1. Implementasi
Program Sanitasi Berbasis Masyarakat
Kegiatan sanitasi berbasis masyarakat
(SANIMAS) mengedepankan MBR di wilayah rawan sanitasi berupa peyediaan sarana
dan prasarana limbah domestik. Program SANIMAS yang berupa dana bantuan yang
diberikan oleh pemerintah, merupakan bentuk inisiatif guna menyediakan sarana dan
prasarana Air Limbah tanggap kebutuhan. Penanganan air limbah domestik rumah
tangga menjadi fokus dalam program SANIMAS. Dengan dilaksanakannya program ini,
prasarana dan sarana air limbah domestik
dapat dipilih sendiri oleh masyarakat, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dapat
dibentuk guna turut serta dalam penyusunan rencana aksi kemudian mengerjakan
pembangunan fisik dan dapat dibentuk pula Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara
(KPP) guna mengelola kegiatan kerja dan pemeliharaan.
2.1.1
Dasar
Hukum
Adapun produk hukum berupa
peraturan-peraturan yang menjadi dasar bagi Pemerintah dalam memberikan bantuan
untuk melaksanakan Program SANIMAS yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
tentang Perbendaharaan Negara. Peraturan Menteri PUPR Nomor: 04/PRT/M/2017
tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik. Hingga Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum nomor 29/PRT/M/2018 tentang Standar Teknis Standar
Pelayanan Minimal Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Sumber : Surat Edaran Direktur Jendral Cipta Karya
No : 04/SE/DC/2021)
2.1.2
Tujuan
Program SANIMAS
Beberapa hal yang menjadi tujuan dalam pelaksanaan
program SANIMAS telah dijelaskan dalam Surat Edaran Direktur Jendral Cipta
Karya No : 04/SE/DC/2021, antara lain :
1. Meningkatkan
komitmen Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan sanitasi.
2. Meningkatkan
perluasan akses sanitasi dengan menyediakan sarana dan prasarana sanitasi
berwawasan, berkelanjutan, dan berkualitas sesuai dengan kebutuhan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya air dan lingkungan;
3. Menyediakan
prasarana dan sarana air limbah domestik yang berkualitas, berkelanjutan, dan
berwawasan lingkungan sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan kualitas
sumber daya air dan lingkungan.
2.1.3
Sasaran
Program
Terdapat 2 hal yang menjadi sasaran dalam
program SANIMAS yakni :
1. Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota.
2. Masyarakat
daerah rawan sanitasi
2.2
Implementasi
Kebijakan
Winarno
(2007, h.148) berpendapat bahwa dalam memcahkan persoalan publik, implementasi
kebijakan adalah suatu variabel penting yang mempengaruhi keberhasilan suatu kebijakan.
Sedangkan Agustino (2012, h.157-161) telah menjelaskan adanya hal-hal yang
mempengaruhi berhasil tidaknya sebuah kebijakan, diantaranya :
a.
Menjalankan sebuah kebijakan,
1)
Rakyat patuh dengan keputusan pemerintah.
2)
Rakyar sadar akan pentingnya sebuah
kebijakan.
3)
Penerapan sanksi hukuman didalam
pelaksanaan suatu kebijakan.
4)
Sebuah kebijakan digunakan untuk
kepentingan umum.
5)
Mempunyai kepentingan pribadi.
6)
Ketersediaan waktu untuk melaksanakan
kebijakan
b.
Penolakan
Kebijakan
c.
Sebuah kebijakan bertentangan dengan
sistem nilai yang ada dalam masyarakat.
d.
Tidak ada kepastian hukum ketika
melaksanakan arahan.
e.
Satu orang atau lebih adalah anggota
organisasi.
f.
Orang yang tidak mematuhi hukum yang
berlaku
2.3
Sanitasi Berbasis
Masyarakat
Sanitasi Berbasis Mayarakat SANIMAS
merupakan upaya percepatan realisasi program padat karya untuk mendorong daya
beli masyarakat saat pandemi Covid-19.
