang daripada kebutuhan umum, sehingga demikian biasanya cenderung egois, menyendiri, tertutup, dan tidak terlalu ramah. Ambivert adalah tipe orang yang memiliki kedua tipe tersebut.
7. Etos Kerja
Pengertian Etos Kerja
Tasmara (2002) mengemukakan pengertian etos kerja sebagai totalitas personalitas seseorang dan tata cara melihat, mengungkapkan, memercayai, dan memaknai sesuatu, yang mendorongnya untuk berlaku dan mencapai hasil optimal sehingga pola jalinan hubungan manusiawi antara pribadinya dan orang lain dapat terjalin dengan baik. Berdasarkan pendapat Moeheriono (2014), etos kerja yakni rasa semangat atau nafsu bekerja yang memperlihatkan gairah untuk bekerja sama, berdebat, dan berprestasi, sehingga dapat memperoleh keluaran yang nyata dan berkontribusi guna kemajuan lembaga organisasinya dan bangsa. Webber (2002) mengartikan etos kerja sebagai suatu keyakinan yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi seseorang atau kelompok. Sedangkan Sukriyanto (2000) mengartikan etos kerja sebagai sebuah bentuk semangat bekerja yang dipunyai oleh seorang pegawai guna dapat bekerja lebih giat lagi untuk mendapatkan mutu hidup. Lebih lanjut Petty (1993) mengemukakan bahwa etos kerja merupakan ciri khas yang harus dimiliki oleh seorang pekerja untuk bisa mereproduksi pekerjaan yang maksimum yang terdiri atas interpersonal skill, inisiatif, dan dapat diandalkan. Dari sejumlah pgagasan di atas, dapat diperleh kesimpulan bahwa etos kerja adalah sebuah bentuk keyakinan dan semangat kerja individu yang dijadikan pedoman dalam bekerja.
8. Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Etos Kerja
Asyifudin (2004) mengemukakan sejumlah faktor-faktor yang berdampak pada etos kerja seseorang adalah berikut ini :
a. Aspek Intern Aspek intern adalah faktor yang berpangkal dari dalam pribadi itu sendiri. Faktor internal etos kerja meliputi motivasi, persepsi kerja menurut individu tersebut, frustasi, serta rasa malas.
b. Aspek Ekstern Aspek ekstern adalah aspek yang berpangkal dari luar individu. Aspek ekstern meliputi pergaulan, budaya, pendidikan, pengalaman, pelatihan, kondisi ekonomi, kondisi sosial politik, penghargaan, janji dan ancaman yang berasal dari agama, serta kecocokan dengan atasan. Lebih lanjut, Anoraga (2009 ) mengemukakan bahwa etos kerja itu dipengaruhi oleh dua komponen, yakni :
1) Komponen internal. Yaitu komponen yang berakar dari dalam diri pribadi itu sendiri. Faktor internal terdiri dari motivasi dan tekad pribadi.
2) Komponen eksternal. Yaitu komponen yang berasal dari luar diri individu tersebut. Komponen eksternal melingkupi organisasi tempat ia bekerja, peralatan kerja, dan manajemen pengelolaan.
9. Aspek-Aspek Etos Kerja
Aspek yang dipergunakan untuk pengukuran etos kerja menurut Handoko (1993) adalah beriku ini :
1) Aspek dari dalam individu itu sendiri. Ini adalah aspek pendorong atau dorongan dari dalam diri pribadi itu sendiri. Ketertarikan yang muncul disini merupakan hasrat yang datang dari dalam sebab adanya keperluan biologis. Misal, keperluan untuk bekerja akan memotivasinya untuk menilik pekerjaan.
2) Aspek corak sosial. Yakni aspek yang berasal dari luar diri individu. Aspek ini dapat menjadi wujud ambisi seseorang yang berada dalam jangkauan interaksi manusia. Dalam aspek ini akan muncul peranan human relation yang dibutuhkan untuk membangun etos kerja seseorang.
3) Aspek pemahaman. Yaitu aspek yang berkaitan dengan objek yang ada pada diri perseorangan yang berkaitan dengan perasaan. Misal perasaan gembira, simpati, iri hati, dan perasaan lainnya yang muncul dari lubuk diri. Aspek ini berperan sebagai kemampuan yang mengakibatkan seseorang memperhatikan pemahaman tentang sistem budaya institusi dan kesibukan kerja.
Selain aspek di atas, Husni (2014) juga memilah aspek etos kerja sebagai berikut ini :
1) Memiliki sikap kerja keras. Seorang insan yang mempunyai etos kerja tinggi tentunya mempunyai kebiasaan bekerja sesempurna mungkin tanpa merasa minder.
