Jumat, Desember 09, 2022

PRESEPSI MAHASISWA PAPUA TENTANG IMPLEMENTASI OTONOM KHUSUS JILID I BAGI PROVINSI PAPUA

 



Pengertian Otonomi Daerah

1.      Otonomi atau autonomy berasal dari Bahasa Yunani, auto yang berarti sendiri dan namous yang berarti hukum atau peraturan. Dengan demikian, otonomi adalah pemerintahan yang mampu menyelenggarakan pemerintahan yang di tuangkan dalam peraturan sendiri sesuai dengan aspirasi masyarakatnya. Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut menurut Prakarsa sendiri berdasarkan masyarakat dalam system Negara Kesatuan Repubublik Indonesia (Utang Rosidin: 2015:75).

2.      Menurut undang-undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemrintah Daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

 mengatur dan mengurus sendiri urusan rumah pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3.      Selain itu, Bagir Manan dalam (Andi Mustari Pide 1999:40) mendefinisikan otonomi daerah adalah kebebasan dan kemandirian (vrijheid dan selfstandigheid) satuan pemerintahan lebih rendah untuk mengatur dan mengurus sebagaian urusan pemerintah. Urusan pemerintah yang boleh diatur dan di urus secara bebas dan mandiri itu menjadi atau merupakan urusan rumah tangga satuhan pemerintahan yang lebih rendah tersebut. Kekbebesan dan kemandirian hakekat isi otonomi. Kebebasan dan kemandirian dalam otonomi sering menimbulakan salah pengertian dan bahkan kekhawatiran. Otonomi dicurigai mengandung “cacat alami” yang senantiasa mengacam kesatuan. Salah pengertian ini di pahami, baik karena kurangnya pemahaman maupun pengalaman -pengalaman masa lalu dimana pernah terjadi peristiwa yang mengancam integrasi nasional.

4.      Selain itu senada di kemukakan oleh Soenarko dalam (Andi Mustari Pide 1999:41) otonomi harus tetap diliputi oleh rasa kesatuan negara, yaitu sifatnya harus tetap “otonomi unitaris” dan jangan merupakan jalan untuk menuju kearah pembagunan negara federal atau menimbulakan aliran-aliran separatarisme kedaerahan. Jika kita terlalu erat menarik tali persatuan, mungkin kebebasan daerah akan menghembus nafas yang penghabisan, tetapi jika kita terlalu longkar mengekangnya, mungkin sekali kesatuan kita akan pecah-pecah. Kebutuhan akan persatuan dan kebutuhan akan kebebasan di daerah-daerah harus di imbang-imbangkan dengan penegakan baik tenagah-tenagah sentripetal ataupun yang sentrifugal yang melampaui batas.

                      2.1.2. Prinsip – Prinsip Otonomi Daerah

Salah satu prinsip otonomi daerah yang dianut oleh undang-undang No 5 Tahun 1994 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah adalah otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab lebih merupakan kewajiban darah dari pada hak. Sedangkan prinsip otonomi daerah yang dianut oleh undang-undang No.32 Tahun 2004 tetang pemerintah daerah adalah otonomi daerah yang luas.nyata dan bertanggung jawab, maka memberikan kewenangan yang lebih banyak kepada daerah Kabupaten/Kota di dasarkan atas asas desentralisasi.

Kewenagan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab Imanaaimana di maksud dalam penjelasan umum Udang-undang No.23 Tahun 2004 adalah :

1.      Otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelengarakan pemerintah yang mencakup kewenagan semua bidang kecuali kewenagan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, moneter, fiscal, agama serta kewenagan di pihak lainnya, yang di tetapkan oleh pemerintah. Di samping itu keleluasaan otonomi daerah mencakup pula kewenagan yang utuh dan bulat dalam penjelenggaraan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengawasan, pengadilan dan evaluasi.

2.      Tujuan dari otonomi juga untuk lebih minigkatkan pemerataan pembagunan, namun bukan pemekaran daerah.

3.      Pelaksanaan otonomi daerah di laksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan ke anekaragaman daerah.

4.      Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom dan karenanya dalam daerah Kabupaten/Kota tidak ada lagi wilayah administrasi. Demikian pula di daerah-daerah khusus yang di bina oleh pemerintah pusat atau pihak lain seperti badan otorita, Kawasan Pelabuhan, Kawasan perumahan, Kawasan industri, Kawasan perkebunan, Kawasan berkotaan, baru, Kawasan pariwisata dan semacamnya berlaku ketentuaan peraturan daerah otonomi.