Agar perekonomian dikawasan permukiman dapat ditingkatkan, pemerintah kab/kota
harus segera menyelesaikan persoalan kemiskinan, namun pengentasan kemiskinan
hingga saat ini masih menjadi tantangan. Diperlukan campurtangan pemerintah
agar akses terhadap infrastruktur dasar pemukiman dapat ditingkatkan guan
menghasilkan lapangan kerja bagi masyarakat.
2.3.1
Definisi
Sanitasi
Sanitasi
berasal dari kata sanitation dalam
bahasa inggris yang berarti penjagaan kesehatan. Sanitasi menurut World Health Organization (WHO) merupakan
salah satu usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik yang dapat
mempengaruhi manusia khususnya sesuatu yang berpengaruh terhadap efek, merusak
perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup.
Entjang, 2000 berpendapat bahwa
sanitasi merupakan pengawasan biologis, sosial, fisik, lingkungan, dan ekonomi
yang berpengaruh terhadap kesehatan manusia dimana dengan meningkatkan dan
memperbanyak lingkungan yang berguna, serta memperbaiki atau menghilangkan yang
merugikan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor :965/MENKES/SK/XI/1992 telah dijelaskan bahwa sanitasi
adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang
memenuhi persyaratan kesehatan. Upaya lainya yakni dengan Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM) yaitu menggunakan metode pemicu guna merubah perilaku
sanitasi dengan memberdayakan masyarakat. Sepenuhnya sanitasi merupakan suatu
kondisi pada saat sebuah kelompok masyarakat tidak melakukan BABS/Open Defecation Free (ODF).
2.3.2
Konsep
Sistem Sanitasi
Dalam buku Compendium for Sanitation System and Technology, sanitasi memiliki
arti yakni sebuah proses multi-langkah, dimana semua pemanfaatan kembali/proses
akhir terhadap semua limbah dari segala sumber (titik) yang ada. Proses
multi-langkah disebut sebagai sistem Sanitasi. Material limbah yang memiliki
nilai jual, disebut sebagai produk karena layak dikelola kembali dalam proses
multi-langkah yang menghasilkan nilai tambah.
Disebut seabagai sistem sanitasi karena berbagai jenis produk melewati sistem
yang terdiri dari berbagai tahapan. Dari setiap tahapan disebut sebagai
golongan fungsional, sebab memiliki teknologi tersendiri dengan pengelolaan
yang spesifik. Kelompok fungsional dapat berupa mengumpulkan, mengangkut,
menyimpan sementara, atau mengelolah.
2.3.3
Sanitasi
Lingkungan
Kebersihan
lingkungan pada hakikatnya adalah kondisi atau kondisi lingkungan yang optimal,
sehingga berdampak positif pula terhadap derajat kesehatan yang optimal.
Lingkup kesehatan lingkungan meliputi: perumahan, pembuangan kotoran manusia
(feses), penyediaan air bersih, pembuangan limbah, pembuangan air kotor
(limbah), kandang ternak (kandang), dll. Upaya higiene juga dapat berarti upaya
untuk mengurangi jumlah kuman penyakit
di lingkungan agar tingkat kesehatan manusia tetap terjaga dengan
sempurna.
Perbaikan lingkungan merupakan upaya
untuk mewujudkan lingkungan yang sehat dengan mengendalikan lingkungan fisik,
terutama yang mempengaruhi perkembangan kesehatan dan kelangsungan hidup
manusia. Menurut Kusnoputranto, usaha perbaikan lingkungan adalah usaha kesehatan yang berfokus
pada pengendalian faktor lingkungan
fisik yang dapat dan memang mempengaruhi perkembangan fisik, kesehatan, dan
kelangsungan hidup manusia.
Sanitasi Lingkungan menurut WHO (World Health Organization) yakni :
Penyehatan lingkungan adalah upaya untuk mengendalikan semua faktor
di lingkungan fisik manusia yang dapat atau dapat merugikan
perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia.
