Pengertian Otonomi Daerah
1.
Otonomi atau autonomy berasal
dari Bahasa Yunani, auto yang berarti sendiri dan namous yang berarti hukum
atau peraturan. Dengan demikian, otonomi adalah pemerintahan yang mampu
menyelenggarakan pemerintahan yang di tuangkan dalam peraturan sendiri sesuai
dengan aspirasi masyarakatnya. Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut menurut Prakarsa sendiri
berdasarkan masyarakat dalam system Negara Kesatuan Repubublik Indonesia
(Utang
Rosidin: 2015:75).
2.
Menurut undang-undang No 32
Tahun 2004 Tentang Pemrintah Daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus
sendiri urusan rumah pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3.
Selain itu, Bagir Manan dalam
(Andi Mustari Pide 1999:40) mendefinisikan otonomi daerah adalah kebebasan dan
kemandirian (vrijheid dan selfstandigheid) satuan pemerintahan lebih rendah
untuk mengatur dan mengurus sebagaian urusan pemerintah. Urusan pemerintah yang
boleh diatur dan di urus secara bebas dan mandiri itu menjadi atau merupakan
urusan rumah tangga satuhan pemerintahan yang lebih rendah tersebut. Kekbebesan
dan kemandirian hakekat isi otonomi. Kebebasan dan kemandirian dalam otonomi
sering menimbulakan salah pengertian dan bahkan kekhawatiran. Otonomi dicurigai
mengandung “cacat alami” yang senantiasa mengacam kesatuan. Salah pengertian
ini di pahami, baik karena kurangnya pemahaman maupun pengalaman -pengalaman
masa lalu dimana pernah terjadi peristiwa yang mengancam integrasi nasional.
4.
Selain itu senada di kemukakan
oleh Soenarko dalam (Andi Mustari Pide 1999:41) otonomi harus tetap diliputi
oleh rasa kesatuan negara, yaitu sifatnya harus tetap “otonomi unitaris” dan
jangan merupakan jalan untuk menuju kearah pembagunan negara federal atau
menimbulakan aliran-aliran separatarisme kedaerahan. Jika kita terlalu erat menarik
tali persatuan, mungkin kebebasan daerah akan menghembus nafas yang
penghabisan, tetapi jika kita terlalu longkar mengekangnya, mungkin sekali
kesatuan kita akan pecah-pecah. Kebutuhan akan persatuan dan kebutuhan akan
kebebasan di daerah-daerah harus di imbang-imbangkan dengan penegakan baik
tenagah-tenagah sentripetal ataupun yang sentrifugal yang melampaui batas.
2.1.2. Prinsip – Prinsip Otonomi Daerah
Salah
satu prinsip otonomi daerah yang dianut oleh undang-undang No 5 Tahun 1994
tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah adalah otonomi daerah yang nyata dan
bertanggung jawab lebih merupakan kewajiban darah dari pada hak. Sedangkan
prinsip otonomi daerah yang dianut oleh undang-undang No.32 Tahun 2004 tetang
pemerintah daerah adalah otonomi daerah yang luas.nyata dan bertanggung jawab,
maka memberikan kewenangan yang lebih banyak kepada daerah Kabupaten/Kota di
dasarkan atas asas desentralisasi.
Kewenagan
otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab Imanaaimana di maksud dalam
penjelasan umum Udang-undang No.23 Tahun 2004 adalah :
1.
Otonomi luas adalah keleluasaan
daerah untuk menyelengarakan pemerintah yang mencakup kewenagan semua bidang
kecuali kewenagan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, moneter,
fiscal, agama serta kewenagan di pihak lainnya, yang di tetapkan oleh
pemerintah. Di samping itu keleluasaan otonomi daerah mencakup pula kewenagan
yang utuh dan bulat dalam penjelenggaraan mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, pengawasan, pengadilan dan evaluasi.
2.
Tujuan dari otonomi juga untuk
lebih minigkatkan pemerataan pembagunan, namun bukan pemekaran daerah.
3.
Pelaksanaan otonomi daerah di
laksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta
potensi dan ke anekaragaman daerah.
4.
Pelaksanaan otonomi daerah
harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom dan karenanya dalam daerah
Kabupaten/Kota tidak ada lagi wilayah administrasi. Demikian pula di
daerah-daerah khusus yang di bina oleh pemerintah pusat atau pihak lain seperti
badan otorita, Kawasan Pelabuhan, Kawasan perumahan, Kawasan industri, Kawasan
perkebunan, Kawasan berkotaan, baru, Kawasan pariwisata dan semacamnya berlaku
ketentuaan peraturan daerah otonomi.
5.
Pelaksanaan otonomi daerah
harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik
sebagai fungsi anggaran atas penjelengaraan pemerintah daerah.
