PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)
Model
Implementasi Kebijakan Publik
Terdapat beragam macam
acuan untuk melakukan dan melaksanakan dari
model implementasi
kebijakan publik. Berbagai macam unsur-unsur yang berada
didalam untuk
mempengaruhi seperti aparatur maupun masyarakat. Berbagai
macam teori tentang
model-model implementasi kebijakan publik seperti berikut:
Goeorge C. Edward III.
Edward III menambahkan model implementasi
kebijakan publik dengan
tenggang waktu yang secara langsung dan tidak langsung
mempengaruhi
implementasi. Mengikuti pendekatan yang dapat diubah yang
benar-benar menentukan
keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu:
1. Komunikasi
2. Sumberdaya
manusia
3. Disposisi
4. Struktur
organisasi
Menurut Edward III,
faktor pertama yang mendorong keberhasilan
implementasi kebijakan,
menurutnya adalah komunikasi, yang menetapkan
keberhasilan pencapaian
tujuan implementasi kebijakan publik. Eksekusi yang
efektif terjadi ketika
pengambil keputusan meengerti apa yang akan dilakukan.
Memahami apa yang
mereka akan lakukan dapat berhasil jika komunikasi berjalan
lancar, maka setiap
keputusan kebijakan serta peraturanpelaksanaan perlu
dikomunikasikan kepada
staf yang sesuai, selanjutnya, kebijakan yang
dikomunikasikan harus
spesifik, akurat, dan konsisten. Komunikasi (transmisi
informasi) dibutuhkan
agar pengambilan keputusan dan pelaksanaan lebih
konsisten dalam
implementasi serta kebijakan yang akan diterapkan di masyarakat.
Model George C.Edwards
III (Tahir, 2014:61-62) yang pertama dalam studi
implementasi kebijakan
publik diawali dengan pertanyaan abstrak bagaimana
menyukseskan kebijakn
publik tersebut dilihat dari kondisi disekitar, yang kedua
hambatan yang dialami
oleh kesuksesan peencanaan kebijakan publik tersebut.
2.2
Peraturan Daerah
2.2.1
Peraturan Daerah No.1 Tahun 2000 Tentang Pengaturan Dan
Pembinaan
Pedagan Kaki Lima Kota Malang
Pengaturan dalam kamus
besar bahasa Indonesia memiliki makna kata dasar
yaitu atur-beratur (kk)
yang mengartikan kata tertib, rapi, tersusun baik-baik.
Pegaturan yang
menartikan makna kata proses, cara, dan mengatur. Dalam hal ini
pengaturan pedagang
kaki lima menjadi salah satu faktor permasalah, maka dari itu
dibuatlah kebijakan
peraturan daerah yang disusun dan ditetapkan pemeritah Kota
Malang. Dan
dilaksanakan oleh pedagang kaki lima itu sendiri. Pengaturan bagi
pemerintah dapat
dijadikan sebagai cara menyelesaikan permasalahan dan
mengatur pedagang kaki
lima dalam bentuk peraturan. Kebijakan ini dapat
digunakan sebagai
petunjuk atau mengatur pedagang kaki lima. Sebagai ketentuan
yang dapat dipatuhi dan
dijalanan oleh pedagang kaki lima.
Selajutnya peraturan
daerah Kota Malang No.1 Tahun 2000 dalam Bab III
pasal 3 ayat 1, 2, 3,
dan 4 yang mengatur tentang kegiatan usaha kawasan dan
12
perizinan pada pedagang
kaki lima yang berada di Kota Malang. Adapun isi dari
peraturan daerah Kota
Malang No.1 Tahun 2000 mengenai pengaturan tersebut
yaitu:
a. Setiap
kegiatan usaha pedagang kaki lima dilarang:
1. Menjalankan
aktivitas jualannyanya di lingkungan alun-alun kota dan
sekitarnya.
2. Menjalankan
aktivitas jualanyanya di jalan, trotaor, jalur hitam dan atau
fasilitas umun, kecuali
diwilayah tertentu yang dianjurkan lebih lanjut
oleh kepala daerah.