2.3.4
Berbasis
Masyarakat
Community
Based atau yang dalam bahasa Indonesia berarti pendekatan Berbasis
Masyarakat merupakan upaya pemberdayaan kapasitas masyarakat agar mampu
mengenali, menalaah, dan mengambil inisiatif guna menyelesaikan permasalahan
yang ada secara mandiri. Tujuan dari pendekatan yang berbasis masyarakat adalah
agar kapasitas masyarakat dapat ditingkatkan serta kerentanan individu,
keluarga dan masyarakat luas dapat diturunkan dalam upaya menghadapi persoalan
yang terjadi di lingkungannya. Kelompok sasaran program ini adalah masyarakat
rentan yang tinggal di daerah rawan yang bersedia menerima perubahan. Pemrograman berbasis
komunitas lebih menitikberatkan pada pendekatan internal daripada eksternal,
dengan pendekatan bottom-up, bukan pendekatan top-down. Potensi ancamannya
bukan di luar tetapi di dalam sistem
sosial. Mengurangi ancaman dan risiko
bencana harus menjadi bagian dari pertimbangan pembangunan.
Berdasarkan penjelasan dari Theresia dkk
(2014:28) pembangunan berbasis masyarakat yakni:
“Pembangunan berbasis masyarakat dipahamkan sebagai
upaya pembangunan dengan mengutamakan kebutuhan/kepentingan masyarakat, yang terencana dan terlaksana oleh masyarakat
dengan menggunakan sumber daya yang ada, antara lain SDA, SDM, lembaga-lembaga,
nilai sosial budaya, dan lain-lain.”
Mengubah sumber daya masyarakat yang
bersifat potensial menjadi aktual merupakan arti dari pembangunan berbasis
masyarakat. Memanfaatan potensi sumberdaya masyarakat harus diartikan sebagai
usaha untuk memanfaatkan atau memobilisasi sumberdaya yang belum pernah disentuh,
namun dapat diarti sebagai optimalisasi sumberdaya yang sebelumnya belum digarap.
Inovatif menjadi kualitas utama manusia dalam pemanfaatan potensi sumber daya
masyarakat. Sehingga sumberdaya manusia adalah sumber daya pembangunan untuk
tercapainya sebuah kesejahteraan. Sumber daya manusia (human capital) mendapatkan peran serta kedudukan terpenting dalam
sebuah pembangunan sebagai pengelola dan
pelaku pembangunan yang memberi manfaat,
perbaikan kehidupan, dan kesejahteraan manusia Theresia Aprilila, (2014).
2.4 Pengelolahan Limbah Rumah Tangga
Menurut Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah :
Yang dimaksud sampah adalah sisa kegiatan
sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah ini
dihasilkan manusia setiap melakukan aktivitas sehari-hari. Pengelolaan sampah
menerapkan paradigma baru yaitu pengelolaan sampah secara holistik dari hulu
sampai hilir.
a. Jenis Sampah Berdasarkan Sifatnya
1) Sampah Organik (Degradable);
Sampah organik yakni sampah yang bisa membusuk serta
terurai sehingga dapat diolah menjadi kompos. Misalnya sisa makanan, daun
kering, sayuran, dan lain-lain.
2) Sampah Anorganik (Undegradable);
Sampah anorganik yakni sampah yang sulit membusuk dan
tidak dapat terurai. Namun, sampah anorganik dapat didaur ulang menjadi sesuatu
yang baru dan bermanfaat. Misalnya botol plastik, kertas bekas, karton, kaleng
bekas, dan lain-lain.
Menurut Tchobanoglous dalam Suhartono
(2009), sampah rumah tangga atau yang dikenal dengan sampah rumah tangga adalah
sampah yang dihasilkan dari kegiatan sehari-hari rumah tangga (tidak termasuk
feses dan limbah B3). Jika terlalu banyak sampah yang menumpuk atau bahkan
dibuang sembarangan, ini merupakan masalah yang mungkin muncul di kemudian
hari.