6.
Pelaksaaan asas desentralisasi
di letakan pada daerah provinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi
untuk melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu yang dilimbahkan kepada
gubernur sebagai wakil dari pemerintah daerah.
7.
Pelaksanaan asas tugas
pemantauan di mungkinankan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi
juga dari pemerintah dan daerha kepada Desa yang di sertai dengan pembiayaa,
sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan
pelaksanaan dan pertanggungjawabannya kepada yang menugaskannya.
2.1.3.
Asas – Asas Otonomi Daerah
Di Indonesia, penyelengaraan pemerintah
di dalam kerangka negara kesatuan mengunakan beberapa asas penyelengaraan
pemerintah,yaitu: desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pemantauan
1.
Desentralisasi
Hoogerwerf
mengemukakan :
“Desentralisasi
adalah sebagai pengakuaan atau penyerahan wewenang oleh badan-badan umum yang lebih
tinggi kepada badan-badan umum yang lebih rendah yang secara mandiri mengambil
keputusan pengaturan dan pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi
dari hal itu”.
Menurut
Bayu Surianigrat, mengemukakan bahawa :
1.
Desentralisasi jabatan, yaitu pemundaraan
kekuasaan atau lebih tepat perlimpahan kekuasaan dari atas ke pada bawahannya
dalam rangka kepegawaian untuk meningkatkan kelenjaran pekerjaan. Oleh karena
itu desentraliasi juga di sebut dekonsentrasi.
2.
Desentralisasi kenegaraan,
yaitu penyerahan kekuasaan untuk mewujudkan asas demokrasi dalam pemerintah
negara. Di dalam desentralisasi ini rakyat secara langsung mempunyai kesempatan
untuk turut serta dalam penyelengaraan
pemerintah di daerah.
2.
Dekonsetrasi
Henry Maddick menjelaskan :
Dekonsentrasi adalah pelimbahan wewenang untuk
melepaskan fungsi-fungsi tertentu kepada pejabat pusat. Oleh karena itu,
dokonsentrasi menciptakan local state government atau field administration /
wilayah administrasi.
3.
Tugas Pemantauan
Kusumohatmadja mengartikan sebagia :
Mendefenisikan
sebagai pemeberian kemungkinan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah
yang lebih atas untuk meminta bantuan kepada pemerintah daerah yang tingkatnya
lebih rendah agar penyelengaraan tugas atau urusan rumah tanggah daerah yang di
tingkat yang lebih atas.
Dalam
menjalankan mendebewind tersebut,urusan-urusan yang di selengarakan oleh
pemerintah masih tetap merupakan urusan pusat/daerah ayang lebih ats., tidak
berali menjadi urusan rumah tanggayang diminta bantuan.
2.3 Teori Otonomi Khusus Papua
2.2.1 Pengertian
Otonomi Khusus Papua
Otonomi
Khusus bagi Provinsi Papua adalah suatu kebijakan yang bernilai strategis dalam
rangka peningkatan pelayanan (service), dan akselerasi pembagunan (acceleration
development),serta pemberdayaan (empowerment) seluruh rakyat di Provinsi Papua,
terutama orang asli papua (OAP).
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua pada dasarnya
adalah pemberian kewenangan yang lebih luas bagi Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota dan kepada rakyat Papua untuk mengatur dan menngurus
diri sendiri berdasark an aspirasi rakyat Papua. Sebagai akibat dari penetapan Otonomi Khusus
ini, maka ada perlakuan perbeda yang di berikan pemerintah kepada Provinsi
Papua dan tidak berlaku bagi Provinsi lain di Indonesia, seiring dengan itu
terdapat pula hal-hal yang berlaku di daerah lain yang perlakukan di Provinsi
Papua.
Istilah
“Otonomi” dalam Otonomi Khusus haruslah di artikan sebagai kekebasan untuk
berpemerintah sendiri dan mengatur pemanfaatan kekayaan alam Papua untuk
sebesar-besarnya untuk kesejatheraan rakyat bangsa Papua.
Hal
lain yang tidak kalah penting adalah kebebasan untuk menentukan strategi
pembagunan sosial, budaya, ekonomi dan politik yang sesuai dengan karakteristik
dan kekasan sumber daya manusia serta kondisi alam dan kebudayaan orang Papua.
Hal ini
penting sabagai bagian dari pengembagan jati diri orangg Papua yang seutuhnya
yang di tujukan dengan penegasan inditas dan harga dirinya termasuk dengan di
milikinya symbol-simbol daerah seperti lagu dan bendera dan lambing. Isitilah
“khusus” hendaknya di artikan sebagai perlakuan yang di berikan kepada Papua
karena kekhususan yang dimilikinya.
