Jumat, Desember 09, 2022

IMPLEMENTASI PROGRAM GERAKAN SANITASI BERBASIS MASYARAKAT

 



1.    Implementasi Program Sanitasi Berbasis Masyarakat

        Kegiatan sanitasi berbasis masyarakat (SANIMAS) mengedepankan MBR di wilayah rawan sanitasi berupa peyediaan sarana dan prasarana limbah domestik. Program SANIMAS yang berupa dana bantuan yang diberikan oleh pemerintah, merupakan bentuk inisiatif guna menyediakan sarana dan prasarana Air Limbah tanggap kebutuhan. Penanganan air limbah domestik rumah tangga menjadi fokus dalam program SANIMAS. Dengan dilaksanakannya program ini,  prasarana dan sarana air limbah domestik dapat dipilih sendiri oleh masyarakat, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dapat dibentuk guna turut serta dalam penyusunan rencana aksi kemudian mengerjakan pembangunan fisik dan dapat dibentuk pula Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP) guna mengelola kegiatan kerja dan pemeliharaan.

2.1.1        Dasar Hukum

        Adapun produk hukum berupa peraturan-peraturan yang menjadi dasar bagi Pemerintah dalam memberikan bantuan untuk melaksanakan Program SANIMAS yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perbendaharaan Negara. Peraturan Menteri PUPR Nomor: 04/PRT/M/2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik. Hingga Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 29/PRT/M/2018 tentang Standar Teknis Standar Pelayanan Minimal Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Sumber  : Surat Edaran Direktur Jendral Cipta Karya No : 04/SE/DC/2021)

 

 

2.1.2        Tujuan Program SANIMAS

       Beberapa hal yang menjadi tujuan dalam pelaksanaan program SANIMAS telah dijelaskan dalam Surat Edaran Direktur Jendral Cipta Karya No : 04/SE/DC/2021, antara lain :

1.      Meningkatkan komitmen Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan sanitasi.

2.      Meningkatkan perluasan akses sanitasi dengan menyediakan sarana dan prasarana sanitasi berwawasan, berkelanjutan, dan berkualitas sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan kualitas sumber daya air dan lingkungan;

3.      Menyediakan prasarana dan sarana air limbah domestik yang berkualitas, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan kualitas sumber daya air dan lingkungan.

2.1.3        Sasaran Program

        Terdapat 2 hal yang menjadi sasaran dalam program SANIMAS yakni :

1.      Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

2.      Masyarakat daerah rawan sanitasi

2.2  Implementasi Kebijakan

        Winarno (2007, h.148) berpendapat bahwa dalam memcahkan persoalan publik, implementasi kebijakan adalah suatu variabel penting yang mempengaruhi keberhasilan suatu kebijakan. Sedangkan Agustino (2012, h.157-161) telah menjelaskan adanya hal-hal yang mempengaruhi berhasil tidaknya sebuah kebijakan, diantaranya :

a.       Menjalankan sebuah kebijakan,

1)      Rakyat patuh dengan keputusan pemerintah.

2)      Rakyar sadar akan pentingnya sebuah kebijakan.

3)      Penerapan sanksi hukuman didalam pelaksanaan suatu kebijakan.

4)      Sebuah kebijakan digunakan untuk kepentingan umum.

5)      Mempunyai kepentingan pribadi.

6)      Ketersediaan waktu untuk melaksanakan kebijakan

b.      Penolakan  Kebijakan

c.       Sebuah kebijakan bertentangan dengan sistem nilai yang ada dalam masyarakat.

d.      Tidak ada kepastian hukum ketika melaksanakan arahan.

e.       Satu orang atau lebih adalah anggota organisasi.

f.        Orang yang tidak mematuhi hukum yang berlaku

 

2.3  Sanitasi Berbasis Masyarakat

        Sanitasi Berbasis Mayarakat SANIMAS merupakan upaya percepatan realisasi program padat karya untuk mendorong daya beli masyarakat saat pandemi Covid-19. Agar perekonomian dikawasan permukiman dapat ditingkatkan, pemerintah kab/kota harus segera menyelesaikan persoalan kemiskinan, namun pengentasan kemiskinan hingga saat ini masih menjadi tantangan. Diperlukan campurtangan pemerintah agar akses terhadap infrastruktur dasar pemukiman dapat ditingkatkan guan menghasilkan lapangan kerja bagi masyarakat.

2.3.1        Definisi Sanitasi

        Sanitasi berasal dari kata sanitation dalam bahasa inggris yang berarti penjagaan kesehatan. Sanitasi menurut World Health Organization (WHO) merupakan salah satu usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi manusia khususnya sesuatu yang berpengaruh terhadap efek, merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup.