2.5 Pengelolahan Kotoran Manusia
Jamban sehat atau jamban keluarga merupakan
bangunan untuk mengumpulkan dan menyimpan kotoran manusia agar tidak menjadi
penyebab penyebaran penyakit dan mengotori lingkungan pemukinan, masyarakat biasa menyebutnya kakus/WC.
2.5.1
Kriteria
Jamban Sehat
Berdasarkan kriterian Departemen Kesehatan RI (1985), syarat sebuah jamban keluarga dikatagorikan jamban sehat,
memenuhi syarat berikut :
1.
Tidak mencemari sumber air
minum, maka lokasi pengambilan air limbah harus minimal 10 meter dari sumur
(SPT SGL atau sumur jenis lainnya). Pengecualian untuk jarak ini juga ditemukan
dalam kondisi lempung atau berkapur yang terkait dengan porositas tanah. Hal
ini juga berbeda dalam kondisi topografi yang menentukan posisi jamban di depan
dan arah aliran air tanah.
2.
Tidak berbau dan tidak
memungkinkan serangga masuk ke dalam koleksi feses. Hal ini dapat dilakukan
misalnya dengan menutup bukaan jamban atau menggunakan sistem leher angsa.
3.
Air kencing, air pembersih dan
air bilasan tidak mencemari tanah di sekitarnya. Hal tersebut dapat dicapai
dengan membuat lantai jamban dengan luas minimal 1x1 meter dengan sudut
kemiringan yang cukup terhadap lubang jamban.
4.
Mudah dibersihkan, aman
digunakan, untuk ini harus dibuat dari bahan yang kuat dan tahan lama, dan agar
tidak mahal, bahan yang tersedia secara lokal harus digunakan;
5.
Dilengkapi dengan dinding dan
langit-langit pelindung, dinding kedap air dan warna-warna cerah;
6.
Pencahayaan yang memadai;
7.
Lantai kedap air;
8.
Luas ruangan cukup atau tidak
terlalu kecil;
9.
Ventilasi yang baik,
10.
Ketersediaan air dan peralatan
untuk membersihkan.
2.5.2
Jenis-Jenis
Jamban
Berdasarkan pendapat Chayatin (2009), jenis
jamban dibedakan menurut konstruksi dan metode penggunaannya antara lain :
1. Jamban Cemplung
2. Jamban Plengsengan
3. Jamban bor
4. Angsatrin (Jamban Segel Air)
5. Jamban Di Atas Balong (Empang)
6. Septic tank
2.6 Kemiskinan
Pendapat
Amarta sen (1987) dalam Haughton dan Shahidur (2012) kemiskinan berkaitan
dengan kemampuan menjalankan suatu fungsi dalam masyarakat. Dengan demikian
kemiskinan timbul apabila masyarakat tidak memiliki pendapatan, tidak
mendapatkan pendidikan yang memadai, serta kondisi kesehatan yang buruk.
Kemiskinan di anggap sebagai sebuah fenomena multidimensional.
Menurut BPS (2016) kemiskinan ialah
ketidakmampuan dari segi ekonomi, materi dan fisik guna mencukupi kebutuhan
dasar makanan dan bukan makanan yang di ukur dengan pengeluaran. Kemudian
menurut Kuncoro (2000) kemiskinan merupakan ketidakmampuan memenuhi standar
hidup minimum. Demikian dapat disimpulkan bahwa kemiskinan merupakan suatu
keadaan dimana seseorang atau daerah tidak dapat meningkatkan kehidupan yang
layak atau dapat dikatakan tidak dapat meningkatkan standar hidup layak.
2.6.1
Batasan
Kemiskinan atau Garis Kemiskinan
Batasan
Kemiskinan atau Garis kemiskinan menurut BPS (Badan Pusat Statistik) yakni :
Garis
Kemiskinan (GK) merupakan gambaran kebutuhan yang dikeluarkan setiap orang demi
terpenuhinya kebutuhan pokok dalam satu bulan, dari kebutuhan primer hingga
kebutuhan sekunder. GK terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis
Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).