2.2.1. Kewenangan Daerah Otonomi
Kewenangan
daerah otonom adalah tugas dan tanggungjawab daerah terkait untuk menjalankanseluruh
aktivitas pembagunan. Adapun wewenang daerah sebagai berikut :
1.
Kewenangan Provinsi Papua
mencakup kewenangan dalam seluruh bidang, kecuali kewenangan bidang politik
luar negeri, pertahanan keamanan,moneter dan fiscal, agama, dan peradilan serta
kewenagan tertentu di bidang lain yang di tetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2.
Selain kewenangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus, Provinsi Papua
di beri kewenangan khusus berdasarkan undang-undang ini
3.
Pelaksanaan kewenagan sebagai
mana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan perdasus dan
perdasi
4.
Kewenagan daerah Kabupaten dan
Kota mencakup kewenagan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
5.
Selain kewenangan sebagaimana
yang di maksud pada ayat (4) daerah Kabupaten dan Daerah Kota memiliki
kewenangan berdasarkan undang-undang ini yang diatur lebih lanyut dengan
perdasus dan berdasi.
6.
Perjajian internasional yang
dibuat oleh pemerintah yang hanya terkait dengan kepentingan Provinsi Papua
dilaksanakan setelah mendapat pertimbagan Gubernur dan sesuai peraturan
perundang-undangan
7.
Provinsi Papua dapat mengadakan
kerja sama yang saling menguntungkan dengan Lembaga atau badan di luar negeri
yang diatur dengan keputusan bersama sesuai dengan peraturan perundang-undangan
8.
Gubernur berkordinasi dengan
pemerintah dalam hal kepijakan tata ruang pertahanan di Provinsi Papua
9.
Tata cara pemberian pertimbagan
oleh Gubernur sebagaiana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan berdasus
10. Gubernur
sebagai kepala pemerintahan di Provinsi Papua dan di Provinsi Papua Barat juga
di beri kewenagan untuk memberikan pertimbagan atas perjanjian internasional
terkait kepentingan Provinsi Papua yang dibuat oleh Pemerintah Pusat.
2.2.3. Maksud Dan Tujuan Otonomi
Khusus
Otonomi
Khusus adalah kewenagan khusus yang di berikan kepada rakyat bangsa Papua untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Papua menurut Prakarsa sendiri
tetapi sesuai dengan hak dan aspirasi masyarakat Papua. Kewenangan ini diberikan
agar Provinsi Papua dapat menata daerahnya lebih baik lagi sesuai dengan
aspirasi masyarakat Papua.
Orang Asli Papua (OAP) di berikan
ruang dan kebebasan seluas-luasnya untuk membagun masa depan yang lebih
baik,aman dan damai dalam wilayah republik Indonesia. Pemerintah Indonesia
mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan dan keperpihakan, dan tidak
mengejar menangkap, menyiksa, membunuh, membantai, mengintimidasi, penduduk
asli Papua dengan stigma/label GPK, separatis, KKB dan teroris.
Kebijakan otonomi khusus Papua yang
di undangkan melalui UU 21 November 2001, mempunyai banyak perbedaan yang
penting dan mendasar dibanding dengan UU otonomi daerah yang berlaku untuk
daerah-daerah lainnya. Undang-undang ini adalah kompromi politik yang sangat
penting dan mendasar dan memang di maksudkan untuk merespon tuntutan
kemerdekaan di Papua.
Selain itu, Pemerintah berkomitment bahwa Pemerintah
Provinsi Papua mengatur dan mengurus kepentingan penduduk asli Papua menurut
Prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
dan hak-hak dasar penduduk asli Papua.
2.3.4
Makna Otonomi Khusus
Undang – Undang No. 32 Tahun 2004, tentang
pemerintahan daerah masyarakat bahwa penyelengaraan Otonomi daerah berasaskan
pada prinsip otonomi seluas-luasnya prinsip ini mengandung makna bahwa daerah
di berikan kewenagan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar
yang menjadi urusan Pemerintah yang di tetapkan dengan undang-undang ini,
daerah memiliki kewenagan membaut kebijakan daerah untuk memberi pelayanan,
peningkatan peran serta, Prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan
pada peningkatan kesejatheraan rakyat.
S ementara
itu, dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi
Papua disebutkan bahwa Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang di beri
Otonomi Khusus dalam rangka NKRI, otonomi khusus adalah kewenangan khusus yang
diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut Prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
dan hak-hak dasar Orang Asli Papua (OAP).
2.3.5 Nilai-nilai Dasar Otonomi Khusus Papua
Undang-Undang tentang Otonomi Khusus Papua di
kembanfkan dan di laksanakan dengan perpedoman pada sejumlah nilai-nilai dasar.