        Entjang, 2000 berpendapat bahwa sanitasi merupakan pengawasan biologis, sosial, fisik, lingkungan, dan ekonomi yang berpengaruh terhadap kesehatan manusia dimana dengan meningkatkan dan memperbanyak lingkungan yang berguna, serta memperbaiki atau menghilangkan yang merugikan.

        Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor :965/MENKES/SK/XI/1992 telah dijelaskan bahwa sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Upaya lainya yakni dengan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yaitu menggunakan metode pemicu guna merubah perilaku sanitasi dengan memberdayakan masyarakat. Sepenuhnya sanitasi merupakan suatu kondisi pada saat sebuah kelompok masyarakat tidak melakukan BABS/Open Defecation Free (ODF).

2.3.2        Konsep Sistem Sanitasi

        Dalam buku Compendium for Sanitation System and Technology, sanitasi memiliki arti yakni sebuah proses multi-langkah, dimana semua pemanfaatan kembali/proses akhir terhadap semua limbah dari segala sumber (titik) yang ada. Proses multi-langkah disebut sebagai sistem Sanitasi. Material limbah yang memiliki nilai jual, disebut sebagai produk karena layak dikelola kembali dalam proses multi-langkah yang menghasilkan nilai tambah.

        Disebut seabagai sistem sanitasi  karena berbagai jenis produk melewati sistem yang terdiri dari berbagai tahapan. Dari setiap tahapan disebut sebagai golongan fungsional, sebab memiliki teknologi tersendiri dengan pengelolaan yang spesifik. Kelompok fungsional dapat berupa mengumpulkan, mengangkut, menyimpan sementara, atau mengelolah.

2.3.3        Sanitasi Lingkungan

        Kebersihan lingkungan pada hakikatnya adalah kondisi atau kondisi lingkungan yang optimal, sehingga berdampak positif pula terhadap derajat kesehatan yang optimal. Lingkup kesehatan lingkungan meliputi: perumahan, pembuangan kotoran manusia (feses), penyediaan air bersih, pembuangan limbah, pembuangan air kotor (limbah), kandang ternak (kandang), dll. Upaya higiene juga dapat berarti upaya untuk mengurangi jumlah kuman penyakit  di lingkungan agar tingkat kesehatan manusia tetap terjaga dengan sempurna.

        Perbaikan lingkungan merupakan upaya untuk mewujudkan lingkungan yang sehat dengan mengendalikan lingkungan fisik, terutama yang mempengaruhi perkembangan kesehatan dan kelangsungan hidup manusia. Menurut Kusnoputranto, usaha perbaikan lingkungan  adalah usaha kesehatan yang berfokus pada  pengendalian faktor lingkungan fisik yang dapat dan memang mempengaruhi perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia.

        Sanitasi Lingkungan menurut WHO (World Health Organization) yakni :

       Penyehatan lingkungan  adalah upaya untuk mengendalikan semua faktor di lingkungan fisik manusia yang dapat atau dapat  merugikan  perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia.

2.3.4        Berbasis Masyarakat

       Community Based atau yang dalam bahasa Indonesia berarti pendekatan Berbasis Masyarakat merupakan upaya pemberdayaan kapasitas masyarakat agar mampu mengenali, menalaah, dan mengambil inisiatif guna menyelesaikan permasalahan yang ada secara mandiri. Tujuan dari pendekatan yang berbasis masyarakat adalah agar kapasitas masyarakat dapat ditingkatkan serta kerentanan individu, keluarga dan masyarakat luas dapat diturunkan dalam upaya menghadapi persoalan yang terjadi di lingkungannya. Kelompok sasaran program ini adalah masyarakat rentan yang tinggal di daerah rawan yang bersedia  menerima perubahan. Pemrograman berbasis komunitas lebih menitikberatkan pada pendekatan internal daripada eksternal, dengan pendekatan bottom-up, bukan pendekatan top-down. Potensi ancamannya bukan di luar tetapi di dalam  sistem sosial. Mengurangi ancaman dan risiko  bencana harus menjadi bagian dari pertimbangan pembangunan.

       Berdasarkan penjelasan dari Theresia dkk (2014:28) pembangunan berbasis masyarakat yakni:

“Pembangunan berbasis masyarakat dipahamkan sebagai upaya pembangunan dengan mengutamakan kebutuhan/kepentingan masyarakat,  yang terencana dan terlaksana oleh masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang ada, antara lain SDA, SDM, lembaga-lembaga, nilai sosial budaya, dan lain-lain.”