5.      Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi anggaran atas penjelengaraan pemerintah daerah.

6.      Pelaksaaan asas desentralisasi di letakan pada daerah provinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu yang dilimbahkan kepada gubernur sebagai wakil dari pemerintah daerah.

7.      Pelaksanaan asas tugas pemantauan di mungkinankan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerha kepada Desa yang di sertai dengan pembiayaa, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan pertanggungjawabannya kepada yang menugaskannya.

2.1.3.      Asas – Asas Otonomi Daerah

       Di Indonesia, penyelengaraan pemerintah di dalam kerangka negara kesatuan mengunakan beberapa asas penyelengaraan pemerintah,yaitu: desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pemantauan

1.      Desentralisasi

Hoogerwerf mengemukakan :

“Desentralisasi adalah sebagai pengakuaan atau penyerahan wewenang oleh badan-badan umum yang lebih tinggi kepada badan-badan umum yang lebih rendah yang secara mandiri mengambil keputusan pengaturan dan pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi dari hal itu”.

Menurut  Bayu Surianigrat, mengemukakan bahawa :

1.    Desentralisasi jabatan, yaitu pemundaraan kekuasaan atau lebih tepat perlimpahan kekuasaan dari atas ke pada bawahannya dalam rangka kepegawaian untuk meningkatkan kelenjaran pekerjaan. Oleh karena itu desentraliasi juga di sebut dekonsentrasi.

2.         Desentralisasi kenegaraan, yaitu penyerahan kekuasaan untuk mewujudkan asas demokrasi dalam pemerintah negara. Di dalam desentralisasi ini rakyat secara langsung mempunyai kesempatan untuk  turut serta dalam penyelengaraan pemerintah di daerah.

2.      Dekonsetrasi

Henry Maddick menjelaskan :

Dekonsentrasi adalah pelimbahan wewenang untuk melepaskan fungsi-fungsi tertentu kepada pejabat pusat. Oleh karena itu, dokonsentrasi menciptakan local state government atau field administration / wilayah administrasi.

3.      Tugas Pemantauan

Kusumohatmadja mengartikan sebagia :

Mendefenisikan sebagai pemeberian kemungkinan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang lebih atas untuk meminta bantuan kepada pemerintah daerah yang tingkatnya lebih rendah agar penyelengaraan tugas atau urusan rumah tanggah daerah yang di tingkat yang lebih atas.

Dalam menjalankan mendebewind tersebut,urusan-urusan yang di selengarakan oleh pemerintah masih tetap merupakan urusan pusat/daerah ayang lebih ats., tidak berali menjadi urusan rumah tanggayang diminta bantuan.

2.3 Teori Otonomi Khusus Papua

   2.2.1 Pengertian Otonomi Khusus Papua

Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua adalah suatu kebijakan yang bernilai strategis dalam rangka peningkatan pelayanan (service), dan akselerasi pembagunan (acceleration development),serta pemberdayaan (empowerment) seluruh rakyat di Provinsi Papua, terutama orang asli papua (OAP).

Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua pada dasarnya adalah pemberian kewenangan yang lebih luas bagi Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dan kepada rakyat Papua untuk mengatur dan menngurus diri sendiri berdasark an aspirasi rakyat Papua.  Sebagai akibat dari penetapan Otonomi Khusus ini, maka ada perlakuan perbeda yang di berikan pemerintah kepada Provinsi Papua dan tidak berlaku bagi Provinsi lain di Indonesia, seiring dengan itu terdapat pula hal-hal yang berlaku di daerah lain yang perlakukan di Provinsi Papua. 

Istilah “Otonomi” dalam Otonomi Khusus haruslah di artikan sebagai kekebasan untuk berpemerintah sendiri dan mengatur pemanfaatan kekayaan alam Papua untuk sebesar-besarnya untuk kesejatheraan rakyat bangsa Papua.

Hal lain yang tidak kalah penting adalah kebebasan untuk menentukan strategi pembagunan sosial, budaya, ekonomi dan politik yang sesuai dengan karakteristik dan kekasan sumber daya manusia serta kondisi alam dan kebudayaan orang Papua.

Hal ini penting sabagai bagian dari pengembagan jati diri orangg Papua yang seutuhnya yang di tujukan dengan penegasan inditas dan harga dirinya termasuk dengan di milikinya symbol-simbol daerah seperti lagu dan bendera dan lambing. Isitilah “khusus” hendaknya di artikan sebagai perlakuan yang di berikan kepada Papua karena kekhususan yang dimilikinya.