Nilai – nilai dasar ini bersumber dari adat istiadat rakyat Papua, nasionalisme
yang bertumpu pada prinsip-prinsip kemanusiaan universal, dan penghormatan akan
demokrasi dan hak asasi manusia (HAM).
Nilai-nilai dasar ini diharapkan akan berfungsi sebagai pedoman dasar
bagi pelaksanaan berbagai aspek Otsus Papua di masa mendatang.
Adapun tujuh
butir nilai dasar Otsus Papua, yaitu :
1. Perlindungan terhadap hak-hak dasar penduduk asli
Papua;
2. Demokrasi dan kedewasaan berdemokrasi;
3. Penghargaan terhadap etika dan moral;
4. Penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia;
5. Supermasi hukum;
6. Penghargaan terhadap pluralism; dan
7. Persamaan kedudukan, hak dan kewajiban sebagai warga
negara
2.3.6 Keuangan Otonomi Khusus
Papua
1. Penyelenggaraan tugas Pemerintah Provinsi,DPRP dan
MRP dibiayai atas beban anggaran
pendapat dan belanja daerah
2. penyelenggaraan tugas Pemerintah di Provinsi Papua
di biayai atas beban Angaran pendapat dan belanja daerah
1. Sumber – sumber penerimaan
Provinsi, Kabupaten/Kota meliputi:
1) Pendapat asli Provinsi/Kota
2) Dana perimbagan
3) Penerimaan Provinsi dalam rangka otonomi Khusus
4) Pijaman daerah
5) Lain – laian pendapatan daerah yang sah
2. Sumber pendapatan asli Provinsi Papua,
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
1) Pajak daerah
2) Retribusi daerah
3) Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah lain yang di pisahkan
4) Lain-lain pendapatan Daerah yang sah
3. Dana bagian
Provinsi Papua, Kabupaten/Kota dalam rangka Otonomi Khusus dengan perincian
sebagai berikut:
1) Bagi hasil :
a. Pajak bumi dan bangunan sebesar 90% (sempilan puluh
persen)
b. Bea perolehan atas tanah dan bangunan sebesar (80%)
(delapan puluh persen)
c. Pajak penghasilan orang pribadi sebesar 20% (dua puluh
persen)
2) Bagi sumber daya alam
a. Kehutanan sebesar 80% (delapan puluh persen)
b. Perikanan sebesar 80% (delapan puluh persen)
c. Pertambagan umum sebesar 80% (delapan puluh persen)
d. Pertambagan minyak Bumi sebesar 70% (tujuh puluh
persen)
e. Pertambagan gas alam sebesar 70% (tujuh puluh persen)
3) Dan alokasi umum yang ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
a. Dana alokasi khusus yang ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dengan memberikan undang-undang dengan memberikan
prioritas kepada Provinsi Papua
b. Penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan otonomi
khusus yang besarnya setara dengan 2% (dua persen) dari plafon dana alokasi
umum nasional, yang terutama di tujukan untuk pembiayaan Pendidikan dan
kesehatan
c. Dana tambahan dalam rangka otonomi khusus yang
besarnya ditetapkan anatara pemerintah dengan DPR berdasarkan usulan provinsi
pada setiap tahun anggara, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pembagunan
infrastruktur
d. Penerimaan dalam rangka otonomin khusus sebagaimana dimaksud pada ayat 4) huruf b dan
angka 5) berlaku selama 25 tahun
e. Mulai tahun ke 26 (dua puluh enam) penerimaan dalam
rangka otonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi 50% untuk
pertambagan gas alam
f.
Pembagian
lebih lanjut penerimaan sebagaman dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 4) dan
5) dan huruf e antara Provinsi Papua, Kabupaten/Kota atau nama lain diatur
secara adil dan perimbagan dengan perdasus dengan memberikan perhatian khusus
pada daerah- daerah yang tertingal.
2.3. Teori Implementasi kebijakan
2.1.1.
Pengertian Implementasi kebijakan
Implementasi adalah suatu Tindakan atau pelaksanaan
dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implentasi
biasanya di lakukan setelah perencanaan sudah dianggap sempurna. Menurut
Nuridin Usman, implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi tindakan atau
adanya mekanisme suatu sistem,implementasi bukan sekedar aktivitas, tapi suatu
kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.
Menurut
Puwarto dan Sulistyastuti, Implementasi itinya adalah kegiatan untuk
mendistribusikan keluaran kebijakan (to deliver policy output) yang di
lakukan oleh para implementor kepada kelompok sasaran (target gruop)
sebagai upaya untuk mewujudkan kebijakan.
Sementara itu, Van Meter dan Van Hom
dalam Solichin Abdul Wahab, (2012:135) menyatakan bahwa :
"Tindakan
– Tindakan yang di lakukan baik oleh individu/pejabat-pejabat atau kelompok
pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah
di gariskan dalam keputusan kebijakan”.