2) Jujur, disiplin, dan bertanggung jawab. Tindakan ini merupakan beberapa tindakan yang dimiliki oleh sosok pekerja yang memiliki etos kerja yang tinggi, yang tercermin dari kebiasaannya dan bagaimana ia melaksanakan tugas yang diberikan.
3) Giat dan telaten. Sikap giat dan telaten ini terlihat dari kinerja yang dihasilkan dan bagaimana ia menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya tanpa mengeluh.
4) Menggunakan waktu secara tepat. Individu yang mempunyai etos kerja yang tinggi akan menghabiskan dan memanfaatkan waktunya sebaik-baiknya, supaya tidak ada waktu yang terpakai dengan percuma.
Di sisi lain, Petty (1993) mengemukakan bahwa etos kerja mencakup tiga aspek, yaitu :
1) Kemampuan interpesonal. Kemampuan interpersonal adalah aspek yang menggambarkan bagaimana hubungan antara seorang karyawan dan rekan kerja di lingkungan kerja. Kemampuan interpesonal mencakup kebiasaan, tingkah laku, cara pandang, dan karakter seseorang ketika ia berada dan bersosialisasi dengan orang lain.
2) Inisiatif. Inisiatif adalah sebuah keunikan yang menjembatani sesorang sehingga mereka termotivasi untuk kian mengoptimalkankan kinerjanya dan tidak serta merta merasa puas dengan hasil kerja yang biasa saja. Menurut Petty, terdapat 16 (enam belas) kepribadian yang dapat mencerminkan inisiatif seorang pekerja yaitu cerdas, produktif, cermat, jeli, memiliki ide, inisiatif, bergairah, realistis, mandiri, efektif, energik, teguh, berdedikasi, stamina kerja yang baik, mudah mengadaptasikan diri dan terorganisir.
3) Mampu diandalkan. Mampu diandalkan merupakan aspek yang terkait dengan adanya cita-cita terhadap kerja karyawan. Menurut Petty, ada 7 (tujuh) hal yang dapat mengilustrasikan seorang pegawai yang handal, yaitu menjejaki petunjuk, menaati peraturan, jujur, mampu diandalkan, amanah, hati-hati, serta tepat waktu.
10. Dimensi Dan Indikator Etos Kerja
Tasmara (2002) menguraikan indikator-indikator etos kerja ke dalam 4 (empat) bagian, yakni:
1) Memuliakan waktu. etos kerja yang tinggi pada seseorang dapat dilihat dari bagaimana sikapnya dalam memuliakan waktu. Pada hal ini, waktu dilihat sebagai sesuatu yang berharga seraya bersangkutan dengan produktivitas.
2) Teguh dan tidak mudah menyerah. Seseorang yang memiliki etos kerja tinggi condong senang bekerja keras, telaten, dan tidak mudah menyerah dalam menemui segala masalah, rintangan, dan tekanan.
3) Kemauan untuk mandiri. Etos kerja yang tinggi dapat dilihat dari upaya individu untuk berusaha memanfaatkan seluruh kemampuan yang ia miliki dan berupaya mendapatkan hasil sendiri tanpa bergantung kepada orang lain.
4) Pembiasaan diri. Etos kerja dicirikan dengan kecakapan untuk menepatkan diri atau beradaptasi dengan sekitar tempat ia bekerja, baik itu dengan atasan maupun sesama karyawan tanpa menimbulkan suatu masalah.
Adapun dimensi dan indikator etos kerja dari pendapat Darodjat (2015:77), yaitu :
1) Kerja keras. Kerja keras melambangkan suatu wujud usaha yang diarahkan untuk mencapai suatu hasil dengan memanfaatkan kemampuan individual menjadi input (modal kerja). Parameternya meliputi kerja faktual, kerja lurus hati, dan kerja seruan.
2) Kerja cerdik. Kerja cerdik adalah suatu upaya yang terorganisir untuk mencapai suatu hasil dengan mendayagunakan sumber daya yang ada sebagai pengungkit kinerja kerja. Indikatornya antara lain kerja seni dan kerja kemuliaan.
3) Kerja tulus. Kerja tulus merupakan suatu wujud usaha yang terorganisir untuk mencapai hasil dengan memakai hati yang murni selaku aktualisasi dari keluhuran diri sendiri. Indikatornya termasuk kerja anugerah, kerja ibadat, dan kerja perbantuan.