 

         Mengubah sumber daya masyarakat yang bersifat potensial menjadi aktual merupakan arti dari pembangunan berbasis masyarakat. Memanfaatan potensi sumberdaya masyarakat harus diartikan sebagai usaha untuk memanfaatkan atau memobilisasi sumberdaya yang belum pernah disentuh, namun dapat diarti sebagai optimalisasi sumberdaya yang sebelumnya belum digarap. Inovatif menjadi kualitas utama manusia dalam pemanfaatan potensi sumber daya masyarakat. Sehingga sumberdaya manusia adalah sumber daya pembangunan untuk tercapainya sebuah kesejahteraan. Sumber daya manusia (human capital) mendapatkan peran serta kedudukan terpenting dalam sebuah  pembangunan sebagai pengelola dan pelaku pembangunan yang  memberi manfaat, perbaikan kehidupan, dan kesejahteraan manusia Theresia Aprilila, (2014).

2.4  Pengelolahan Limbah Rumah Tangga

        Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah :

 Yang dimaksud sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah ini dihasilkan manusia setiap melakukan aktivitas sehari-hari. Pengelolaan sampah menerapkan paradigma baru yaitu pengelolaan sampah secara holistik dari hulu sampai hilir.

a.       Jenis Sampah Berdasarkan Sifatnya

1)      Sampah Organik (Degradable);

Sampah organik yakni sampah yang bisa membusuk serta terurai sehingga dapat diolah menjadi kompos. Misalnya sisa makanan, daun kering, sayuran, dan lain-lain.

2)      Sampah Anorganik (Undegradable);

Sampah anorganik yakni sampah yang sulit membusuk dan tidak dapat terurai. Namun, sampah anorganik dapat didaur ulang menjadi sesuatu yang baru dan bermanfaat. Misalnya botol plastik, kertas bekas, karton, kaleng bekas, dan lain-lain.

        Menurut Tchobanoglous dalam Suhartono (2009), sampah rumah tangga atau yang dikenal dengan sampah rumah tangga adalah sampah yang dihasilkan dari kegiatan sehari-hari rumah tangga (tidak termasuk feses dan limbah B3). Jika terlalu banyak sampah yang menumpuk atau bahkan dibuang sembarangan, ini merupakan masalah yang mungkin muncul di kemudian hari.

2.5  Pengelolahan Kotoran Manusia

        Jamban sehat atau jamban keluarga merupakan bangunan untuk mengumpulkan dan menyimpan kotoran manusia agar tidak menjadi penyebab penyebaran penyakit dan mengotori lingkungan pemukinan,  masyarakat biasa menyebutnya kakus/WC.      

2.5.1        Kriteria Jamban Sehat

        Berdasarkan kriterian Departemen Kesehatan RI (1985), syarat sebuah jamban keluarga dikatagorikan jamban sehat, memenuhi syarat berikut :

1.      Tidak mencemari sumber air minum, maka lokasi pengambilan air limbah harus minimal 10 meter dari sumur (SPT SGL atau sumur jenis lainnya). Pengecualian untuk jarak ini juga ditemukan dalam kondisi lempung atau berkapur yang terkait dengan porositas tanah. Hal ini juga berbeda dalam kondisi topografi yang menentukan posisi jamban di depan dan arah aliran air tanah.

2.      Tidak berbau dan tidak memungkinkan serangga masuk ke dalam koleksi feses. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan menutup bukaan jamban atau menggunakan sistem leher angsa.

3.      Air kencing, air pembersih dan air bilasan tidak mencemari tanah di sekitarnya. Hal tersebut dapat dicapai dengan membuat lantai jamban dengan luas minimal 1x1 meter dengan sudut kemiringan yang cukup terhadap lubang jamban.

4.      Mudah dibersihkan, aman digunakan, untuk ini harus dibuat dari bahan yang kuat dan tahan lama, dan agar tidak mahal, bahan yang tersedia secara lokal harus digunakan;

5.      Dilengkapi dengan dinding dan langit-langit pelindung, dinding kedap air dan warna-warna cerah;

6.      Pencahayaan yang memadai;

7.      Lantai kedap air;

8.      Luas ruangan cukup atau tidak terlalu kecil;

9.      Ventilasi yang baik,

10.  Ketersediaan air dan peralatan untuk membersihkan.

 

2.5.2        Jenis-Jenis Jamban

        Berdasarkan pendapat Chayatin (2009), jenis jamban dibedakan menurut konstruksi dan metode penggunaannya antara lain :

1.      Jamban Cemplung

2.      Jamban Plengsengan

3.      Jamban bor

4.      Angsatrin (Jamban Segel Air)

5.      Jamban Di Atas Balong (Empang)

6.      Septic tank  

2.6  Kemiskinan

        Pendapat Amarta sen (1987) dalam Haughton dan Shahidur (2012) kemiskinan berkaitan dengan kemampuan menjalankan suatu fungsi dalam masyarakat. Dengan demikian kemiskinan timbul apabila masyarakat tidak memiliki pendapatan, tidak mendapatkan pendidikan yang memadai, serta kondisi kesehatan yang buruk. Kemiskinan di anggap sebagai sebuah fenomena multidimensional.