Menurut Lester dan Stewart Jr.
“Mengartikan bahwa keberhasilan suatu implementasi
kebijkan publik dapat di ukur atau di lihat dari proses dan pencapaian tujuan –
tujuan yang ingin diraih”.
2.3.2. Model Implementasi Kebijakan
Implementasi
kebijakan model Donald Van Metter dan Carl Horn dalam Solichin Abdul Wahab
(2012:150) adalah model pendekatan top-down di sebutkan dengan istilah A model
of the policy implementation. Proses implementasi ini merupakan sebuah
abstraksi atau performansi dari suatu pelaksanaan yang pada dasarnya secara
sengaja di lakukan untuk merai kinerja implementasi kebijakan publik yang
tinggi yang berlangsung dalam hubungan dengan berbagai variabel.
Ada enam variabel, menurut Van Metter dan Van Horn
yang mempengaruhi kinerja implementasi kebijakan publik:
1.
Ukuran
dan Tujuan Kebijakan
2. Sumber Daya
3. Karakteristik Agen Pelaksana
4. Sikap atau Kecenderungan (Disposition) para pelaksana
5. Komunkasi Antar- Organisasi dan Aktivitas Pelaksana
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik
2.3.3.
Prinsip – Prinsip Implementasi Kebijakan Publik
Agar implementasi kebijakan dapat berjalan secara
efektif, harus berpijak pada prinsip-prinsip iplementasi.
Menurut
Nugroho (2011:650:652) mengemukakan ada 5 tempat unutk prinsip-prinsip pokok
yang harus dipenuhi dalam imlementasi
kebijakan,yaitu:
1.
Tepat
kebijakan, meliputi tepat fungsi, tepat rumusan dan tepat pembuatan kebijakan
2. Tepat pelaksanaan kebijakan, meliputi untuk kebijakan
yang bersifat monopoli atau derajat politik keamanan yang tinggi dilaksanakan
oleh pemerintah, untuk kebijakan yang bersifat memberdayakan masyarakat, untuk
kebijakan yang bertujuan mengarahkan kegiatan masyarakat di serahkan kepada
masyarakat
3. Tepat target, meliputi apakah target yang intervesi
sesuai dengan yang direncanakan? Apakah target siap diintervensi?, apakah implementasi
kebijakan bersifat baru/ memperbaharui implementasi sebelumnya.
4. Tepat lingkungan, meliputi lingkungan kebijakan yaitu
interaksi diantara Lembaga perumusan dan pelaksana kebijakan dengan Lembaga
lainterkait; lingkungan eksternal kebijakan meliputi publik opinion,
interpretive, istution dan individual
5. Tepat proses, meliputi policy accetance (memahami
kebijakan), policy adoption (menerima kebijakan), dan strategic readiness (siap
melaksanakan atau siap menjadi bagian dari kebijakan). Kelima tepat tersebut
perlu di dukung oleh politik, strategik dan teknis.
2.4 Teori
Presepsi
2.4.1
Pengertian Presepsi
Setiap
orang memiliki pendapat (presepsi) yang berbeda-beda terhadap objek rangsang
yang sama. Perpedaan ini terjadi tergantung oleh beberap hal salah satunya
adalah kemampuan seseorang dalam menafsirkan informasi,menanggapi,serta
mengorganisir informasih yang ia dapatkan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, presepsi adalah tanggapan (peneriamaan) langsung dari sesuatu.
Proses sesorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Beberapa ahli
telah mengungkapakan definisi yang bermacam-macam tentang presepsi walaupun
makna atau intinya sama.
Suranto
(2010:107) menyatakan bahwa :
“Presepsi merupakan preses internal yang diakui
individu dalam menyeleksi, dan mengatur stimuli yang dating dari luar. Stimuli
itu ditangkap oleh indera, secara spotan pikiran dan perasaan kita akan memberi
makna atas stimul tersebut. Secara sederhana presepsi dapat di katakana sebagai
proses individu dalam memahami kontak/hubungan dengan dunia sekelilingnya”.
Sarwono (2009:51) mengemukakan bahwa :
“Presepsi adalah pengalaman yang dapat digunakan untuk
membedakan, mengelompokan dan sebagainya itu yang selanjutnya di orientasi”.
Robbins et al. (2008 :175) mengungkapkan bahwa :
“Presepsi (pereception)
adalah sebuah proses dimana individu menginteprestasikan dan mengatur
kesan-kesan sensoris mereka untuk memberi arti bagi lingkungan mereka. Namun,
apa yang ditangkap atau di terimah seseorang bias saja berbeda dari realita
walaupun sebenarnya perbedaan itu adalah hal yang tidak perlu namun pada
dasarnya perbedaan itu bisa saja timbul. Contohnya adalah tidak semua orang
menagkap secara positif kebijakan yang di perlakukan oleh pemerintah. Beberapa
orang menangkap kebijkan tersebut secara positif namun pasti ada juga beberap
orang yang menagkapnya atau mempresepsikannya secara negative”.