Garis Kemiskinan
Makanan (GKM) adalah nilai pengeluaran minimun untuk permintaan makanan yang terkandung
dalaml 2100 kkal per orang per hari. Paket komoditi kebutuhan pangan dasar
diwakilkan dalam 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging,
telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
Garis
Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) adalah nilai pengeluaran minimum untuk permintaan
selain pangan yakni rumah, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi
kebutuhan dasar selain pangan diwakilkan dalam 51 jenis komoditi di kota dan 47
jenis komoditi di desa.
2.6.2
Pendekatan
Kemiskinan
Pendekatan kemiskinan yang dilakukan
BPS (Badan Pusat Statistik) :
Menghitung
garis kemiskinan menggunakan ukuran pendapatan. Batas kemiskinan dihitung dari
besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita dalam satu bulan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan makann minum dan bukan makanan. Mengenai kebutuhan makanan
digunakan patokan 2100 kalori/hari, dan pengeluaran kebutuhan minimum bukan
makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta barang dan jasa.
2.6.3
Penanggulangan
Kemiskinan
Secara umum
telah diakui adanya paradigma baru dalam menanggulangi kemiskinan pada banyak
negara berkembang saat ini (ul Haq, 1995).
Kebijaksanaan dalam menanggulangi kemiskinan yang dikemukakan oleh
Sumodiningrat (1996) dibedakan menjadi 3 kelompok, yakni :
1) Dengan tidak langsung kebijaksanaan
tidak mengarah kesasaran, namun memberi dukungan kegiatan sosial ekonomi
masyarakat miskin.
2) Kebijaksaan langsung terarah ke
dalam meningkatnya kegiatan ekonomi golongan sasaran.
3) Kebijaksanaan khusus dengan
jangkauan warga miskin dan daerah pelosok melalui upaya khusus.
Kebijaksanaan non langsung mengarah ke terciptanya
keadaan untuk menjamin berlangsungnya upaya untuk meningkatkan pemerataan
pembangunan dan menaggulangi kemiskinan, menyediakan sarana dan prasarana,
menguatkan lembaga dan menyempurnakan aturan perundang-undangan yang berperan
dalam menunjang kegiatan sosial ekonomi rakyat.
Kebijaksanaan langsung terarah untuk meningkatkan
pintu pada prasarana dan sarana yang memberi dukungan dengan penyediaan
kebutuhan dasar dalam bentuk pangan, sandang, perumahan, kesehatan dan
pendidikan. Disisi lain, kebijaksanaan khusus memprioritaskan masyarakat miskin di daerah plosok untuk melakukan kegiatan sosial ekonomi sesuai
budaya masyarakat sekitar. Konsep diatas dapat memberi gambaran kemiskinan
penduduk berkaitan dengan pendapatan penduduk yang digunakan untuk mencukupi
kebutuhan dasar yakni sandang, pangan, pemukiman, kesehatan dan pendidikan
2.7 Kesehatan Masyarakat Melalui
Sanitasi
WHO (2008) mengemukakan bahwa tujuan
utama kesehatan masyarakat adalah melindungi dan meningkatkan kesehatan
penduduk dengan menggunakan tiga cara, yakni :
1)
Melindungi penduduk dari ancaman
kesehatan (health protetion)
2)
Pencegahan kejadian penakit (disease prevention)
3)
Peningktan derajat kesehatan
penduduk (health promotiion)
Sanitasi yang buruk mengancam kesehtan
manusia, salah satunya yakni diare. Menurut WHO pada 2019, tidak kurang dari
827 orang meninggal setiap tahun karena
buruknya akses sanitasi di wilayah mereka. Sekitar 60% dari kematian ini
disebabkan oleh diare. Kebersihan yang baik tidak hanya mencegah orang dari
sakit, tetapi juga membawa beberapa manfaat. Manfaat kebersihan yang baik bagi
kesehatan manusia adalah:
1)
Mengurangi penyebaran infeksi cacing
usus, salah satu penyakit yang banyak diderita masyarakat di negara tropis.