11. Fungsi Etos Kerja
Menurut Tabrani Rusyan (2009), secara konvensional etos kerja memiliki fungsi seperti berikut:
1) Penggerak munculnya perbuatan
2) Vitalitas dalam kegiatan
3) Sebagai pendorong, maka tinggi atau rendahnya motivasi yang akan memutuskan lekas atau lambatnya suatu tindakan. Sedangkan berdasrkan Hasibuan (2012 : 122), Secara normal, etos kerja berlaku sebagai kekuatan pendorong tetap untuk tindakan dan aktivitas seorang pribadi sebagai wirausaha atau manajer. Menurut Darodjat (2015), etos kerja mengantongi 3 (tiga) fungsi, yaitu sebagai penggerak munculnya perbuatan, vitalitas dalam kegiatan, dan sebagai dorongan.
12. Karakteristik Etos Kerja
Menurut Darodjat (2015), spesifikasi etos kerja yang tinggi atau rendah dapat dilihat berdasarkan ciri-ciri berikut ini :
a. Etos kerja yang tinggi :
1) Mempunyai motivasi bekerja yang tinggi, baik motivasi internal ataupun eksternal
2) Berorientasi pada masa mendatang
3) Integritas adalah kesungguhan dalam bekerja
4) Bekerja keras dan memperhitungkan waktu
5) Disiplin ketika bekerja
6) Tidak boros dan sederhana
7) Giat dan gigih
b. Etos kerja rendah
1) Merasa bahwasanya bekerja sama dengan sebuah beban
2) Kurang atau tidak menghargai hasil kerja
3) Memandang bekerja sebagai sesuatu yang menghambat kesenangan
4) erja dalam keterpaksaan
5) Memandang kerja sebagai rutinitas hidup
13. Kinerja
Pengertian Kinerja
Kinerja yaitu hasil kerja seorang individu secara totalitas semasa periode tertentu ketika mengerjakan tugas, seperti standarisasi kerja, tujuan atau sasaran, atau patokan yang sudah ditetapkan pada awalnya dan telah disetujui bersama (Rivai dan Basri, 2004: 14). Pendapat lainnya mengatakan bahwasanya kinerja adalah hasil yang diperoleh seorang pekerja dalam praktik kerjanya berdasarkan standar tertentu yang berlaku atas suatu pekerjaan (Robbins, 2001). Musanef (1983: 49) mengutarakan bahwasanya kinerja atau prestasi kerja adalah kapabilitas seorang pribadi dalam rangka upaya meraih hasil kerja yang kian membaik atau kian menonjol menuju pencapaian sasaran organisasi. Demikian juga menurut Moenir (1983:76) yang menyatakan bahwa kinerja atau performa kerja merupakan hasil pekerjaan perseorangan dalam satuan atau ukuran waktu tertentu. Dari pendapat lainnya, Mangkunegara (2005 : 9) mengutarakan pendapat bahwa kinerja karyawan merupakan hasil kerja secara quality dan quantity yang diraih seorang tenaga kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan apa tanggung jawab yang diserahkan untuknya. Dari beberapa buah pikiran di atas, dapat dikonklusikan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang telah diraih seorang pribadi dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan tolok ukur yang usai ditentukan.
14. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kinerja
Menurut Payaman J Simanjuntak (2005) terdapat 3 (tiga) faktor yang dapat berdampak pada kinerja pegawai, yaitu sebagaimana berikut :
1) Faktor individu. Yang termasuk dalam faktor individu yaitu kemampuan dan ketrampilan. Kecakapan seseorang diakibatkan oleh sejumlah faktor yang dapat digolongkan menjadi 2 (dua) kelompok, yakni kemampuan dan keterampilan, beserta motivasi dan etos kerja.
2) Faktor sokongan organisasi. Untuk memenuhi tugasnya dengan baik, para pekerja juga membutuhkan sokongan dari instansi tempat mereka bekerja. Sokongan tersebut dapat berupa pengkoordinasian, pengadaan sarana dan prasarana, lingkungan kerja yang nyaman, serta suasana dan ketentuan kerja.
3) Naungan manajemen. Kinerja pada industri dan kinerja anak buahnya juga bergantung pada kepiawaian manajerial pimpinan atau tata usaha, baik dengan mendirikan struktur kerja yang baik, jalinan industrial yang terpadu, mengembangkan kecakapan pegawai, hingga mengoptimalkan motivasi segenap pegawai untuk bertugas secara maksimal. Menurut pendapat lainnya, Prawiro Sentono yang dikutip Edy Sutrisno (2011:176) mengemukakan beberapa unsur yang bisa berpengaruh pada kinerja, yaitu :
1) Efektivitas dan efisiensi. Menurut Effendy (2003: 14), efektivitas adalah target sasaran suatu himpunan yang dapat diraih sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Efisiensi berarti sesuatu yang menyenangkan, tetapi dapat menjadi tenaga pendorong untuk mencapai tujuan Anda.
2) Yurisdiksi dan tanggung jawab. Menurut Miftah (2003) : 225), yurisdiksi adalah kewenangan seseorang untuk memberi instruksi, sedangkan tanggung jawab adalah tindakan dimana seseorang harus melakukan atau menjalankan dengan sebaik- baiknya apa yang diamanatkan kepadanya dan bersedia menanggung resiko yang dihadapi dari tindakan yang akan diambilnya.
3) Disiplin. Menurut pandangan Simamora (2005 : 611), disiplin merupakan suatu wujud pengelolaan diri pegawai dan pengimplementasian secara terarah yang menunjukkan tingkat keseriusan tim pekerja dalam suatu instansi.
4) Prakarsa (inisiatif). Menurut Suryana, inisiatif yaitu kemampuan individu untuk meluaskan ide-ide dan trik-trik baru dalam memecahkan masalah. Selanjutnya, Sugiyono (2000 : 56) menyatakan beberapa hal yang berpengaruh terhadap kinerja, yaitu :
1) Kualitas kerja. Kualitas kerja mengacu berdasarkan hasil (output) yang dihasilkan oleh pegawai.
2) Kuantitas pekerjaan. Kuantitas pekerjaan adalah banyak pekerjaan yang telah dituntaskan.
3) Efisiensi pekerjaan. Efisiensi kerja dalam bagianl ini adalah kesanggupan untuk menyelesaikan perintah sesuai dengan konsep dan tujuan dengan waktu, energi dan anggaran.
4) Kerjasama. Kerjasama yang berarti usaha bersama antara satu dengan lainnya untuk menggapai tujuan tertentu dengan pembagian tugas.
5) Disiplin. Disiplin merupakan kesadaran seseorang untuk menghormati dan menaati suatu perintah atau peraturan perusahaan.
6) Loyalitas (kesetiaan). Pada umumnya loyalitas merupakan sebuah dedikasi dan kepercayaan yang diberikan kepada seseorang ataupun organisasi, yang di dalamnya terkandung rasa cinta serta tanggung jawab untuk membagikan pelayanan yang baik juga perilaku yang baik.
7) Motif dan keahlian. Berdasarkan motif dan keahlian yang dimilikinya, seorang pekerja dapat mempunyai pemahaman dan pengetahuan yang baik tentang tugas dan pekerjaannya serta bersedia mengaplikasikan dalam praktik kerja yang diserahkan padanya.
15. Dimensi dan Indikator Kinerja
Menurut gagasan dari Irham Fahmi (2014: 127), kinerja pegawai bisa dievaluasi menurut dimensi & indikator berikut ini :
1)kualitas kerja. Kualitas pekerjaan memperlihatkan kerapian, ketepatan, & relevansi output tanpa mengabaikan volume pekerjaan. Indikator kualitas kerja adalah :
a.Keapikan
b.Kejelian
c.Keserasian
2)Jumlah pekerjaan. Kuantitas pekerjaan memperlihatkan banyaknya pekerjaan yang dikerjakan pada satu waktu tertentu sehingga dapat dicapai efisiensi dan efektifitas berdasarkan tujuan organisasi. Indeks kualitas kerja adalah :
a.Kesigapan
b.Sasaran kerja
3)Kerjasama. Kerjasama merupakan sebuah usaha seseorang untuk berkarya dengan orang lain untuk menuntaskan tugas atau tanggung jawab yang diberikan. Indeks untuk mengukurnya adalah :
a.Rangkaian kerjasama
b.Kesolidan
4)Tanggung jawab. Tanggung jawab membuktikan seberapa besar seorang pegawai memperoleh dan menuntaskan tugas, serta bertanggung jawab atas hasilnya. Indeksr untuk mengukurnya yaitu :
a.Hasil kerjanya
b.Membuat sebuah keputusan
5)Inisiatif. Yaitu kecakapan karyawan dalam melaksanakan tugas tanpa menunggu perintah. Indikator inisiatif yaitu :
a.Kemauan
b.Kemandirian Adapun indikator untuk mengukur kinerja menurut Robbins (2016 : 260) diantaranya :
1. Kualitas kerja
2. Kuantitas kerja
3. Tepat waktu
4. Efisiensi
5. Independensi