2.4.2
Faktor yang mempengaruhi
presepsi
Walgito (2004:70) mengatakan
bahwa terdapat beberapa factor yang dapat mempengaruhi presepsi antara lain :
1)
Objek yang di presepsi
Objek mencipkan stimulus yang mengenai dan ditangkap
oleh alat indra dan reseptor. Stimulis ini dapat berasal dari luar maupun dari
dalam diri individu.
2)
Alat indara, syaraf, dan
susunan syaraf
Alat indra atau reseptor adalah alat untuk menerima
dan menagkap stimulus, selain itu juga harus ada syaraf sensoris sabagai alat
untuk mengadakan respon di perlukan motor atau pengerak yang dapat mempentuk
presepsi seseorang.
3)
Perhatian
Untuk mengadakan presepsi atau menyadari presepsi di
perlukan perhatian. Perhatian merupakan langka utama sebagai suatu persiapan
dalam rangka mengadakan presepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau kosentrasi
dari seluru aktivitas individu yang di tujukan kepada suatu kumpulan objek.
Pendapat
serupa juga di kemukakan oleh Thoha (2003:154) yang mengemukakan bahwa terdapat
dua factor yang mempengaruhi presepsi seseorang.
1.
Faktor internal
Faktor internal adalah factor yang dapat mempengaruhi
individu yang berasal dari dalam diri sendiri individu. Contohnya adalah perasaan,
kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian, proses
belajar, keadilan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan minat, serta
motivasi.
2.
Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah factor yang dapat mempengaruhi
presepsi individu yang berasal dari luar diri individu tersebut. Contohnya
adalah informasih yang di peroleh, latar belakang keluarga, pengetahuaan dan
kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal
baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek.
2.4.3 Proses Terjadinya Presepsi
Menurut
Thoha (2003:145) menyatakan bahwa presepsi terbentuk dari beberapa tahap,
yaitu:
1.
Proses stimulus atau rangsangan
Proses presepsi di mulai Ketika seseorang dihadapkan
pada suatu rangsangan (stimulus) yang dating dari lingkungannya.
2.
Registrasi
Dalam proses ini, gejala yang terlihat adalah
mekanisme fisik berupa penginderaan dan saraf seseorang perpengaruh melalui
alat indra yang dimilikinya. Seseorang kan Menyusun daftar informasi yang mereka
dapatkan melalui pendengaran atau melalui penglihatan.
3.
Interprestasi
Inteprestasi adalah aspek kognitif dari presepsi yang
sangat penting yaitu proses memberi arti pada stimulus yang di terima. Proses
ini sangat bergantung pada motivasi, kepribadiaan dan cara pedalaman seseorang.
2.4.4. Variabel – Variabel presepsi
Menurut Sunaryo (2004) presepsi di bedakan menjadi dua
macam, yaitu :
Eksternal preseption dan self preseption
1.
Eksternal preseption, yaitu
presepsi yang terjadi karena datangnya rangsangan dari luar individu.
2.
Self preseption, yaitu presepsi
yang terjadi karena datangnya rangsangan dari dalam individu. Dalam hal ini
objeknya adalah diri sendiri.
Interpretasi
adalah aspek kognitif dari presepsi yang sangat penting yaitu proses memberi
arti pada stimulus yang di terima. Proses ini sangat bergantung pada motivasi,
kepribadian dan cara pandang seseorang.
2.5
Teori Pembagunan Sumber Daya Manusia
5.5.1 Pengertian Sumber Daya Manusia
Menurut Noor Isran (2013:26) mengemukakan bahwa :
“Kurangnya dukungan kekuatan kekuatan dan kemampuan
rakyat dalam proses pembagunan, maka pembagunan akan terjebak dalam kegagalan
(failed trap). Dalam konteks ini perlu di formulasikan apa sesunggunya makna
pembagunan. Jika mencoba menformulasikan, pembagunan dapat diartikan suatu
upaya terkordinais untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah
kepada setiap warga negara untuk memenuhi dan mencapai aspirasi yang manusiawi,
bermartabat dan mandiri”.
Bintiro Tjokroamiddjojo dalam Sahya Angara dan
Sumantri mendefenisikan bahwa :
“Pembagunan merupakan proses perubahan sosial
berencana karena meliputi berbagai dimensi untuk mengusahakan kemajuan dalam
kesejatheraan ekonomi, Modernisasi, pembagunan bangsa,wawasan lingkungan dan
peningkatan kualitas manusia untuk memperbaiki kualitas hidupnya”.