2)
Mengurangi keparahan dan dampak gizi
buruk
3)
Meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat secara keseluruhan
4)
Menjamin ketersediaan air bersih
yang tidak tercemar limbah.
2.8 Urgensi Sanitasi Berbasis Komunitas
Komunitas adalah sekelompok orang yang
berinteraksi secara sosial untuk mencapai tujuan berdasarkan kesamaan kebutuhan
dan nilai bersama. Bentuk kegiatan partisipasi masyarakat oleh Dusseldorp
(1981), yaitu:
1. Menjadi anggota kelompok masyarakat;
2. Partisipasi dalam kegiatan diskusi
kelompok;
3. Berpartisipasi dalam kegiatan
organisasi untuk mendorong partisipasi masyarakat lain;
4. Memobilisasi Sumber Daya Masyarakat;
5. Berpartisipasi dalam proses
pengambilan keputusan;
6. Memanfaatkan hasil kegiatan
masyarakat.
Sanitasi berbasis komunitas mendukung
terciptanya pola prilaku komunitas yang higien
dan saniter guna tercitanya sanitasi
total. Output dari pentinya sanitasi
berbasis komunitas yakni setiap komunitas memiliki akses ke peralatan
kebersihan dasar, sehingga masyarakat dalapat membuat komunitas tanpa buang air
besar di mana saja Open Defecation Free (ODF).
2.9 Peran Kemandirian Masyarakat Dalam
Proses Sanitasi
Adanya keterbatasan pemerintah dalam
dana, sumber daya manusia, dan waktu sehingga proses perencanaan, pelaksanaan
pembangunan, pemanfaatan hingga pengendalian sudah semestinya dilakukan dengan
melibatkan peran masyarakat. Keterlibatan masyarakat memberikan dorongan dalam
meperbesar kapasitas pengelolahan sarana dan prasarana santasi. Pemberdayaan
masyarakat selain untuk mengelolah sarana dan prasarana yang terbangun, juga
dalam kerangka pengolahan dan pendirian secara mandiri.
Peran kemadirian masyarakat dalam
sanitasi yakni dengan menyelenggrakan lima pilar yakni :
a.
Stop Buang Air Besar Sembarangan
(Stop-BABS)
Menghentikan buang air besar sembarangan
adalah keadaan semua individu di masyarakat yang tidak lagi melakukan buang air
besar sembarangan yang dapat menularkan penyakit. Saat berhenti buang air
besar, peralatan kebersihan yang digunakan berupa jamban sehat.
b.
Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Pada pilar ini tindakan mencuci tangan
dengan air bersih yang mengalir dan sabun. Fasilitas CTPS harus memenuhi
kriteria utama: sistem pengumpulan atau pembuangan air limbah yang aman, air
yang dapat dialirkan, sabun, dan air limbah.
c.
Pengelolaan Air Minum dan Makanan
Rumah Tangga (PAMMRT)
Pilar ini dilakukan dengan pengelolaan air
minum dan makanan di rumah tangga guna meningkatkan serta menjaga kualitas air
dari sumbernya juga agar prinsip higiene
sanitasi pangan dalam mengelola makanan di rumah tangga dapat diterapkan.
d.
Pengamanan Sampah Rumah Tangga
(PS-RT)
Pilar ini dilakukan dengan mengelola
sampah rumah tangga dengan mengutamakan prinsip mengurangi, memakai ulang dan
mendaur ulang. Tujuan dari pengamanan sampah rumah tangga yaitu untuk
menghindari penyimpanan sampah rumah tangga dengan segera menangani sampah.
e.
Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga
(PLC-RT)
Pengamanan limbah cair rumah tangga dilakukan dengan mengelola limbah cair di rumah tangga yang dihasilakan dari sisa seluruh kegiatan rumah tangga yang menggunakan air yang sesuai dengan baku mutu sanitasi dan persyaratan sanitasi kesehatan yang dapat menghentikan penularan penyakit. Proses yang dilakukan dalam pilar ini agar tidak mengakibatkan genangan air limbah yang dapat memicu timbulnya penyakit berbasis lingkungan.