3. Menjalankan
aktivitas berjualan yang semi permanen
4. Menjalankan
aktivitas berjualan yang menyebabkan kerugian dalam hal
kebersihan, keindahan,
ketertiban, keamanan dan kenyamanan.
5. Gunakan
lahan di luar tata ruang yang disetujui oleh kepala daerah
6. Berpindah
tempat atau memindah tangankan izin tanpa sepengetahuan
atau izin kepala
daerah.
b. Dalam
meyakinkan lingkungan dan perizinan sebagaimana tersebut dalam
ayat (1) butir a, b, c,
dan d pasal ini, kepala daerah meninjau kepentingan-
kepentingan umum,
sosial, pendidikan, ekonomi, kebersihan, ketertiban,
keamanan serta kenyamana
dilingkungan sekitar.
Pembinaan, menurut
kamus utama bahasa Indonesia, berasal dari kata “bina”,
yang sama dengan
“kebangkitan”. Coaching sama dengan kata development,
artinya Anda bisa
berubah menjadi lebih baik dan mencapai nilai yang lebih tinggi.
(Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Pius Partanto dkk. Arkola, Surabaya, 2007, hlm.
13
581). Peraturan daerah
merumuskan pedoman bagi PKL untuk mematuhi peraturan
tersebut. Pembinaan
adalah penataan dan sosialisasi tempat yang dilakukan untuk
berjualan kepada PKL
agar menata diri dan lingkungan menjadi lebih bersih dan
asri. Sosialisasi dan
kepemimpinan yang merupakan solusi penyelesaian dilakukan
oleh pemerintah dan
Satpol PP di bidang terkait.
Informasi sebagai
penanganan sektor usaha merupakan pengalihan usaha
yang tidak memiliki
usaha dalam bidang lain. Kebijakan ini bukan sebuah
keinginan PKL, yang
diharapkan PKL bukan pengalihan usaha atau pengalihan
bidang melainka usaha
mereka. Usaha PKL yaitu untuk meningkatkan usahanya
agar lebih maju. Dari
kajian diatas peneliti memiliki kesimpulan bahwa pengaturan
dan pembinaan pedagang
kaki lima perlu adanya sosialisasi dan penataan antar PKL
agar lingkungan bersih,
indah dan tertata tidak mengganggu keindahan kota,
meningkatkan kemampuan
dalam usaha sektor informasi, serta memberikan
wilayah berjualan untuk
para PKL yang lebih layak dan strategis.
Pembinaan pedagang kaki
lima dikutib dalam peraturan Daerah Kota
Malang Bab IV pasal 4
ayat 1 dan 2 mengatakan bahwa:
1. Manfaat
usaha pembangunan usaha pedagang kaki lima, pembinaan daerah,
atau pejabat yang
ditunjuk wajib mengumpulkan data dan memberikan
pembinaan berupa
sosialisasi atau penyuluhan secara berimbang
2. Tata
cara pembinaan dimaksud pada ayat (1) pasal ini ditetapkan lebih lanjut
oleh Kepala Daerah.
14
Sesuai dengan surat
keputusan Wali Kota Malang No.580 Tahun 2000
tentang penempatan
lokasi usaha pedagang kaki lima di Kota Malang
menjelaskan bahwa “pedagang
kaki lima merupakan pedagang yang
menjalankan usaha informal melalui transaksi dilahan umum
atau tertutup,
baik
menggunakan barang bergerak maupun barang tidak bergerak setelah
waktu
yang ditentukan sebagai fasilitas umum yang ditetapkan sebagai
tempat
usaha oleh kepala daerah.”
Peraturan yang telah
dibuat berperan sebagai penataan PKL seperti
pemindahan lokasi,
pengaturan, pembinaan, perijinan, sosialisasi, pengawasan,
hukum pidana dan
ketentuan penyidikan terhadap para PKL di Kota Malang.