         Menurut BPS (2016) kemiskinan ialah ketidakmampuan dari segi ekonomi, materi dan fisik guna mencukupi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang di ukur dengan pengeluaran. Kemudian menurut Kuncoro (2000) kemiskinan merupakan ketidakmampuan memenuhi standar hidup minimum. Demikian dapat disimpulkan bahwa kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang atau daerah tidak dapat meningkatkan kehidupan yang layak atau dapat dikatakan tidak dapat meningkatkan standar hidup layak.

 

2.6.1        Batasan Kemiskinan atau Garis Kemiskinan

       Batasan Kemiskinan atau Garis kemiskinan menurut BPS (Badan Pusat Statistik) yakni :

       Garis Kemiskinan (GK) merupakan gambaran kebutuhan yang dikeluarkan setiap orang demi terpenuhinya kebutuhan pokok dalam satu bulan, dari kebutuhan primer hingga kebutuhan sekunder. GK terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).

       Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah nilai pengeluaran minimun untuk permintaan makanan yang terkandung dalaml 2100 kkal per orang per hari. Paket komoditi kebutuhan pangan dasar diwakilkan dalam 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).

       Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) adalah nilai pengeluaran minimum untuk permintaan selain pangan yakni rumah, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar selain pangan diwakilkan dalam 51 jenis komoditi di kota dan 47 jenis komoditi di desa.

 

2.6.2        Pendekatan Kemiskinan

        Pendekatan kemiskinan yang dilakukan BPS (Badan Pusat Statistik) :

       Menghitung garis kemiskinan menggunakan ukuran pendapatan. Batas kemiskinan dihitung dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita dalam satu bulan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan makann minum dan bukan makanan. Mengenai kebutuhan makanan digunakan patokan 2100 kalori/hari, dan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta barang dan jasa.

 

2.6.3        Penanggulangan Kemiskinan

        Secara umum telah diakui adanya paradigma baru dalam menanggulangi kemiskinan pada banyak negara berkembang  saat ini (ul Haq, 1995). Kebijaksanaan dalam menanggulangi kemiskinan yang dikemukakan oleh Sumodiningrat (1996) dibedakan menjadi 3 kelompok, yakni :

1)      Dengan tidak langsung kebijaksanaan tidak mengarah kesasaran, namun memberi dukungan kegiatan sosial ekonomi masyarakat miskin.

2)      Kebijaksaan langsung terarah ke dalam meningkatnya kegiatan ekonomi golongan sasaran.

3)      Kebijaksanaan khusus dengan jangkauan warga miskin dan daerah pelosok melalui upaya khusus.

Kebijaksanaan non langsung mengarah ke terciptanya keadaan untuk menjamin berlangsungnya upaya untuk meningkatkan pemerataan pembangunan dan menaggulangi kemiskinan, menyediakan sarana dan prasarana, menguatkan lembaga dan menyempurnakan aturan perundang-undangan yang berperan dalam menunjang kegiatan sosial ekonomi rakyat.

Kebijaksanaan langsung terarah untuk meningkatkan pintu pada prasarana dan sarana yang memberi dukungan dengan penyediaan kebutuhan dasar dalam bentuk pangan, sandang, perumahan, kesehatan dan pendidikan. Disisi lain, kebijaksanaan khusus memprioritaskan  masyarakat miskin di daerah plosok untuk  melakukan kegiatan sosial ekonomi sesuai budaya masyarakat sekitar. Konsep diatas dapat memberi gambaran kemiskinan penduduk berkaitan dengan pendapatan penduduk yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan dasar yakni sandang, pangan, pemukiman, kesehatan dan pendidikan

2.7  Kesehatan Masyarakat Melalui Sanitasi

        WHO (2008) mengemukakan bahwa tujuan utama kesehatan masyarakat adalah melindungi dan meningkatkan kesehatan penduduk dengan menggunakan tiga cara, yakni :

1)      Melindungi penduduk dari ancaman kesehatan (health protetion)