2.2.1. Kewenangan Daerah Otonomi

            Kewenangan daerah otonom adalah tugas dan tanggungjawab daerah terkait untuk menjalankanseluruh aktivitas pembagunan. Adapun wewenang daerah sebagai berikut :

1.      Kewenangan Provinsi Papua mencakup kewenangan dalam seluruh bidang, kecuali kewenangan bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan,moneter dan fiscal, agama, dan peradilan serta kewenagan tertentu di bidang lain yang di tetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2.      Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus, Provinsi Papua di beri kewenangan khusus berdasarkan undang-undang ini

3.      Pelaksanaan kewenagan sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan perdasus dan perdasi

4.      Kewenagan daerah Kabupaten dan Kota mencakup kewenagan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan

5.      Selain kewenangan sebagaimana yang di maksud pada ayat (4) daerah Kabupaten dan Daerah Kota memiliki kewenangan berdasarkan undang-undang ini yang diatur lebih lanyut dengan perdasus dan berdasi.

6.      Perjajian internasional yang dibuat oleh pemerintah yang hanya terkait dengan kepentingan Provinsi Papua dilaksanakan setelah mendapat pertimbagan Gubernur dan sesuai peraturan perundang-undangan

7.      Provinsi Papua dapat mengadakan kerja sama yang saling menguntungkan dengan Lembaga atau badan di luar negeri yang diatur dengan keputusan bersama sesuai dengan peraturan perundang-undangan

8.      Gubernur berkordinasi dengan pemerintah dalam hal kepijakan tata ruang pertahanan di Provinsi Papua

9.      Tata cara pemberian pertimbagan oleh Gubernur sebagaiana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan berdasus

10.  Gubernur sebagai kepala pemerintahan di Provinsi Papua dan di Provinsi Papua Barat juga di beri kewenagan untuk memberikan pertimbagan atas perjanjian internasional terkait kepentingan Provinsi Papua yang dibuat oleh Pemerintah Pusat.

2.2.3. Maksud Dan Tujuan Otonomi Khusus

            Otonomi Khusus adalah kewenagan khusus yang di berikan kepada rakyat bangsa Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Papua menurut Prakarsa sendiri tetapi sesuai dengan hak dan aspirasi masyarakat Papua. Kewenangan ini diberikan agar Provinsi Papua dapat menata daerahnya lebih baik lagi sesuai dengan aspirasi masyarakat Papua.

            Orang Asli Papua (OAP) di berikan ruang dan kebebasan seluas-luasnya untuk membagun masa depan yang lebih baik,aman dan damai dalam wilayah republik Indonesia. Pemerintah Indonesia mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan dan keperpihakan, dan tidak mengejar menangkap, menyiksa, membunuh, membantai, mengintimidasi, penduduk asli Papua dengan stigma/label GPK, separatis, KKB dan teroris.

            Kebijakan otonomi khusus Papua yang di undangkan melalui UU 21 November 2001, mempunyai banyak perbedaan yang penting dan mendasar dibanding dengan UU otonomi daerah yang berlaku untuk daerah-daerah lainnya. Undang-undang ini adalah kompromi politik yang sangat penting dan mendasar dan memang di maksudkan untuk merespon tuntutan kemerdekaan di Papua.

                        Selain itu, Pemerintah berkomitment bahwa Pemerintah Provinsi Papua mengatur dan mengurus kepentingan penduduk asli Papua menurut Prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi  dan hak-hak dasar penduduk asli Papua. 

2.3.4 Makna Otonomi Khusus

            Undang – Undang No. 32 Tahun 2004, tentang pemerintahan daerah masyarakat bahwa penyelengaraan Otonomi daerah berasaskan pada prinsip otonomi seluas-luasnya prinsip ini mengandung makna bahwa daerah di berikan kewenagan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang di tetapkan dengan undang-undang ini, daerah memiliki kewenagan membaut kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, Prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejatheraan rakyat.

            S ementara itu, dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua disebutkan bahwa Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang di beri Otonomi Khusus dalam rangka NKRI, otonomi khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut Prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar Orang Asli Papua (OAP).

 

2.3.5    Nilai-nilai Dasar Otonomi Khusus Papua

            Undang-Undang tentang Otonomi Khusus Papua di kembanfkan dan di laksanakan dengan perpedoman pada sejumlah nilai-nilai dasar. Nilai – nilai dasar ini bersumber dari adat istiadat rakyat Papua, nasionalisme yang bertumpu pada prinsip-prinsip kemanusiaan universal, dan penghormatan akan demokrasi dan hak asasi manusia (HAM).  Nilai-nilai dasar ini diharapkan akan berfungsi sebagai pedoman dasar bagi pelaksanaan berbagai aspek Otsus Papua di masa mendatang.