Menurut Alexander (1994) dalam, Sahya Angara dan
Sumantri (2016:84) menyatakan bahwa: “Hakikat Pembagunan (development) adalah
proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi,
infrastruktur, pertahanan, Pendidikan, teknologi, kelembagaan, dan budaya”.
Menurut Portes (1997) dalam Sahya Angara dan Sumantri
menyatakan bahwa :
“Mendefenisikan pembagunan sebagai tranformasi
ekonomi,sosial, budaya. Pembagunan
adalah proses perubahan yang di rencanakan untuk memperbaiki berbagai aspek
kehidupan masyarakat”.
5.5.2 Konsep Pembangunan Sumber Daya Manusia
Konsep pembagunan sumber daya manusia di maksudkan
sebagai :
1. Koreksi terhadap pembagunan yang berwawasan lebih pada
pertumbuhan ekonomi dan kurang pada keadilan sosial
2. Pembagunan yang berorientasi tidak hanya pada
kepentingan manusia saja, melainkan pada hubungan dengan lingkungnaya.
a. Masalah pembagunan sumber daya manusia
Diantara sumber daya manusia dalam existing condition
dengan SDM ideal condition dalam kondisi eksternal yang ada, bagaimana supaya
sebanyak mungkin SDM makro memasuki lapangan kerja atau status SDM mikro.
b. Kebutuhan (tuntutan) hidup sumber daya manusia
Setiap orang mempunyai kebutuhan (kepentingan).
Keharusan untuk kerja. Keinginan (want) yang terarah pada alat-alat yang
dianggap dapat mendukung kehidupan, disebut kebutuhan. (need).
c. Aspek sasaran pemabagunan sumber daya manusia
Pemabgunan nasional Indonesia adalah amanat
konstitusi. Baik pembukaan Batang Tubuh UUD1945 mengandung ketentuan-ketentuan
tentang cita-cita bangsa Indonesia setidaknya memiliki ideologi pembagunan
manusia Indonesia seutunya dan kesejahteraan sosial (pemertaan pembagunan).
d. Program pembagunan sumber daya manusia
Berbagai kondisi sumber daya manusia bermasalah:
1) Pertumbuhan sumber daya manusia lebih tinggi ketimbang
persediaan (pembukaan,penciptaan lapker).
2) Distribusi sumber daya manusia yang tidak merata di
seluruh polosk tanah air
3) Ketidakseimbagan pasker
4) Ketidakseimbangan pasker supply sumber daya manusia
jauh lebih tinggi ketimbang demand.
Menurut M. Papayungan mengemukakan bahwa :
“Pembagunan sumber daya manusia adalah suatu proses
peningkatan pengetahuaan, keterampilan, dan kapasitas dari semua penduduk suatu
masyarakat”.
Menurut Payaman J Simanjutak menyatakan bahwa :
“Sumber
daya manusia mengandung dua pengertian: pertama, sumber daya manusia mengandung
pengertian usaha kerja atau jasa yang dapat di berikan oleh seseorang dalam
waktu tetentu untuk menghasilakan barang dan jasa. Sedangkan penegertian kedua
dari sember daya manusia adalah menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk
memberikan jasa atau usaha kerja tersebut”.
5.5.3
Prinsip-Prinsip
Pembagunan Sumber Daya Manusia
Dalam
menajemen SDM selain fungsi manjerial dan fungsi operasional di dalam
penerapanya harus di diprihatikan pula prinsip-prinsip manajemen SD. Adapun
prinsip-prinsip manajemen sdm yang perlu di perhatikan antara lain, adalah :
1. Prinsip kemanusiaan
2. Prinsip demokrasi
3. Prinsip the right man is the ringht place
4. Prinsip egual pay for equal work
5. Prinsip kesatuan arah
6. Prinsip kesatuan komando
7. Prinsip efisiensi dan efektivitas
2.6 Teori Sumber Daya Manusia
6.5.1 Teori Sumber Daya Manusia
Menurut Malayu S.P. Hasibuan dalam bukunya; manajemen
sumber daya manusia menyatakan: pembagunan sumber daya manusia (SDM) adalah
suatu usaha meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral
karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui Pendidikan dan
pelatihan. Dimana Pendidikan adalah suatu usaha untuk meningkatkan keahlian
teoritis, konseptual dan moral karyawan, sedangkan latihan bertujuan untuk
meningkatkan keterampilan teknis pelaksanaan pekerjaan karyawan.