2)      Pencegahan kejadian penakit (disease prevention)

3)      Peningktan derajat kesehatan penduduk (health promotiion)

       Sanitasi yang buruk mengancam kesehtan manusia, salah satunya yakni diare. Menurut WHO pada 2019, tidak kurang dari 827 orang meninggal  setiap tahun karena buruknya akses sanitasi di wilayah mereka. Sekitar 60% dari kematian ini disebabkan oleh diare. Kebersihan yang baik tidak hanya mencegah orang dari sakit, tetapi juga membawa beberapa manfaat. Manfaat kebersihan yang baik bagi kesehatan manusia adalah:

1)      Mengurangi penyebaran infeksi cacing usus, salah satu penyakit yang banyak diderita masyarakat di negara tropis.

2)      Mengurangi keparahan dan dampak gizi buruk

3)      Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan

4)      Menjamin ketersediaan air bersih yang tidak tercemar limbah.

 

2.8  Urgensi Sanitasi Berbasis Komunitas

       Komunitas adalah sekelompok orang yang berinteraksi secara sosial untuk mencapai tujuan berdasarkan kesamaan kebutuhan dan nilai bersama. Bentuk kegiatan partisipasi masyarakat oleh Dusseldorp (1981), yaitu:

1.      Menjadi anggota kelompok masyarakat;

2.      Partisipasi dalam kegiatan diskusi kelompok;

3.      Berpartisipasi dalam kegiatan organisasi untuk mendorong partisipasi masyarakat  lain;

4.      Memobilisasi Sumber Daya Masyarakat;

5.      Berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan;

6.      Memanfaatkan hasil kegiatan masyarakat.

 

        Sanitasi berbasis komunitas mendukung terciptanya pola prilaku komunitas yang higien dan saniter guna tercitanya sanitasi total. Output dari pentinya sanitasi berbasis komunitas yakni setiap komunitas memiliki akses ke peralatan kebersihan dasar, sehingga masyarakat dalapat membuat komunitas tanpa buang air besar di mana saja Open Defecation Free (ODF).

2.9  Peran Kemandirian Masyarakat Dalam Proses Sanitasi

       Adanya keterbatasan pemerintah dalam dana, sumber daya manusia, dan waktu sehingga proses perencanaan, pelaksanaan pembangunan, pemanfaatan hingga pengendalian sudah semestinya dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat. Keterlibatan masyarakat memberikan dorongan dalam meperbesar kapasitas pengelolahan sarana dan prasarana santasi. Pemberdayaan masyarakat selain untuk mengelolah sarana dan prasarana yang terbangun, juga dalam kerangka pengolahan dan pendirian secara mandiri.

       Peran kemadirian masyarakat dalam sanitasi yakni dengan menyelenggrakan lima pilar yakni :

a.       Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop-BABS)

       Menghentikan buang air besar sembarangan adalah keadaan semua individu di masyarakat yang tidak lagi melakukan buang air besar sembarangan yang dapat menularkan penyakit. Saat berhenti buang air besar, peralatan kebersihan yang digunakan berupa jamban sehat. 

b.      Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

       Pada pilar ini tindakan mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun. Fasilitas CTPS harus memenuhi kriteria utama: sistem pengumpulan atau pembuangan air limbah yang aman, air yang dapat dialirkan, sabun, dan  air limbah.

c.       Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMMRT)

      Pilar ini dilakukan dengan pengelolaan air minum dan makanan di rumah tangga guna meningkatkan serta menjaga kualitas air dari sumbernya juga agar prinsip higiene sanitasi pangan dalam mengelola makanan di rumah tangga dapat diterapkan. 

d.      Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PS-RT)

       Pilar ini dilakukan dengan mengelola sampah rumah tangga dengan mengutamakan prinsip mengurangi, memakai ulang dan mendaur ulang. Tujuan dari pengamanan sampah rumah tangga yaitu untuk menghindari penyimpanan sampah rumah tangga dengan segera menangani sampah.

e.       Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT)

       Pengamanan limbah cair rumah tangga dilakukan dengan mengelola limbah cair di rumah tangga yang dihasilakan dari sisa  seluruh kegiatan rumah tangga yang menggunakan air yang sesuai dengan baku mutu sanitasi dan persyaratan sanitasi kesehatan yang dapat menghentikan penularan penyakit. Proses yang dilakukan dalam pilar ini agar tidak mengakibatkan genangan air limbah yang dapat memicu timbulnya penyakit berbasis lingkungan.

Continue reading IMPLEMENTASI PROGRAM GERAKAN SANITASI BERBASIS MASYARAKAT