 Adapun tujuh butir nilai dasar Otsus Papua, yaitu :

1.      Perlindungan terhadap hak-hak dasar penduduk asli Papua;

2.      Demokrasi dan kedewasaan berdemokrasi;

3.      Penghargaan terhadap etika dan moral;

4.      Penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia;

5.      Supermasi hukum;

6.      Penghargaan terhadap pluralism; dan

7.      Persamaan kedudukan, hak dan kewajiban sebagai warga negara

            2.3.6 Keuangan Otonomi Khusus Papua

1. Penyelenggaraan tugas Pemerintah Provinsi,DPRP dan MRP dibiayai atas beban anggaran  pendapat dan belanja daerah

2. penyelenggaraan tugas Pemerintah di Provinsi Papua di biayai atas beban Angaran pendapat dan belanja daerah   

                      1. Sumber – sumber penerimaan Provinsi, Kabupaten/Kota meliputi:

1)      Pendapat asli Provinsi/Kota

2)      Dana perimbagan

3)      Penerimaan Provinsi dalam rangka otonomi Khusus

4)      Pijaman daerah

5)      Lain – laian pendapatan daerah yang sah

2. Sumber pendapatan asli Provinsi Papua, Kabupaten/Kota sebagaimana   dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

1)      Pajak daerah

2)      Retribusi daerah

3)      Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lain yang di pisahkan

4)      Lain-lain pendapatan Daerah yang sah

3.    Dana bagian Provinsi Papua, Kabupaten/Kota dalam rangka Otonomi Khusus dengan perincian sebagai berikut:

1)      Bagi hasil :

a.       Pajak bumi dan bangunan sebesar 90% (sempilan puluh persen)

b.      Bea perolehan atas tanah dan bangunan sebesar (80%) (delapan puluh persen)

c.       Pajak penghasilan orang pribadi sebesar 20% (dua puluh persen)

2)      Bagi sumber daya alam

a.       Kehutanan sebesar 80% (delapan puluh persen)

b.      Perikanan sebesar 80% (delapan puluh persen)

c.       Pertambagan umum sebesar 80% (delapan puluh persen)

d.      Pertambagan minyak Bumi sebesar 70% (tujuh puluh persen)

e.       Pertambagan gas alam sebesar 70% (tujuh puluh persen)

3)      Dan alokasi umum yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

a.       Dana alokasi khusus yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan memberikan undang-undang dengan memberikan prioritas kepada Provinsi Papua

b.      Penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus yang besarnya setara dengan 2% (dua persen) dari plafon dana alokasi umum nasional, yang terutama di tujukan untuk pembiayaan Pendidikan dan kesehatan

c.       Dana tambahan dalam rangka otonomi khusus yang besarnya ditetapkan anatara pemerintah dengan DPR berdasarkan usulan provinsi pada setiap tahun anggara, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pembagunan infrastruktur

d.      Penerimaan dalam rangka otonomin khusus  sebagaimana dimaksud pada ayat 4) huruf b dan angka 5) berlaku selama 25 tahun

e.       Mulai tahun ke 26 (dua puluh enam) penerimaan dalam rangka otonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi 50% untuk pertambagan gas alam

f.        Pembagian lebih lanjut penerimaan sebagaman dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 4) dan 5) dan huruf e antara Provinsi Papua, Kabupaten/Kota atau nama lain diatur secara adil dan perimbagan dengan perdasus dengan memberikan perhatian khusus pada daerah- daerah yang tertingal.

            2.3. Teori Implementasi kebijakan

2.1.1. Pengertian Implementasi  kebijakan

            Implementasi adalah suatu Tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implentasi biasanya di lakukan setelah perencanaan sudah dianggap sempurna. Menurut Nuridin Usman, implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi tindakan atau adanya mekanisme suatu sistem,implementasi bukan sekedar aktivitas, tapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.

            Menurut Puwarto dan Sulistyastuti, Implementasi itinya adalah kegiatan untuk mendistribusikan keluaran kebijakan (to deliver policy output) yang di lakukan oleh para implementor kepada kelompok sasaran (target gruop) sebagai upaya untuk mewujudkan kebijakan.

            Sementara itu, Van Meter dan Van Hom dalam Solichin Abdul Wahab, (2012:135) menyatakan bahwa :

            "Tindakan – Tindakan yang di lakukan baik oleh individu/pejabat-pejabat atau kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah di gariskan dalam keputusan kebijakan”.

Menurut Lester dan Stewart Jr.

“Mengartikan bahwa keberhasilan suatu implementasi kebijkan publik dapat di ukur atau di lihat dari proses dan pencapaian tujuan – tujuan yang ingin diraih”.

2.3.2. Model Implementasi Kebijakan

                   Implementasi kebijakan model Donald Van Metter dan Carl Horn dalam Solichin Abdul Wahab (2012:150) adalah model pendekatan top-down di sebutkan dengan istilah A model of the policy implementation. Proses implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau performansi dari suatu pelaksanaan yang pada dasarnya secara sengaja di lakukan untuk merai kinerja implementasi kebijakan publik yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan dengan berbagai variabel.

Ada enam variabel, menurut Van Metter dan Van Horn yang mempengaruhi kinerja implementasi kebijakan publik:

1.      Ukuran dan Tujuan Kebijakan

2.      Sumber Daya

3.      Karakteristik Agen Pelaksana

4.      Sikap atau Kecenderungan (Disposition) para pelaksana

5.      Komunkasi Antar- Organisasi dan Aktivitas Pelaksana

6.      Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

2.3.3. Prinsip – Prinsip Implementasi Kebijakan Publik

            Agar implementasi kebijakan dapat berjalan secara efektif, harus berpijak pada prinsip-prinsip iplementasi.

Menurut Nugroho (2011:650:652) mengemukakan ada 5 tempat unutk prinsip-prinsip pokok yang  harus dipenuhi dalam imlementasi kebijakan,yaitu:

1.      Tepat kebijakan, meliputi tepat fungsi, tepat rumusan dan tepat pembuatan kebijakan

2.      Tepat pelaksanaan kebijakan, meliputi untuk kebijakan yang bersifat monopoli atau derajat politik keamanan yang tinggi dilaksanakan oleh pemerintah, untuk kebijakan yang bersifat memberdayakan masyarakat, untuk kebijakan yang bertujuan mengarahkan kegiatan masyarakat di serahkan kepada masyarakat

3.      Tepat target, meliputi apakah target yang intervesi sesuai dengan yang direncanakan? Apakah target siap diintervensi?, apakah implementasi kebijakan bersifat baru/ memperbaharui implementasi sebelumnya.

4.      Tepat lingkungan, meliputi lingkungan kebijakan yaitu interaksi diantara Lembaga perumusan dan pelaksana kebijakan dengan Lembaga lainterkait; lingkungan eksternal kebijakan meliputi publik opinion, interpretive, istution dan individual

5.      Tepat proses, meliputi policy accetance (memahami kebijakan), policy adoption (menerima kebijakan), dan strategic readiness (siap melaksanakan atau siap menjadi bagian dari kebijakan). Kelima tepat tersebut perlu di dukung oleh politik, strategik dan teknis.

2.4  Teori Presepsi

2.4.1        Pengertian Presepsi

Setiap orang memiliki pendapat (presepsi) yang berbeda-beda terhadap objek rangsang yang sama. Perpedaan ini terjadi tergantung oleh beberap hal salah satunya adalah kemampuan seseorang dalam menafsirkan informasi,menanggapi,serta mengorganisir informasih yang ia dapatkan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, presepsi adalah tanggapan (peneriamaan) langsung dari sesuatu. Proses sesorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Beberapa ahli telah mengungkapakan definisi yang bermacam-macam tentang presepsi walaupun makna atau intinya sama.

Suranto (2010:107) menyatakan bahwa :

“Presepsi merupakan preses internal yang diakui individu dalam menyeleksi, dan mengatur stimuli yang dating dari luar. Stimuli itu ditangkap oleh indera, secara spotan pikiran dan perasaan kita akan memberi makna atas stimul tersebut. Secara sederhana presepsi dapat di katakana sebagai proses individu dalam memahami kontak/hubungan dengan dunia sekelilingnya”.

 

Sarwono (2009:51) mengemukakan bahwa :

 

“Presepsi adalah pengalaman yang dapat digunakan untuk membedakan, mengelompokan dan sebagainya itu yang selanjutnya di orientasi”.

 

Robbins et al. (2008 :175) mengungkapkan bahwa :

“Presepsi (pereception) adalah sebuah proses dimana individu menginteprestasikan dan mengatur kesan-kesan sensoris mereka untuk memberi arti bagi lingkungan mereka. Namun, apa yang ditangkap atau di terimah seseorang bias saja berbeda dari realita walaupun sebenarnya perbedaan itu adalah hal yang tidak perlu namun pada dasarnya perbedaan itu bisa saja timbul. Contohnya adalah tidak semua orang menagkap secara positif kebijakan yang di perlakukan oleh pemerintah. Beberapa orang menangkap kebijkan tersebut secara positif namun pasti ada juga beberap orang yang menagkapnya atau mempresepsikannya secara negative”.

2.4.2        Faktor yang mempengaruhi presepsi

Walgito (2004:70) mengatakan bahwa terdapat beberapa factor yang dapat mempengaruhi presepsi antara lain :

1)      Objek yang di presepsi

Objek mencipkan stimulus yang mengenai dan ditangkap oleh alat indra dan reseptor. Stimulis ini dapat berasal dari luar maupun dari dalam diri individu.

2)      Alat indara, syaraf, dan susunan syaraf

Alat indra atau reseptor adalah alat untuk menerima dan menagkap stimulus, selain itu juga harus ada syaraf sensoris sabagai alat untuk mengadakan respon di perlukan motor atau pengerak yang dapat mempentuk presepsi seseorang.

3)       Perhatian

Untuk mengadakan presepsi atau menyadari presepsi di perlukan perhatian. Perhatian merupakan langka utama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan presepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau kosentrasi dari seluru aktivitas individu yang di tujukan kepada suatu kumpulan objek.

Pendapat serupa juga di kemukakan oleh Thoha (2003:154) yang mengemukakan bahwa terdapat dua factor yang mempengaruhi presepsi seseorang.

1.      Faktor internal

Faktor internal adalah factor yang dapat mempengaruhi individu yang berasal dari dalam diri sendiri individu. Contohnya adalah perasaan, kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian, proses belajar, keadilan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan minat, serta motivasi.

2.      Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah factor yang dapat mempengaruhi presepsi individu yang berasal dari luar diri individu tersebut. Contohnya adalah informasih yang di peroleh, latar belakang keluarga, pengetahuaan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek.

2.4.3   Proses Terjadinya Presepsi

Menurut Thoha (2003:145) menyatakan bahwa presepsi terbentuk dari beberapa tahap, yaitu:

1.      Proses stimulus atau rangsangan

Proses presepsi di mulai Ketika seseorang dihadapkan pada suatu rangsangan (stimulus) yang dating dari lingkungannya.

2.      Registrasi

Dalam proses ini, gejala yang terlihat adalah mekanisme fisik berupa penginderaan dan saraf seseorang perpengaruh melalui alat indra yang dimilikinya. Seseorang kan Menyusun daftar informasi yang mereka dapatkan melalui pendengaran atau melalui penglihatan.

3.       Interprestasi

Inteprestasi adalah aspek kognitif dari presepsi yang sangat penting yaitu proses memberi arti pada stimulus yang di terima. Proses ini sangat bergantung pada motivasi, kepribadiaan dan cara pedalaman seseorang.

2.4.4. Variabel – Variabel presepsi

Menurut Sunaryo (2004) presepsi di bedakan menjadi dua macam, yaitu :

Eksternal preseption dan self preseption

1.      Eksternal preseption, yaitu presepsi yang terjadi karena datangnya rangsangan dari luar individu.

2.      Self preseption, yaitu presepsi yang terjadi karena datangnya rangsangan dari dalam individu. Dalam hal ini objeknya adalah diri sendiri.

Interpretasi adalah aspek kognitif dari presepsi yang sangat penting yaitu proses memberi arti pada stimulus yang di terima. Proses ini sangat bergantung pada motivasi, kepribadian dan cara pandang seseorang.

2.5 Teori Pembagunan Sumber Daya Manusia

            5.5.1 Pengertian Sumber Daya Manusia

            Menurut Noor Isran (2013:26) mengemukakan bahwa :

“Kurangnya dukungan kekuatan kekuatan dan kemampuan rakyat dalam proses pembagunan, maka pembagunan akan terjebak dalam kegagalan (failed trap). Dalam konteks ini perlu di formulasikan apa sesunggunya makna pembagunan. Jika mencoba menformulasikan, pembagunan dapat diartikan suatu upaya terkordinais untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk memenuhi dan mencapai aspirasi yang manusiawi, bermartabat dan mandiri”.

            Bintiro Tjokroamiddjojo dalam Sahya Angara dan Sumantri mendefenisikan bahwa :

“Pembagunan merupakan proses perubahan sosial berencana karena meliputi berbagai dimensi untuk mengusahakan kemajuan dalam kesejatheraan ekonomi, Modernisasi, pembagunan bangsa,wawasan lingkungan dan peningkatan kualitas manusia untuk memperbaiki kualitas hidupnya”.

            Menurut Alexander (1994) dalam, Sahya Angara dan Sumantri (2016:84) menyatakan bahwa: “Hakikat Pembagunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, Pendidikan, teknologi, kelembagaan, dan budaya”.

Menurut Portes (1997) dalam Sahya Angara dan Sumantri menyatakan bahwa :

“Mendefenisikan pembagunan sebagai tranformasi ekonomi,sosial,  budaya. Pembagunan adalah proses perubahan yang di rencanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat”.

5.5.2  Konsep Pembangunan Sumber Daya Manusia

Konsep pembagunan sumber daya manusia di maksudkan sebagai :

1.    Koreksi terhadap pembagunan yang berwawasan lebih pada pertumbuhan ekonomi dan kurang pada keadilan sosial

2.      Pembagunan yang berorientasi tidak hanya pada kepentingan manusia saja, melainkan pada hubungan dengan lingkungnaya.

a.       Masalah pembagunan sumber daya manusia

Diantara sumber daya manusia dalam existing condition dengan SDM ideal condition dalam kondisi eksternal yang ada, bagaimana supaya sebanyak mungkin SDM makro memasuki lapangan kerja atau status SDM mikro.

b.      Kebutuhan (tuntutan) hidup sumber daya manusia

Setiap orang mempunyai kebutuhan (kepentingan). Keharusan untuk kerja. Keinginan (want) yang terarah pada alat-alat yang dianggap dapat mendukung kehidupan, disebut kebutuhan. (need).

c.       Aspek sasaran pemabagunan sumber daya manusia

Pemabgunan nasional Indonesia adalah amanat konstitusi. Baik pembukaan Batang Tubuh UUD1945 mengandung ketentuan-ketentuan tentang cita-cita bangsa Indonesia setidaknya memiliki ideologi pembagunan manusia Indonesia seutunya dan kesejahteraan sosial (pemertaan pembagunan).

d.      Program pembagunan sumber daya manusia

Berbagai kondisi sumber daya manusia bermasalah:

1)      Pertumbuhan sumber daya manusia lebih tinggi ketimbang persediaan (pembukaan,penciptaan lapker).

2)      Distribusi sumber daya manusia yang tidak merata di seluruh polosk tanah air

3)      Ketidakseimbagan pasker

4)      Ketidakseimbangan pasker supply sumber daya manusia jauh lebih tinggi ketimbang demand.

Menurut M. Papayungan mengemukakan bahwa :

“Pembagunan sumber daya manusia adalah suatu proses peningkatan pengetahuaan, keterampilan, dan kapasitas dari semua penduduk suatu masyarakat”.

Menurut Payaman J Simanjutak menyatakan bahwa :

                   “Sumber daya manusia mengandung dua pengertian: pertama, sumber daya manusia mengandung pengertian usaha kerja atau jasa yang dapat di berikan oleh seseorang dalam waktu tetentu untuk menghasilakan barang dan jasa. Sedangkan penegertian kedua dari sember daya manusia adalah menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut”.

5.5.3        Prinsip-Prinsip Pembagunan Sumber Daya Manusia

            Dalam menajemen SDM selain fungsi manjerial dan fungsi operasional di dalam penerapanya harus di diprihatikan pula prinsip-prinsip manajemen SD. Adapun prinsip-prinsip manajemen sdm yang perlu di perhatikan antara lain, adalah :

1.      Prinsip kemanusiaan

2.      Prinsip demokrasi

3.      Prinsip the right man is the ringht place

4.      Prinsip egual pay for equal work

5.      Prinsip kesatuan arah

6.      Prinsip kesatuan komando

7.      Prinsip efisiensi dan efektivitas

2.6  Teori Sumber Daya Manusia

            6.5.1 Teori Sumber Daya Manusia

            Menurut Malayu S.P. Hasibuan dalam bukunya; manajemen sumber daya manusia menyatakan: pembagunan sumber daya manusia (SDM) adalah suatu usaha meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui Pendidikan dan pelatihan. Dimana Pendidikan adalah suatu usaha untuk meningkatkan keahlian teoritis, konseptual dan moral karyawan, sedangkan latihan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan teknis pelaksanaan pekerjaan karyawan.

Schuler, Dowling, Smart dan Huber (dalam Priyono 2010:3) mengartikan MSDM sebagai berikut :

 “Manajemen sumber daya manusia/ MSDM merupakan pengakuan tentang pentingnya tenaga kerja organisasi sumber daya manusia yang sangat penting dalam memberi kontribusi bagi tujuan-tujuan organisasi, dan pengunaan beberapa fungsi dan kegiatan untuk memastikan bahwa SDM tersebut di gunakan secara efektif dan adil bagi kepentingan individu, organisasi dan masyarakat”.

            Menurut M. Papayungan:

“Sumber daya manusia adalah suatu proses peningkatan penegtahuan, keterampilan dan kapasitas dari semua penduduk suatu masyarakat”.

            Sedangkan menurut Payaman J. Simanjutak:

“Sumber daya manusia mengandung dua pengertian: pertama, sumber daya manusia mengandung pengertian usaha kerja atau jasa yang dapat di berikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. Sedangkan pengertian kedua dari sumber daya manusia adalah menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut”.

 

Menurut Mondy, R Wayne, Robert M. Noe, dan Shane R. Premeaux (dalam Benyamin Bukit, 2017:3), “menyatakan bahwa pengembagan sumber daya manusia adalah sautu usaha yang terencana yang dirancang dalam mefasilitasi para pegawaninya dan kinerja organisasi dalam meningkatkan kompetensi pegawai dan kinerja organisasi melalui program – program pelatihan, Pendidikan dan pengembangan”.

                   Dari beberapa pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa pengembagan sumber daya manusia perlu di tingkatkann dan diprioritaskan agar sebuah visi organisasi dapat berjalan secara efektif.  Dengan kemampuan sumber daya manusia yang baik mampu mengelola sumber daya dengan baik dan benar.

6.5.2   Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia

                   Tujuan ini dapat dijabarkan ke dalam empat tujuan yang lebih operasional sebagai berikut (Notoatmodjo, 1991:109):

1.      Tujuan masyarakat

Untuk bertanggungjawab secara sosial, dalam hal kebutuhan dan tantangan-tantangan yang timbul dari masyarakat di harapkan membawa manfaat atau keuntungan bagi masyarakat. Oleb sebab itu suatu organisasi mempunyai tanggungjawab dalam mengelola sumber daya manusia agar tidak mempunyai dampak negative terhadap masyarakat.

2.      Tujuan organiasasi

Untuk mengenal bahwa menajemen sumber daya manusia itu ada, perlu memberikan kontribusi terhadap pendayagunaan organisasi diadakan untuk melayani bagian-bagian lain organisasi tersebut.

3.      Tujuan fungsi

Untuk memelihara kontribusi bagian-bagian lain agar mereka (sumber daya manusia dalam tiap bagian) melaksanakan tugasnya secara optimal

4.      Tujuan personal

Untuk membantu karyawan atau pegawai dalam mencapai tujuan-tujuan pribadinya, dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Tujuan-tujuan pribadi karyawan seharusnya di penuhi, dan ini sudah merupakan motivasi dan pemeliharaan terhadap karyawan itu.

6.5. 3   Fungsi Sumber Daya Manusia

            Fungsi manajemen sumber daya manusia (Hasibuan,2014:21)

1.      Perencanaan

Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuaan perusahaan. Perencanaan di lakukan dengan menetapkan program kepegawaian. Program kepegawaian meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembagan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisplinan dan pemberhentiaan karyawaan. Program kepegawaian yang baik membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.

2.      Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasikan semua karyawan dengan menetapakan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang

3.      Pengarahan

Pengarahan adalah kegiatan mengarakan semua keryawan, agar mau kerja sama dengan kerja efektif serta efisien dalam mencapai tercapainya tujuan perusahaan, keryawan dan masyarakat. Pengarahan di lakukan pemimpin dengan menugaskan bahawan agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik

4.      Pengendalian

Pengendalian (controling) adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar mentaati peraturaan – peraturan perusahaan dan berja sesuai dengan rencana.

5.      Pengadaan

Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapakan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan.

6.      Pengembangan

Pengembagan adalah proses peningkatan ketereampilan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan melalui Pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan dan berikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan.

7.      Kedisiplinan

Kedisiplinan merupakan fungsi menajemen sumber daya manusia yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan kerena tanpa disiplin yang baik sulit terwujud yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan.

Continue reading PRESEPSI MAHASISWA PAPUA TENTANG IMPLEMENTASI OTONOM KHUSUS JILID I BAGI PROVINSI PAPUA