Kesimpulannya yaitu
peraturan daerah No.1 Tahun 2000 merupakan kebijakan
yang dibuat oleh perda
untuk pedagang kaki lima agar mengerti pentingnya
kebersihan, keindahan,
dan kenyamanan kota. Dengan kebijakan ini PKL dapat
mematuhi dan
menjalankan peraturan tersebut dengan baik.
2.3
Pembinaan
2.3.1
Pengertian Pembinaan
Pembinaan menurut Masdar Helmi
yaitu segala persoalan usaha, kegiatan
dan usaha yang
menyangkut pengorganisasian, perencanaan serta pengendalian
langsung terhadap
sesuatu secara tertib dan terarah
Menurut Mifha Thoha pembinaan merupakan
kegiatan, prosedur, hasil atau
penjelasan yang lebih
baik. Dalam hal ini, kegiatan tersebut memperlihatkan
kemajuan, pertumbuhan,
bertahap, pengembangan kemampuan yang berbeda,
pengembangan atau
meningkatkan sesuatu. Ada dua unsur makna pembinaan,
15
yaitu: 1. Pembinaan
dapat berbentuk kegiatan, prosedur atau penjelasan, serta 2.
Pembinaan bisa
menunjukkan peningkatan atau semacamnya
Menurut Joko Widodo
pembinaan merupakan suatu prosedur pembelajaran
dengan menerangkan
hal-hal baru yang belum ada, dengan harapan membantu yang
mengalaminya,
mempertajam dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
baru untuk memenuhi
tujuan hidup dan pekerjaan yang sedang dijalani secara lebih
efektif. Dari
pernyataan tersebut pembinaan merupakan dapat meingkatkan sikap
dan keterampilan dan
akan dapat mampu meningkatkan nasib dan obyek dari yang
dibina. Pembinaan
diberikan dengan cara dilatih agar apa yang telah dibina dapat
dimanfatkan dan
dikembangkan dalam bidang hidup atau kerja mereka. (Joko
Widodo, 79, Analisis
Kebjakan public, Bayumedia, Surabaya, 2006).
Dapat disipulkan pembinaan merupakan bimbingan
dan penyuluhan untuk
para pedagang kaki lima
terutama yang menggunakan fasilitas ruang publik yang
dilakukan untuk
berjualan para pedagang kaki lima, agar dapat tertata dan
lingkungan menjadi
lebih bersih dan indah. Dengan cara melakukan sosilaisasi ke
para pedagang kaki
lima. Pembinaan ini dapat dilakukan oleh kepala daerah atau
penjabat yang ditujuk
berkewajiban melakukan pendataan atau pembinaan.
Pembinaan bukan hanya untuk para pedagan kaki
lima melainkan dapat
dilakukan oleh semua
organisasi atau sekumpulan orang yang terkait dari bidang
Instansi. Dalam hal ini
pedagang kaki lima sangat penting untuk melakukan
pembinaan untuk membuat
mereka menyadari kebersihan dan ketertiban
lingkungan. Terdapat
empat pendekatan aktvitas program pembinaan PKL yaitu:
a. Mendorong
sektor-sektor yang ada menjadi formal. Para PKL bisa
mendirikan toko agar
dapat berjualan dengan mudah. Dengan mendirika
diperlukan perizinan,
dukunga moral, pengetahuan teknis. Mendirikan toko
dapat dilakukan bagi
yang menampung pedagang formal. Seperti, pasar,
pusat oleh-oleh, pasar
modern dan lain-lain. Jadi posisi mereka harus
disertai dengan
penyuluhan.
16
b. Meningkatkan
kapabilitas perusahaan sektor informal. Dapat membantu
pedagang kaki lima
melakukan menyediakan bahan baku atau memfasilitasi
pemasaran. Selain itu,
untuk meningkatkan kebersihan dan keindahan
kawasan PKL, pemerintah
dapat memberikan bantuan pembinaan
pembukuaan, pinjaman (modal)
dan gerobak agar serupa atau pemerintah
dapat memberi temoat
ntuk berjualan (rombong bagi PKL) dengan ukuran,
bentuk dan
karakteristik lainnya.
c. Relokasi
yang dilakukan adalah penataan PKL di suatu tempat baru.
Penempatan PKL di
tempat yang baru ini dinilai penting karena PKL sering
dianggap menyebabkan
merugikan sosial, seperti kemacetan lalu lintas.
Namun pengaturan ini
harus mempertimbangkan faktor konsumdi dan daya
adaptasi pegawai
negeri, namun di sisi lain yang tidak kalah pentingnya
adalah konsisten dengan
regulasi yang harus dilaksanakan.
d. Dengan
berurusan dengan bisnis disektor informal, ini memindahkan bisnis
yang sama sekali tidak
menjajikan ke bidang kegiatan lain. Pendekatan ini
bagi PKL tidak
sepenuhnya tepat karena biasanya yang diharapkan PKL
bukanlah perubahan
aktifitas atau perubahan wilayah operasi, melainkan
peningkatan
aktifitasnya. Bisnis PKL ini memiliki prospeklebih lanjut.
(Jamez E Anderson 1979:
35-40)
2.3.2 Tujuan Pembinaan
Secara umum tujuan
pembinaan adalah kegiatan yang positif untuk
kelompok maupun
individu dengan cara melatih atau mendidik secara langsung,
melakukan tindakan
maupun kegiatan-kegiatan yang mendukung tercapainya
17
tujuan yang diinginkan.
Pembinaan dilakukan untuk dapat memotivasi organisasi
atau istansi. Adapun
tujuan lainnya yaitu memberikan pejelasan dengan cara
pembimbingan,
pengarahan dan pendampingan untuk menuju apa yang diinginkan.
Dilakukannya pembinaan
kepada pedagang kaki lima yaitu agar dapat
memahami bagai mana kebersihan
lingkungan dan penataan lingkungan.
Lingkungan yang
seringkali banyak PKL terlihat kumuh maupun sering terjadi
kemacetan. Maka dari
itu harus ada pembinaan terhadap pedagang kaki lima
dengan memberikan
pengarahaan dengan bimbingan secara langsung, dan
melakukan penataan ke
tempat yang strategis agar tidak terjadi kemacetan.
Dilakukan oleh kepala
daerah atau lembaga yang terkait.
2.3.3
Tinjauan Tentang Pembinaan
Tinjauan merupakan
pengumpulan data besar yang akan dirangkum
selanjutnya akan
dikelompokan atau dipisahkan sesuai komponen-komponen serta
bagian yang relevan
selanjutnya menjawab pertanyaan dengan mengkaitan data
yang dihimpun. Menurut
kamus besar KBBI tinjauan yaitu pandanag, pendapat
(sesudah menyelidiki,
mempelajari dan sebagainya).
Tinjauan pembinaan
merupakan dari pembinaan kita dapat mengumpulkan
data melalui bimbingan
dan dapat dipisahkan komponen yang relevan tidak
digunakan, dari data
tersebut kita dapat menjawab pertanyaan.
18
2.4 Pedagang Kaki Lima
2.4.1
Pengertian pedagang kaki lima
Menurut Nugroho (2003:159) pedagang kaki lima
atau disebut dengan PKL
merupakan istilah yang
mengacu pada pedagang kaki lima yang menjalankan bisnis
di kawasan daerah milik
jalan (DMJ) untuk pejalan kaki, ada anggapan bahwa
istilah jajanan yang
berjualan di pinggir jalan digunakan untuk menyebut pedagang
kaki lima yang memakai
grobak. Istilah ini secara umum dipahami berarti bahwa
jumlah kaki seorang
pedagang adalah lima. Lima kaki adalah dua kaki dari
pedagang dan tiga kaki
dari tongkat gerobak (sebenarnya tiga tongkat atau dua
tongkat dan satu kaki).
Pedagang kaki lima menurut peraturan daerah
No. 1 tahun 2000
tentang pengaturan dan
pembinaan pedagang kaki lima, Bab I ketentuan umum
pasal 1 ayat 5,
pedagang kaki lima merupakan pedagang yang melaksanakan
kegiatan komersial
informal dengan menggunakan lahanterbuka dan/atau tertutup,
seperti fasilitas umum
yang ditetapkan oleh otoritas setempat sebagai lokasi
kegiatan komersial,
dengan menggunakan alat yang dapat dipindahkan atau
menetap pada waktu yang
telah ditentukan.
Maka dapat disimpulkan bahwa pedagang kaki
lima yaitu seseorang yang
memenuhi kebutuhan
hidupnya melalui usaha berjualan di jalanan dengan
menggunakan gerobak
yang berjualan di jalanan menggunakan ditempat terbuka
maupun tetutup dan
dibutuhkan oleh masyarakat atas barang atau jasanya.
19
2.4.2
Ciri-ciri Pedagang Kaki Lima
Ada perbedaan antara PKL dengan pedagang
lainnya, ciri-ciri yang
dikemukakan oleh para
akhli agar masyarakat dapat mebedagang mana pedagang
kaki lima dan mana
pedagang lainnya:
Ciri-ciri umum PKL yang dikemukakan oleh
Kartono dkk. (1980:3-7),
yaitu:
a. Menjadi
pedagang tergadang juga menjadi produsen.
b. Ada
yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain, ada yang menetap pada
satu tempat
(menggunakan pikulan, grobak dorong, atau ruangan yang dapat
di bongkar pasang)
c. Berjualan
dengan bahan makanan-makanan, barang-barang konsumen
secara keliling
ketempat satu ketempat yang lain.
d. Modal
yang dimiliki biasanya kecil hanya dapat membeli peralatan, dan jasa
mereka sebagai bagian
komisi.
e. Barang
yang dijual belikan relatif rendah
f. Volume
uang yang dimili tidak banya, daya pembeli rendah
g. Usaha
berskala dapat berbentuk usaha keluarga, dimana seorang ibu dan
anak-anak berkontribusi
dalam usaha tersebut, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
h. Ciri
khas dari PKL yaitu tawar menawar antara konsumen dan produsen.
i. Sedangkan
dalam soal pekerjaan ada yang melakukannya dengan tuntas,
ada yang saat waktu
senggang da nada juga yang musiman.
Dapat disimpulkan
ciri-ciri dari pedagang kaki lima yaitu:
a. Pedagang
yang menggunakan barang bergerak maupun tidak bergerak
menjajakan jualannya
b. Pedagang
yang memiliki modal kecil untuk usahanya’
c. Menawarkan
jualannya kesemua orang yang melewati usahanya
d. Berjualan
di jalan-jalan dan ditempat keramaian, tanpa melihat tempat
tersebut dapat
dilakukan usaha atau tempat berjualan
2.4.3
Karakteristik Pedagang Kaki Lima
Karakteristik pedagang
kaki lima hampir mirip dengan ciri-ciri pokok sektor
informal. Ada beberapa
karakteristik pedagang kaki lima berdasarkan dari
20
penelitian-penelitian
yang telah dilakukan, ada beberapa para akhli yang memiliki
pendapat tentang
karakteristik pedagang kaki lima yaitu menurut Julissar An-naf
menyatakan dalam
penelitiannya (dalam A. Widodo, 2003) ada 12 karakteriatik
PKL, adalah sebagai
berikut:
1. Pada
dasarnya bagi pedagang kaki lima, PKl merupakan mata pencaharian
utama.
2. Pada
dasarnya, terbilang dalam usia produktif.
3. Dalam
aspek pendidikan, pada dasarnya rendah
4. Sebagian
besar, mereka adalah imigrasi dari daerah tersebut dan
mempunyai status
penduduk resmi di kota
5. Melakukan
kegiatan jualan tergolong lama
6. Pada
awalnya mereka hanya seorang patani atau buruh, dan saat ini menjadi
PKL
7. Modalan
mereka umumnya sangat kurang dan pendapatan penjualannya
juga relatif kecil
8. Pada
dasarnya mereka memiliki/mengoprasikan modal sendiri dan tidak
memiliki ikatan yang
baik dengan bank
9. Tidak
memiliki modal yang cukup banyak
10. Pada
dasarnya mereka sering terlihat jualan makanan atau pun kebutuhan
sekunder
11. Pendapatan
yang diperoleh tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari di
perkotaan
12. Pada
umumnya PKL terdapat biaya retribusi meupun pungutan-pungutan
yang liar.
Disimpulkan dari
karakteristik diatas pedagang kaki lima adalah usaha yang
menggunakan modal kecil
dan juga mendapatkan keuntunga yang rendah, maka
dari itu usaha PKL jauh
dari kata perekonomian yang tinggi PKL sringkali dilihat
menempati ruang public
(trotoar, taman, bahu jalan) untuk berdagang mencari
tempat keamaian.
Kebanyakan yang membuka usaha PKL berusia prduktif dan
seringkali terlihat ibu
dan anak-anak juga membantu berjualan di lapangan dan
dikenai pngutan
retribusi meskipun usaha mereka sifatnya tidak formal.
21
2.4.4
Penyebab Munculnya Pedagang Kaki Lima
Menurut Gilang permadi, S.S (2007: 67) dalam
bukunya, penyebab
munculnya pedagang kaki
lima adalah sebagai berikut:
1. Kesulitan
Ekonomi
Pada tahun 1997-1999
terjadi krisi keuangan yang dialami oleh masyarakat
diakibatkan, banyak
masyarkat kehilangan pekerjaan/pengangguran, dari
kejadian tersebut
masyarakat banyak memilih untuk berjualan menjadi
PKL.
2. Sempitnya
lapangan pekerjaan,
Saat ini sulitnya mencari
pekerjaan dan banyaknya pengangguran.
Menjadikan orang–orang
memilih untuk menjadi pedagang kaki lima,
karena PKL tidak
membutuhkan modal yang sangat banyak.
3. Urbanisasi
Migrasi dari desa ke
kota, mencari pekerjaan, namun minimnya pendidikan
dan keterampilan mereka
hanya mampu menjadi pedagang kaki lima.
Dengan adanya peraturan UUD 1945 yang mengenai
tanggung jawab
pemerintah menyatakan
bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Pedagang
kaki lima merupakan
permasalah setiap negara dan disetiap kota memiliki
pedagang kaki lima yang
menjadi permasalahan setiap daerah dan harus terdapat
penyelesaiannya seperti
pembuatan perda. Tidak hanya disetiap daerah saja bahkan
di banyak Negara pun
terdapat peagang kaki lima yang menjadi permasalah
nasional. Adanya
pedagan kaki lima di karenakan:
1. Adanya
keadaan perbandingan ekonomi dan pendidikan yang belum merata
di negara kesatuan
republik Indonesia (NKRI). Dalam hal ini, pemerintah
memang bertanggung
jawab untuk menjalankan pembangunan di bidang
pendidikan dan ekonomi.
2. Pedagang
kaki lima ini muncul karena tidak adanya lapangan pekerjaan
untuk rakyat kecil yang
kekurangan kapasitas produksi. Dalam hal ini,
pemerintah juga
bertanggung jawab untik menyediakan lapangan pekerjaan.
3. Ada
kepribadia atau mentalitas pejabat kita yang korupsi. Dana yang sudah
ada, baik dari
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(RAPBN), dan Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(RAPBD), atau dari
dukungan negara berjalan untuk mengatasi maslah
kemiskinan, namun
banyak dari dana tersebut yang tidak jelas dalam
22
penerapannya, sering
terjadi penyelewengan-penyelewengan dalam
penerapanya hanya
memberikan kesempatan para birokrasi dalam
melakukan kecurangan.
2.4.5
Bentuk Sarana Pedagang Kaki Lima (PKL)
Terdapat banyak variasi sasaran para pedagang
kaki lima unuk menjalankan
usahanya. Agar membuat
mereka bisa berjualan dengan mudah. Dan perekonomian
mereka pun semakin
meningkat. Berlandaskan kesimpulan penelitian yang
dilakukan oleh Mc. Green
dan Yeung (dalam Novita, 2014) bentuk sarana pedagang
yang digunaka oleh PKL
adalah sebagai berikut:
a. Grobak
Grobak ini berfungsi
sebagai memudahkan dalam berjualan dan dapat
melindungi dari cuaca
seperti kehujanan maupun kepanasa, terdapat dua
macam grobak yaitu
grobak yang menggunakan atap dan grobak tanpa atap.
Bentu dari grobak dapat
dikategorikan sebagai PKL yang menetap atau
permanen dan semi
permanen.
b. Pikulan/keranjang
Yang sering kita
ketahui PKL yang jualanya menggunakan pikulan jenis
barang yang mereka jual
yaitu semacam minuman atau rokok, karena
mudah untuk dibawa
berjualan. Jualan dengan menggunakan pikulan
biasanya jenis
jualannya semi permanen
c. Warung
semi permanen
Yang kita jumpai dengan
jenis jualannya seperti tempat makan, grobak yang
digunakan sudah tertata
dengan baik menerapkan bongkar pasang grobak
serta menyediakan meja
dan kursi grobak yang digunakan menggunakan
atap yang terbuat dari
bahan terpal untuk melindungi dari cuaca, jenis PKL
ini yaitu pedagang
permanen.
d. Kios
Pedagang yang
menggunakan tepatnya sekaligus mereka juga bisa tinggal
didalamnya, kios
tersebut sudah tertata dengan rapi yang diatur seperti toko,
PKL yang menggunakan
kios dapat dikategorikan sebagai pedagang yang
menetap.
e. Meja
Jenis PKL ini hanya
menggunakan meja dan terdapat atap untuk melindungi
dari cuaca, pedagang
kaki lima ini dapat dikategorikan sebagai pedagang
yang berjualan dengan
menetap.
f. Alas
PKL menggunakan tikar,
atau tikar dan lainnya unruk menyimpan barangbarang
mereka. Berdasarkan
fasilitasnya, para pedagang ini dapat
23
diklasifikasikan
sebagai pedagang permanen (semi-statis). Kebanyakan
dapat ditemukan di
penjual makanan dan toko kelontong.
Dilihat dari pendapat
diatas terdapat banyak jenis pedagang kaki lima untuk
mereka yang melakukan
usaha berjualan dijalanan, terdapat banyak jenis-jenis
sarana yang mereka
gunakan untuk memudahkan berjualan. Saat ini serinkali
terlhat pedagang kaki
lima mengunakan sepedah montor dan dibelakan terdapat
gerobak kecil untuk
mereka berjualan sarana ini dikategorikan keliling (mobile
howkwers) atau
semi permanen (semi static), pedagang kaki lima sering kita jumpai
menjual jajanan
gorengan seringkali terlihat ditempat-tempat keramaian.
2.4.6
Lokasi dan Waktu Berdagang PKL
Pedagang memilki tujuan utama yaitu
mendapatkan keuntungan dengan
menjualkan
barang-barangnya. Seringkali dilihat pedagang menjualkan barang
dagangannya ditempat
yang sering dikunjungi banyak pengunjung atau kosumen
dan tempat yang
strategis mereka bejualan dilokasi tersebut agar barang yang
mereka jual dapat
menghasilkan uang untuk mememnuhi kebutuhan hidupnya.
Dilihat dari jualan
pedagang kaki lima diperuntukkan untuk masyarakat yang
menengah kebawah,
seringkali terjadi tawar menawar oleh pedagang dan
konsumen PKL berjualan
dengan harga yang relatif murah berbeda debgan harga
yang ditawarkan
pertokoan dan kualitas yang diberiakan pun relatif rendah. Maka
dari itu sasaran dari
PKL yaitu masyarakat menengah kebawah.
Waktu berdagang juga harus dapat disesuaikan
agar penjualan dapat
memberikan kesan yang
maksimal dalam perekonomian. Banyak jenis usaha yang
dilakukan PKL baik
beruba barang atau jasa. Dapat kita mengatur waktu untuk
24
berjualan makanan
seperti bakso, lalapan dan makanan berat lainnya dapat
berjualan mulai dari
siang sampai dengan malam begitu juga dengan makanan
ringan bisa sampai
siang dan malam. Berbeda dengan berjualan baju-baju atau
bergerak dalam usaha
jasa bisa mulai pagi sampai sore. Waktu tersebut sangat tepat
dilakukan mereka yang
berjualan sebagai pedagang kaki lima.
Heryeti (2002) dan Ardhansyah (2003)
menerangkan terdapat beberapa
faktor yang
mempengaruhi lokasi kegiatan dengan PKL, yaitu:
1. Faktor
banyaknya pengunjung suatu wilayah
2. Kemungkinan
pembeli memiliki tingkat daya beli yang tinggi
3. Keamanan
dan kenyamanan dalam berjualan
Lokasi yang aman dan
nyama untuk para PKL, adalah terdapat kebebasan dari
ancaman, seperti
terjadinya penertiban perkotaan dan terhindar dari preman-
preman.
Dan diperkuat oleh
joedo (dalam widjajanti 2009:164) menyatakan bahwa
penutupan wilayah yang
diminati oleh sektor informasi atau pedagang kaki lima
adalah sebagai berikut:
1. Ada
banyak orang yang menjalankan aktifitas bersama di waktu yang sama,
setiap harinya
2. Terletak
didaerah tertentu yang terdapat di titik pusat kegiata ekonomi kota
dan pusat perkotan
non-ekonomi, namun sering dikunjungi oleh jumlah
besar wisatawan
3. Memiliki
kenyamanan hubungan antara pedagang kaki lima dengan
pembeli potensial,
meskipun dalam lingkungan yang relatif sempit
4. Disuatu
ruang lingkup wilayah menginginkan ketersediaan
sarana/prasarana dan
manfaat pada pelayanan umum.
25
Menurut perda Kota
Malang No.1 tahun 2000 Bab II: lokasi, pasal 2 mengatur
tentang lokasi pedagang
kaki lima:
1. Suatu
kegiatan pedagang kaki lima dapat dijalankan pada suatu daerah
2. Wilayah/temat
pedagang kaki lima sebagai halnya, dimaksud pada ayat (1)
pasal pasal ini
ditetapkan lebih lanjut oleh kepala daerah.
2.4.7 Relokasi Pedagang Kaki Lima
Kemunculan PKL menjadi
suatu permasalahan setiap kota-kota besar
karena para PKL
seringkali terlihat di ruang publik menjadi tidak tertata, dan
kebersihan lingkungan
pun menjadi kurang. Relokasi inilah yang menjadi salah satu
gagasan mengembalikan
ketertiban. Relokasi merupakan suatu kegiatan untuk
mengganti aktivitas
tertentu di tanah sesuai dengan alokasinya (Harianto, 2001).
Ramadhan (2005) dan
Harianto (2001) mewujudkan keadaan yang menjadi
perninjauan dalam
penempatan lokasi relokasi PKL, yaitu:
a. Strategis
wilayah, memudahkan pembeli mengakses wilayah usaha PKL
sebab dukungan
aksesibilitas.
b. Elemen
visual mencitakan kesan serasi dan indah, mudah menarik perhatian
pembeli
c. Tingkatan
pembangunan, cakupan pelayanan yang murah sehingga tidak
memberatkan
pedagang
d. Sewa
atau penjual lahan/kos yang murah maka tidak mempersulit PKL
Diperkuat oleh Apriyano
(2003) bahwa lokasi untuk relokasi PKL adalah sebaga
berikut:
1. Mempehatikan
faktor tempat suatu wilayah dan permintaan komonditi
2. Terdapat
akses masuk ke dalam pasar seperti tersedianya pintu/gerbang
keluar dan masuk yang
memadai.
3. Dekat
dengan terminal atau stasiun mempermudah mobilitas konsumen dan
pedagang.
0 komentar:
Posting Komentar