Schuler, Dowling, Smart dan Huber (dalam Priyono
2010:3) mengartikan MSDM sebagai berikut :
“Manajemen
sumber daya manusia/ MSDM merupakan pengakuan tentang pentingnya tenaga kerja
organisasi sumber daya manusia yang sangat penting dalam memberi kontribusi
bagi tujuan-tujuan organisasi, dan pengunaan beberapa fungsi dan kegiatan untuk
memastikan bahwa SDM tersebut di gunakan secara efektif dan adil bagi
kepentingan individu, organisasi dan masyarakat”.
Menurut
M. Papayungan:
“Sumber daya manusia adalah suatu proses peningkatan
penegtahuan, keterampilan dan kapasitas dari semua penduduk suatu masyarakat”.
Sedangkan
menurut Payaman J. Simanjutak:
“Sumber daya manusia mengandung dua pengertian:
pertama, sumber daya manusia mengandung pengertian usaha kerja atau jasa yang
dapat di berikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang
dan jasa. Sedangkan pengertian kedua dari sumber daya manusia adalah menyangkut
manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut”.
Menurut Mondy, R Wayne, Robert M. Noe, dan Shane R.
Premeaux (dalam Benyamin Bukit, 2017:3), “menyatakan bahwa pengembagan sumber
daya manusia adalah sautu usaha yang terencana yang dirancang dalam
mefasilitasi para pegawaninya dan kinerja organisasi dalam meningkatkan
kompetensi pegawai dan kinerja organisasi melalui program – program pelatihan,
Pendidikan dan pengembangan”.
Dari
beberapa pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa pengembagan sumber daya
manusia perlu di tingkatkann dan diprioritaskan agar sebuah visi organisasi
dapat berjalan secara efektif. Dengan
kemampuan sumber daya manusia yang baik mampu mengelola sumber daya dengan baik
dan benar.
6.5.2 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Tujuan ini dapat dijabarkan ke dalam empat tujuan yang
lebih operasional sebagai berikut (Notoatmodjo, 1991:109):
1. Tujuan masyarakat
Untuk bertanggungjawab secara sosial, dalam hal
kebutuhan dan tantangan-tantangan yang timbul dari masyarakat di harapkan
membawa manfaat atau keuntungan bagi masyarakat. Oleb sebab itu suatu
organisasi mempunyai tanggungjawab dalam mengelola sumber daya manusia agar
tidak mempunyai dampak negative terhadap masyarakat.
2. Tujuan organiasasi
Untuk mengenal bahwa menajemen sumber daya manusia itu
ada, perlu memberikan kontribusi terhadap pendayagunaan organisasi diadakan
untuk melayani bagian-bagian lain organisasi tersebut.
3. Tujuan fungsi
Untuk memelihara kontribusi bagian-bagian lain agar
mereka (sumber daya manusia dalam tiap bagian) melaksanakan tugasnya secara
optimal
4. Tujuan personal
Untuk membantu karyawan atau pegawai dalam mencapai
tujuan-tujuan pribadinya, dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.
Tujuan-tujuan pribadi karyawan seharusnya di penuhi, dan ini sudah merupakan
motivasi dan pemeliharaan terhadap karyawan itu.
6.5.
3 Fungsi Sumber Daya Manusia
Fungsi manajemen sumber daya manusia (Hasibuan,2014:21)
1. Perencanaan
Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara
efektif dan efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu
terwujudnya tujuaan perusahaan. Perencanaan di lakukan dengan menetapkan
program kepegawaian. Program kepegawaian meliputi pengorganisasian, pengarahan,
pengendalian, pengadaan, pengembagan, kompensasi, pengintegrasian,
pemeliharaan, kedisplinan dan pemberhentiaan karyawaan. Program kepegawaian
yang baik membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah kegiatan untuk
mengorganisasikan semua karyawan dengan menetapakan pembagian kerja, hubungan
kerja, delegasi wewenang
3. Pengarahan
Pengarahan adalah kegiatan mengarakan semua keryawan,
agar mau kerja sama dengan kerja efektif serta efisien dalam mencapai
tercapainya tujuan perusahaan, keryawan dan masyarakat. Pengarahan di lakukan
pemimpin dengan menugaskan bahawan agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik
4. Pengendalian
Pengendalian (controling) adalah kegiatan
mengendalikan semua karyawan agar mentaati peraturaan – peraturan perusahaan
dan berja sesuai dengan rencana.
5. Pengadaan
Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi,
penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapakan karyawan yang sesuai dengan
kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan.
6. Pengembangan
Pengembagan adalah proses peningkatan ketereampilan
teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan melalui Pendidikan dan
pelatihan. Pendidikan dan pelatihan dan berikan harus sesuai dengan kebutuhan
pekerjaan masa kini maupun masa depan.
7. Kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan fungsi menajemen sumber daya manusia yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan kerena tanpa disiplin yang baik sulit terwujud yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan.