Kamis, Desember 15, 2022

KOMUNIKASI PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA TARIAN HEDUNG SEBAGAI BENTUK IDENTITAS MASYARAKAT ADONARA



KOMUNIKASI PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA TARIAN HEDUNG SEBAGAI BENTUK IDENTITAS MASYARAKAT ADONARA

(Study Kasus Di Kecamatan Witihama, Kabupaten Flores Timur- Provinsi Nusa Tenggara Timur)


 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara multikultural terbesar didunia. Multikultural yang tercipta di Indonesia sesungguhnya adalah akibat dari kondisi sosiokultural maupun geografis yang begitu ragam dan luas. Menurut Kusumohamidjojo (2000:45) “Indonesia terdiri atas sejumblah besar kelompok etnis, budaya, agama, dan lain-lain yang masing-masing plural(jamak)dan sekaligus juga heterogen”aneka ragam”.

Setiap kelompok masyarakat hidup berdasarkan budaya yang dimiliki dan menjaganya dengan menularkan pada generasi berikutnya. Budaya yang di wariskan termaksud keyakinaan, pengetahuaan, bahasa, situs atau benda sejarah serta keseniaan.

Masyarakat Adonara merupakan salah satu kelompok masyarakat yang terus mempertahankan nilai-nilai moral yang terkandung di dalam kebudayaan. Adonara adalah bagian dari Suku Lamaholot bersama dengan masyarakat di Pulau Flores bagian Timur, Pulau solor, sebagian Pulau Lembata sebagian Pulau Alor. Adonara memiliki berbagai jenis budaya daerah baik dalam bentuk keyakinan, pengetahuan, bahasa, situs, maupun kesenian yang merupakan bagian dari kekayaan budaya yang dimiliki oleh masyarakat Adonara. Salah satu kesenian yang menjadi identitas budaya masyarakat Adonara adalah tarian Hedung.

Tarian Hedung merupakan salah satu tarian khas masyarakat Adonara saat ini. Sejak dahulu Tarian Hedung menjadi salah satu tarian khas yang masih diminati. Karena masyarakat sudah mempercayai bahwa tarian Hedung mempunyai nilai – nilai, kepahlawanaan, semangat berjuang, pantang  menyerah, persatuaan, kebersamaan dan kekeluargaan dalam budaya yang terkandung di dalamnya.Tarian Hedung merupakan tarian tradisional dalam budaya masyarakat Adonara. Tarian ini merupakan tarian perang yang dulunya dibawahkan untuk menyambut pahlawan yang pulang dari medan perang. Tarian ini melambangkan nilai – nilai  kepahalawanaan dan semangat berjuang yang tak kenal menyerah. Tarian ini dibawahkan dengan menggunakan pakian adat serta senjata perang. Tarian ini juga merupakan bentuk seremoni adat yang sakral dengan melambangkan kegagahaan para lelaki untuk melindungi semua yang di miliki. Tarian ”Hedung” Adonara memakai gerakan-gerakan yang menggambarkan jiwa kepahalawanaan masyarakat Lamaholot dimedan perang. Nama tariaan Hedung sendiri, diambil dari kata Hedung yang berarti menang. Sehingga bisa diartikan bahwa, tarian Hedung merupakan tariaan kemenangan.

Menurut Bebe(2018:321) “Tarian Hedung merupakan tarian tradisional dalam budaya masyarakat Adonara’’. Tarian ini merupakan tarian perang yang dulunya dibawahkan untuk menyambut pahalawan yang pulang dari medan perang. Yang mana, dalam tariaan ini melambangkan nilai – nilai  kepahalawanaan dan semangat berjuang yang tak kenal menyerah. Tarian Hedung dalam pertunjukannya dimainkan oleh para penari pria ataupun wanita. Untuk jumlah pemain dalam tarian Hedung tidak menentu dan juga sesuai dengan kebutuhaan. Dalam tarian Hedung dibagi dalam tiga jenis, yaitu yang pertama adalah Hedung Tubak Belo (menggambarkan perang tanding), kedua adalah Hedung Hodi Kotok (Menyambut para pahlawan yang pulang dari medan perang) dan ketiga adalah Hedung Megeng Kebeleng (Penyambut Tamu). Jenis tarian Hedung ini umumnya ditampilkan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Biasanya gerakan tarian Hedung lebih mengarah kepada tariaan perang dengan memainkan senjata sebagai properti tariaan.

           Latar belakang tariaan Hedung dipengaruhi oleh gejolak perang atau permusuhaan saudara yang sudah dimulai pada masa Demon dan Paji. Demon dan Paji adalah dua bersaudara yang hidup berdampingan pada zaman dahulu dan saling bermusuhaan. Babe (2018:109) berpendapat bahwa “Kisah Demon dan Paji merupakan ciri khas masyarakat tradisional Adonara yang membedahkan berbagai kelompok sosial sekaligus menjelaskan spesifik dengan kebudayaan lain”. Hedung dipandang bukan sebagai hiburan semata,namun juga memiliki nilai kehidupan para leluhur yang berjiwa kepahalawanaan. Hedung dianggap menunjukan gambaran tentang watak dan jiwa dari masyarakat Adonara. Sampai saat ini, pertunjukan tarian Hedung tetap berkembang diberbagai lapisan masyarakat.

Tarian Hedung senantiasa mengandung nilai-nilai luhur kehidupan, yang setiap akir dari gerakan tarian Hedung menggambarkan adanya kemenangan dan kekalahaan. Hal ini mengandung sebuah falsafah bahwa kekuataan akan selallu unggul atau menang, sedangkan kelemahaan akan selallu terkalahkan. Perkembangan dan kemajuaan teknologi memiliki dampak terhadap perubahaan – perubahaan sosial yang terjadi dikalangan masyarakat. Namun kebudayaan yang satu ini tidak mengalami masa transformasi, akan tetapi seiring perkembangan zaman, tarian Hedung ini sudah berbedah fungsi dan maknanya. Tarian Hedung ini tidak hanya diperagakan oleh Masyarakat Adonara dalam mengantar dan menjemput pahlawan dari medan perang saja, tapi bisa diperagakan dalam acara-acara adat, festival kebudayaan, penjemputan tamu-tamu istimewah, maupun peringataan hari – hari besar.

Interaksi tariaan Hedung yang berlangsung dalam masyarakat Adonara merupakan gambaran proses komunikasi dalam pewarisan budaya. Dari kenyataan saat ini tarian Hedung cenderung diabaikan oleh beberapa lapisaan masyarakat, karena mereka beranggapan bahwa, tarian ini sudah tidak relavan lagi dengan zaman.

Perkembangan era Globalisasi turut mempengaruhi lunturnya tari Hedung itu sendiri. Banyaknya budaya barat yang tersebar dikalangan masyarakat luas salah satunya melalui teknologi, membuat masyarakat khususnya generasi mudah lebih tertarik mengetahui budaya barat yang dianggap lebih moderen. Merosotnya kebudayaan yang satu ini juga dilihat dari bagaimana antusiaisme warga atau masyarakat dalam mengikuti kegiatan-kegiatan yang bernuansa budaya. Misalnya dalam kegiatan festival budaya dilaksanakan setiap tahun menyongsong 17 Agustus menunjukan bahwa jumlah setiap masyarakat yang hadir hampir seluruhnya namun yang berpartisipasi dalam kegiatan Hedung hanya sebagian saja dan itu pun hanya sebagian besar dari kalngan orang tua. Bahakan setiap masyarakat yang hadir dalam acara - acara adat ataupun acara - acara tertentu hanya menikmati penampilan dari tariaan Hedung yang disuguhukan namun tidak memahami nilai-nilai yang terkandung dalam tariaan Hedung.

Oleh karena itu, dengan pemahamaan penulis dan sumber yang terbatas, penulis mencoba memberi solusi dengan mengkaji pola interaksi di lingkungan penari hedung sebagai bentuk proses pewarisan budaya hedung oleh para pendahulu kepada generasi penerus kebudayaan tersebut.

Perkembangan dunia dalam modernisasi dan budaya Global tidak menyurutkan laku ajaran tradisi kebudayaan masyarakat Adonara kususnya tarian Hedung.

Melalui UU No 5 tahun 2017 tentang kemajuaan kebijakaan dalam pasal 32 ayat 1 yang berbunyi “negara memajukaan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasaan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya’’.

Pemerintah pusat memberikan kebebasan penuh kepada pemerintah daerah untuk mengelolaah dan mengembangkan serta memajukan kebudayaan yang ada didaerah masing-masing. Strategi yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Flores Timur melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, sanggar seni, para pengamat budaya adalah dengan membuat kebijakan untuk memajukan Mata Pelajaran Muatan Lokal (Mulok) dalam kurikulum pendidikan bagi setiap jenjang sekolah dan pengadaan festival budaya secara rutin setiap tahun serta pengadaan sanggar budaya disetiap kecamataan dan mengembangkan semua seni budaya daerah termaksud tarian Hedung.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengangkat judul skripsi “KOMUNIKASI PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA TARIAN HEDUNG SEBAGAI BENTUK IDENTITAS MASYARAKAT ADONARA" .Dimana pemilihan judul ini dengan alasan, tarian hedung merupakan salah satu tarian tradisional yang memiliki nilai budaya sebagai salah satu dari warisan kebudayaan yang harus terus di jaga dan dilestarikan dari generasi ke generasi.

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitiaan ini adalah:

         Bagaimana pola komunikasi dari para pewaris budaya kepada generasi penerus kebudayaan masyarakat Adonara?

1.3  Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahaan diatas maka tujuaan dalam penelitiaan ini adalah:

         Untuk mengetahui bagaimana pola komunukasi dari para pewaris budaya dalam mewariskan nilai-nilai budaya tarian Hedung kepada generasi penerus.

1.4  Manfaat Penelitian

Manfaat study penelitiaan ini dapat dilihat dari dua aspek,yaitu aspekteoritis dan aspek praktis:

         Aspek Teoritis

Hasil dari penelitiaan ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam pengembangan Ilmu Komunikasi terutama, dalam kajian budaya khususnya dalam komunikasi pewarisan nilai budaya.

         Aspek Praktis

Hasil dari penelitiaan ini diharapkan, dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi terkait tarian Hedung bagi masyarakat Adonara di Kabupaten Flores Timur.

         Aspek Sosial

Hasil dari penelitiaan ini diharapkan mampu menjelaskan kepada pembaca tentang komunikasi pewarisan nilai - nilai yang terkandung dalam sebuah tarian daerah.

 

KERANGKA DASAR TEORI

 

2.1 Komunikasi Pewarisan Budaya

Definisi komunikasi harus ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu komunikasi dalam pengertian secara umum dan pengertian paradigmatik, sehingga akan menjadi jelas bagaimana pelaksanaan teknik komunikasi itu. Pengertian komunkasi secara umum adalah setiap orang yang hidup dalam masyarakat, sejak bangun tidur sampai tidur lagi, secara kodrati senantiasa terlibat dalam komunikasi. Terjadinya komunikasi adalah sebagai konsekuensi terdiri dari dua orang yang saling berhubungan satu sama lain, karena berhubungan menimbulkan interaksi sosial.

Kehidupan manusia terlihat dari dinamika komunikasinya. Semua manusia sangat sadar akan kebutuhan hidupnya dan bisa terpenuhi apabila dia berinteraksi. Oleh karenanya apabila seseorang berinteraksi dengan baik kebutuhannya dapat berjalan lancar. Menurut Saundra Hybels dan Richard L. Weafer II, yaitu komunikasi adalah proses pertukaran informasi, gagasan, dan perasaan. Proses itu mencangkup informasi yang telah disampaikan tidak hanya saja secara lisan dan tulisan, tetapi dengan bahasa tubuh, gaya serta penampilan diri, atau dengan alat bantu di sekeliling kita untuk memperkaya pesan tersebut ( Liliweri, 2013: 3).

Pusat utama komunikasi dan budaya terihat pada variasi langkah dan cara manusia berinteraksi melalui golongan manusia atau kelompok sosial. Pelintasan komunikasi itu menggunakan kode pesan, baik secara verbal maupun nonverbal, yang secara almiah digunakan dalam semua konteks interaksi. Pusat perhatian studi komunikasi dan kebudayaan juga meliputi bagaimana makna serta pola itu diartikulasi dalam sebuah kelompok sosial, kelompok budaya, kelompok politik, proses pendidikan, bahkan lingkungan teknologi yang melibatkan interaksi antar manusia.

2.1.1 Proses Komunikasi Pewarisan Budaya

Sesungguhnya masyarakat itu memiliki struktur dan lapisan (layer) yang bermacam-macam, ragam struktur dan lapisan masyarakat tergantung pada kompleksitas masyarakat. Semakin kompleks suatu masyarakat maka struktur masyarakat itu semakin rumit pula. Kompleksitas masyarakat juga ditentukan oleh ragam budaya dan proses-proses sosial yang dihasilkannya.

Berbagai proses komunikasi dalam masyarakat terkait dengan struktur dan lapisan (layer) maupun ragam budaya dan proses sosial yang ada di masyarakat tersebut, serta tergantung pula pada adanya pengaruh dan khalayaknya, baik secara individu, kelompok ataupun masyarakat luas. Sedangkan subtansi bentuk atau wujud komunikasi ditentukan oleh: (1) pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi (komunikator dan khalayak); (2) cara yang ditempuh; (3) kepentingan atau tujuan komunikasi; (4) ruang lingkup yang melakukannya; (5) saluran yang digunakan; dan (6) isi pesan yang disampaikan. Sehubungan dengan itu, maka kegiatan komunikasi dalam masyarakat dapat berupa komunikasi tatap muka yang terjadi pada komunikasi interpersonal dan kelompok serta kegiatan komunikasi yang terjadi pada komunikasi massa (Bungin, 2006: 67).

Proses pewarisan budaya yang di lakukan masyarakat Adonara dalam tarian hedung berlangsung melalui komunikasi visual antar kelompok yakni dengan terus melakukan intraksi tarian hedung pada acara – acara adat maupun acara – acara lain yang diberlakukanya tarian Hedung. Tarian Hedung di lakukan dengan gerakan yang lebih mengarah pada tarian perang dengan memainkan senjata sebagai properti menarinya.

Pewarisan nilai – nilai budaya kususunya nilai kebudayaan dari tarian Hedung yang merupakan salah satu cara dalam pendidikan dilingkup masyarakat. Pewarisan nilai ini biasanya dapat di peroleh dari tradisi lokal. Tradisi lokal yang ada dalam masyarakat bersifat lisan, tradisi lisan ini sering dijadikan sumber sebagai bahan penyusunaan sejarah lokal (Widja, 1989:53).

Sejarah lokal merupakan sejarah yang terkait dengan dua aspek tradisi kesejaraan yang tumbuh dan melekat dalam kehidupan suatu komunitas (Widja, 1989:3).  Sumber dari sejarah lokal dapat melalui tulisan dan lisan. Namun, sejarah lokal sering diabaikan karena ketidakpekaan masyarakat terhadap sejarah lokal yang didasari adanya pemikiran bahwa sejarah yang penting mereka pelajari adalah sejarah nasional yang mereka dapat dari sekolah formal. Selain itu, sumber dari sejarah lokal sering didapatkan dari tradisi lisan (Widja, 1989: 3), dengan cakupan loyalitas tertentu, membuat sebagian orang tidak tertarik pada sejarah lokal.

Kearifan lokal sesungguhnya merupakan buah dari kecerdasaan masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Masyarakat lokal merupakan identitas budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap den mengolah kebudayaan asing sesuai dengan watak dan kebudayaanya sendiri.

Globalisasi sesungguhnya menjadi tantangan dan sekaligus peluang dalam melestarikan budaya lokal. Antara yang global dan lokal tidak selallu berada dalam tegangan atau konflik, tetapi juga dalam wujud saling melengkapi dan membuthukan. (Warto, 2012:57) . Dengan adanya tradisi lokal yang berupa keseniaan tarian Hedung yang sudah ada di Adonara, Kabupaten Flores Timur, NTT, masyarakat masi berupaya untuk tetap mempertahankan agar mewarisakn kepada setiap generasi sehingga pesan ataupun nilai – nilai yang terkandung dalam tarian hedung dapat tersampaikan pada setiap generasi. Dengan begitu, pewarisan nilai – nilai diharapkan generasi muda dapat mengetahui serta menghayati dengan baik perkembangan masyarakat dari masa lampau sampai kini yang terjadi di lingkungannya.

Keberadaan nilai – nilai budaya tarian Hedung tetap bertahan ditengah masyarakat Adonara karena adanya pelangenggan budaya melalui proses belajar dari generasi ke generasi. Budaya diperoleh melalui proses belajar dalam interaksi dengan orang lain serta melalui proses belajar dalam interaksi dengan orang lain serta melalui warisan generasi sebelumnya. Proses pewarisan budaya di peroleh melalui sanggar seni, pengamat kebudayaan, agen budaya seperti orang tua ,sekolah, para tetua adat dan juga lewat dinas perhubungan dan pariwisata. Dengan demikian dalam pembelajaraan budaya masyarakat Adonara tidak terlepas dari proses komunikasi yang berlangsung dalam interaksi masyarakat Adonara.

Proses belajar budaya dari generasi ke generasi penting untuk di ketahui melalui studi komunikasi. Hal ini di karenakan pewarisan budaya tidak lepas dari aktivitas komunikasi dan mengacu pada pernyataan Hall yang di kutip Samovar dan Porter (2001) bahwa culture is communication and communication is culture. Maksud dari pernyataan Hall itu bahwa, keberadaan  budaya berlangsung melalui proses komunikasi. Yaitu proses dialog melalui interaksi antar manusia dari generasi – ke generasi dan bukan di wariskan melalui gen . Melainkan integrasi dari nilai – nilai budaya melalui proses belajar.

Pentransmisian pada lintas generasi tentu melalui proses komunikasi. Dinyatakan Devito (1997) bahwa, inti dari komunikasi terletak pada proses, dimana komunikasi merupakan proses dinamis orang – orang yang berusaha mengirimkan pesan melalui ruang dan waktu. Pernyataan Devito ini menjelaskan bahwa dalam proses pewarisan budaya berlangsung aktivitas komunikasi, yaitu budaya lokal sebagai warisan leluhur ditranmisikan sebagai pesan pada generasi selanjutnya.

Komunikasi sebagai sebuah proses secara sederhana ditunjukan melalui model komunikasi Laswell. Oleh Laswell (dalam Vikse, 2012) dijelaskan bahwa pada dasarnya komunikasi adalah suatu proses yang menjelaskan “siapa (who), mengatakan apa (says what)”, dengan saluran apa (in which chanel), “ Kepada siapa (who whom) “, “akibat dan efeknya apa (which what effect)”. Dengan demikian, dalam model yang di tawarkan mengandung unsur yang merupakan unsur syarat berlangsungnya komunikasi sebagai sebuah proses. Unsur tersebut adalah sumber dan penerima sebagai pelaku komunikasi, pesan , dan saluran.

 

2.1.2 Peran Komunikasi Dalam Pewaris Budaya

Aktivitas komunikasi sering kali mempunyai fungsi yang tumpang tindih, meskipun salah satu fungsinya sangat menonjol dan mendominasi. Menjawab peran komunikasi dalam pewarisan nilai – nilai budaya tarian Hedung dapat diketahui dari proses komunikasi visual tarian Hedung. Berdasarkan proses komunikasi dalam pewarisan budaya sebelumnya peran komunikasi dalam pewarisan budaya Tarian Hedung yaitu: Dalam pentransmisian nilai – nilai budaya lokal yang berlangsung dalam masyarakat Adonara, komunikasi berfungsi sebagai komunikasi instrumental (Mulyana, 2015) sesuai dengan fungsinya sebagai komunikasi instrumental, komunikasi memiliki beberapa tujuan, yaitu untuk menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinaan, dan mengubah prilaku atau menggerakan tindakan, dan juga untuk menghibur. Untuk melaksanakan tujuan tersebut salah satu unsur penting dalam proses komunikasi adalah adanya saluran media berlalunya pesan dari antara pelaku komunikasi. Saluran komunikasi dalam pewarisan budaya dilakukan melalui  peragakan tarian Hedung pada upacara – upacara adat maupun upacara lain sesuai dengan kegunaan dari tarian Hedung ini sendiri. Proses komunikasi dalam kelompok ini berlangsung secara tatap muka sehingga penggunaan lambang bahasa secara verbal terjadi.

 

 

 

2.1.3 Proses Pewarisan Budaya

Budaya terlahir sebagai identitas suatu bangsa. Maka persoalan pelestarian budaya menjadi perihal penting. Walaupun pada hakikatnya manusia tidak bisa memilih dan dilahirkan atas ras, agama, atau budaya/etnik. Menjadi hak preogratif Tuhan untuk menciptakan manusia terlahir berasal dari budaya etnik tertentu. Namun terlalu naif jika seseorang yang terlahir atas etnik tertentu tidak mempunyai kesadaran dalam hal melestarikan budaya/etnik dari mana dia berasal. Sebuah dorongan psikologis menjadi hal yang penting dalam pelestarian budaya dimana kita terlahir (Onainor, 2019).

Mulyana (2015 ) mendefenisikan kelompok sebagai sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Adapun metode latihan pewarisan dengan latihan sejak dini yang bisa dilihat dari salah satu mata pelajaran Sekolah Dasar muatan lokal yang mengajarkan juga tentang kekayaan budaya, adapun metode pengamatan yang artinya tarian dilakukan oleh orang dewasa dalam penggelaran budaya dan anak – anak itu mengamati dan menginternalisasi tarian itu sehingga bisa melakukannya. Jadi, tarian Hedung bukan saja dilakukan oleh orang dewasa saja, melainkan oleh anak – anak juga.

 

2.2 Komunikasi Intra Budaya

Di dalam kajian budaya dan komunikasi, terdapat interaksi timbal balik dan saling melengkapi satu sama lain dalam menjelaskan sebuah fenomena, seperti dua sisi dari satu mata uang. Dalam kondisi tertentu, komunikasi menjadi bagian dari perkembangan budaya. Demikian juga pada kondisi yang lain, budaya tertentu akan terlihat melalui komunikasi yang tumbuh dalam budaya itu sendiri. Pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan, dan mewariskan budaya, yang menurut Edward T.Hall (1959: 96) bahwa Culture is Communication dan Communication is Culture.

Menurut Tubbs dan Moss dalam (Sihabudin 2013:13) komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi antar orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik ataupun perbedaan sosioekonomi). Komunikasi antarbudaya diartikan sebagai komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan. Kehidupan modern itu ditandai dengan adanya peningkatan kualitas perubahan sosial yang lebih jelas yang sudah meninggalkan fase transisi (kehidupan desa yang sudah maju). . Komunikasi antarbudaya adalah kegiatankomunikasi antarpribadi dan bisa juga antarkelompok atau antarindividu dengan kelompok yang dilangsungkan di lingkungan masyarakat dengan budaya yang berbeda. Komunikasi antarbudaya secara sederhana dapat terlihat dari proses komunikasi antara individu dengan individu lain yang budayanya berbeda.

 

2.3 Pengembangan Citra Budaya

Berdasarkan kamus besar bahasa indonesia citra adalah gambar atau gambaran mental. Bedah lagi pengertiaan dengan citra dalam ilmu komunikasi dan Public Relations. Dalam Ilmu Komunikasi citra diartikan sebagai sebuah nilai. Dan untuk teori citra Public relations adalah sebuah sistem Komunikasi untuk membangun sebuah prilaku yang baik. Untuk membangun sebuah citra, kesan yang baik untuk publiknya, maka yang dibuthukan adalah memberikan informasi diantara lembaga (organisasi) dan publik agar tidak terjadi perbedaan pandangan. Sedangkan citra bagi seorang praktisi Public Relations adalah tujuan utama, reputasi dan prestasi yang hendak dicapai. Citra seperti penerimaan dan tanggapan baik positif maupun negatif yang khususnya datang dari publik (khalayak sasaran) dan masyarakat luas pada umumnya.

 

2.4 Nilai-Nilai Budaya

Nilai budaya merupakan konsep abstrak mengenai masalah besar yang bersifat umum dan sangat penting serta bernilai bagi kehidupan masyarakat. Nilai budaya adalah sebagian konsepsi umum yang terorganisasi, mempengaruhi prilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dengan alam,hubungan manusia tentang hal yang diinginkan dengan hal yang tidak diinginkan. Ada berbagai ragam cara dalam mempertahankan nilai-nilai budaya yang ada dalam tarian Hedung dengan menggunakan teori Conectionism (Thorndike) adalah, dengan cara terus mempelajari hal yang berkaitan dengan tariaan Hedung, terus menggali informasi dari para tetua adat ataupun orang tua yang tau seluk beluk tentang tarian Hedung, terus berusaha untuk memahami dan mempertahankan makna dari tarian Hedung dengan tujuan penyesuaiaan diera globalisasi itu ada tanpa harus meninggalkan keasliaan budaya daerah. Dan juga dengan cara masing-masing setiap generasi penerus untuk tetap memperthankan kebudayaannya dan selallu menghargai kebudayaan sendiri dan kebudayaan orang lain.

Budaya pada dasarnya merupakan nilai-nilai yang muncul dari proses interaksi antar individu. Nilai-nilai ini diakui, baik secara langsung maupun tidak seiring dengan waktu yang dialui dalam interaksi tersebut. Bahkan terkadang sebuah nilai tersebut berlangsung di dalam alam bawah sadar individu dan diwariskan pada generasi berikutnya. Jika dilihat dari sifat-sifatnya yang dinamis dan selalu berubah, yang mengalami difusi, asimilasi, dan akulturasi, jelas kebudayaan merupakan suatu yang akan terus berkembang. Perkembangan itu hanya mungkin terjadi karena adanya interaksi antara sesama manusia, yang salah satunya melalui kegiatan komunikasi antara manusia yang memiliki budaya yang berbeda. Disinilah, komunikasi antarbudaya merupakan suatu bagian yang akan terus ada sebagai gejala dalam kehidupan manusia.

komunikasi antarbudaya terjadi apabila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya. Dalam keadaan demikian, kita segera dihadapkan kepada masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi dimana suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam budaya lain.

Budaya merupakan segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal budi (pikiran) manusia, Setiap manusia hidup dalam suatu lingkungan sosial budaya tertentu dan budaya itu senantiasa memberlakukan adanya nilai-nilai sosial budaya yang dianut oleh warga masyarakat. Kekuatan nilai-nilai maupun segala sumberdaya sosial budaya membentuk dan mempengaruhi tingkah laku individu dalam melakukan interaksi. Sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok dan berkomunikasi dengan sesamanya, manusia/masyarakat itu juga terdiri dari latar belakang budaya yang berbeda. Mereka saling berinteraksi baik secara langsung mupun melalui media massa karena dewasa ini perkembangan dunia saat ini menuju ke global village yang hampir tidak memiliki batas-batas lagi sebagai akibat dari perkembangan teknologi modern, khususnya teknologi komunikasi. Bersamaan dengan pertukaran informasi tersebut terjadi pula proses pertukaran nilai-nilai sosial budaya sehingga hal ini menimbulkan anggapan bahwa komunikasi antarbudaya saat ini sangat penting di bandingkan masa-masa sebelumnya.

Semua budaya percaya bahwa sejarah merupakan sebuah diagram yang memberikan petunjuk bagaimana hidup pada masa ini. Hal yang menarik dari sejarah budaya adalah bahwa banyak elemen paling penting dari budaya disebarkan dari generasi ke generasi dan melestarikan padangan suatu budaya. Sejarah menyoroti asal suatu budaya, memberitahukan anggotanya apa yang dianggap penting, dan mengidentifikasikan prestasi suatu budaya yang pantas untuk dibanggakan (Samovar, Porter & McDaniel, 2010).

Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat, karena itu sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila berguna dan berharga nilai kebenaran, nilai estetika, baik nilai moral, religius dan nilai agama” (Elly Setiady, 2006:31).

Budaya suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang,dan diwariskan dari generasi ke generasi.Budaya terbentuk dari sebuah unsur yaitu sistem agama, politik, adatistiadat, bahasa, dan karya seni. Budaya mempengaruhi banyak sekali aspek dalam kehidupan manusia. Dengan seiring berjalannya waktu,budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas dalam peradabaan manusia.

Dengan terbentuk dari berbagai unsur yang rumit, termaksud sistem agama, politik, adat istiadat, perkakas, bahasa, bangunaan, pakaian, serta karya seni. Tylor (dalam Bebe, 2014:3 menyatakan bahwa “kebudayaan adalah kompleks keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tylor juga memakai kata “Culture” yang berarti kebudayaan.

 

Nilai budaya merupakan konsep abstrak mengenai masalah besar yang bersifat umum dan sangat penting serta bernilai bagi kehidupan masyarakat. Nilai budaya adalah sebagian konsepsi umum yang terorganisasi, mempengaruhi prilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dengan alam,hubungan manusia tentang hal yang diinginkan dengan hal yang tidak diinginkan. Ada berbagai ragam cara dalam mempertahankan nilai-nilai budaya yang ada dalam tarian Hedung dengan menggunakan teori Conectionism (Thorndike) adalah, dengan cara terus mempelajari hal yang berkaitan dengan tariaan Hedung, terus menggali informasi dari para tetua adat ataupun orang tua yang tau seluk beluk tentang tarian Hedung, terus berusaha untuk memahami dan mempertahankan makna dari tarian Hedung dengan tujuan penyesuaiaan diera globalisasi  tanpa harus meninggalkan keasliaan budaya daerah. Dan juga dengan cara masing-masing setiap generasi penerus untuk tetap memperthankan kebudayaannya dan selalu menghargai kebudayaan sendiri dan kebudayaan orang lain.

 

2.5 Tarian Hedung Adonara

Menurut Bebe (2018:323) “Tarian Hedung adalah tariaan tradisional sejenis tarian perang masyarakat Adonara, Flores Timur, NTT. Tarian ini dibawahkan oleh para penari pria maupun wanita dengan menggunakan pakaian serta senjata perang(parang dan tombak)”. Parang adalah simbol membelah dan melindungi yang benar, sedangkan Tombak adalah simbol tiang arasy sebagai penegak keadilan. Istilah adat suku bangsa Lamaholot menyebutnya, Liko Lapak Jaga Gerian, parang dan tombak adalah senjata yang digunakan oleh Nenek Moyang orang Lamaholot.

Zaman dulu perang tanding satu lawan satu, parang digunakan untuk memenggal kepala musuh dan tombak digunakan untuk menikam jantung musuh. Kepala dan jantung sebagai sasaran agar musuh yang dibunuh tidak lama menderita ksesakitan. Pertunjukan tari tersebut, mereka (Masyarakat Adonara) Menari dengan gerakan-gerakan yang menggambarkan jiwa kepahalawanaan masyarakat Adonara di medan perang.

Hedung menjadi sebuah seni tari hendaknya membawah pesan sosial bagi penikmat. Pesan sosial bertedensi resurjensi yaitu membangkitkan semangat juang, daya tahan, pantang menyerah, persatuaan, kebersamaan, dan kekeluargaan. Pesan ini hendaknya dimaknai dan diwujudnyatakan dalam aspek kehidupan lainnya. Kini, Hedung tetap dilestarikan dalam bentuk tarian untuk mengenang dan mewarisi keberaniaan leluhur kepada generasi penerus masyarakat Lamaholot.

Dewasa ini, pertunjukan tarian Hedung tidak lagi berlangsung hanya ketika terjadi perang tanding dan acara peresmiaan dan pernikahan (itupun sekali-sekali) tetapi beberapa moment tarian Hedung sudah dipertunjukan sebagai bentuk hiburan rakyat. Misalnya ketika menjemput tamu agung, dan menjadi tariaan tahunaan menyambut datangnya tahun baru serta ketika berlangsung acara besar lainnya. Hal ini terjadi ketika pemerintah mulai mengintervensi kehidupan sosial-kultural masyarakat setempat, dalam banyak kasus, kecenderungan pemerintah untuk turut terlibat terhadap persoalaan-persoalaan yang terjadi dalam masyarakat, terutama yang sifatnya profokativ (berpotensi melahirkan konflik) misalnya persoalaan hak ulayat dan batas tanah (wilayah) menjadi sangat besar. Dengan demikian solusi yang dipakai menjadi bervariatif demi menghindari terjadinya pertumpahan darah. Pada masa inilah masyarakat Adonara mulai meninggalkan tradisi perang tanding sebagai jalan keluar terhadap masalah hak ulayat atau batas tanah.

Mengurangnya frekuensi perang tanding yang terjadi di Adonara, pada akhirnya berdampak pula terhadap keberlangsungan hidup tarian Hedung itu sendiri. Mensiasati ketakutaan punahnya tariaan ini, maka masyarakat Adonara mulai mencari cara untuk menjaga kelestariaan Hedung, antara lain dengan menerapkan cara-cara seperti menjemput tamu agung, dan menjadi tariaan tahunaan menyambut datangnya tahun baru serta ketika berlangsung acara adat besar lainnya.

Perkembangan terakhir menunjukan bahwa telah terjadi tranformasi nilai dan orintasi kulturalis dalam tubuh Tariaan Hedung Adonara , selain sebagai ungkapan penghormataan terhadap tamu agung . Nilai dan orintasi itu sendiri sebenarnya dalam pemakanaan atau makna tarian tersebut. Menurut keyakinaan masyarakat mengunjungi wilayah setempat , tariaan ini jugs merupakan untaiaan doa permohonaan dan syukur terhadap Rela Wulan Tanah Ekan (Penguasa Langit dan Bumi). Permohonaan yang di maksud adalah , permohonaan atau permintaan agar diberikan berkat keselamatan dan kemenangan bagi laskar adat atau suku ketika berlaga dimedan perang,dan pengertiaan syukur itu sendiri merujuk pada syukur atas karunia kemenangan yang di peroleh.

Pengertiaan pergeseraan nilai dan orientasi yang dimaksud kelompok sebenarnya menitikberatkan pada konteks doa permohonaan dan syukur sebagai pemaknaan bentuk simbol dari masyarakat Adonara. Dewasa ini, Hedung dipahami sebagai Tarian Penghormataan terhadap arwah Leluhur yang mati atau telah mengorbankan jiwa raganya setelah bertempur (perang tanding). Terkandung syukur dan permohonaan tetapi dalam konteks yang berbedah. Permohonaan yang dipahami saat ini adalah permohonaan keselamatan jiwa bagi leluhur tersebut, dan syukur sendiri adalah syukur atas karunia dan berkat yang boleh diterima Masyarakat sepanjang perjalanaan hidup baik sebagai komunitas maupun individu.

2.5.1 Asal Usul Tarian Hedung

Menurut sejarahnya, pada zaman dahulu di Adonara sering terjadi perang tanding, baik antar suku maupun antar kampung. Sebelum berangkat menuju medan perang, mereka berkumpul untuk melakukan tari Hedung dan ritual agar diberikan keselamatan untuk mereka yang pergi ke medan perang. Hal ini dilakukan juga saat mereka pulang dari medan perang, para penari menyambut para pahlawan dengan tari Hedung. Nama Hedung sendiri diambil dari kata Hedung, yang berarti menang. Sehingga dapat diartikan bahwa, tarian Hedung merupakan tarian kemenangan.

 

2.5.2 Fungsi Dan Makna Tarian Hedung

Tarian Hedung ini awalnya merupakan tarian perang dan bagian dari ritual masyarakat Adonara dalam mengantar dan menyambut para pahlawan dari medan perang.Namun seiring dengan perkembangan zaman, fungsi tersebut telah berubah dan memiliki makna yang berbeda. Kini tarian Hedung dimaknai oleh masyarakat Adonara sebagai penghormatan kepada leluhur. Selain itu, tarian ini juga mengenalkan dan mengingatkan kepada generasi muda akan tradisi, budaya, dan jiwa kepahalawanan leluhur mereka dulu.

 

2.5.3 Pertunjukan Tarian Hedung

Pertunjukan tari Hedung ini dimainkan oleh penari pria maupun wanita. Jumblah penari biasanya tidak menentu dan sesuai dengan kebutuhan. Jenis tarian ini dibagi menjadi tiga jenis, yaitu Hedung Tubak Belo, (menggambarkan perang tanding), Hedung Hodi Kotok(menyambut para pahlawan yang pulang dari medan perang) dan Hedung Mengeneng (penyambutan tamu). Jenis tari Hedung ini biasanya ditampilkan sesuai dengan fungsinya masing – masing. Pada umumnya, gerakan tari hedung ini lebih mengarah pada tari perang dengan memainkan senjata sebagai properti menarinya.

2.5.4  Pengiring Tarian Hedung

Pertunjukan tari Hedung ini penari juga diiringi dengan iringan musik tradisional. Musik tradisional tersebut diantaranya seperti Gong Bwa (gong gendang), Gong Inang (gong induk), Gong Anang (gong anak atau gong kecil), Keleneng, dan Gendang.

2.5.5 Konstum Tarian Hedung

Kostum yang digunakan dalam pertunjukan tarian Hedung biasanya merupakan busana khusus. Kostum penari pria bisanya menggunakan Nowing sedangkan penari wanita menggunakan Kewatek. Aksesoris terdiri dari Kelala (ikat pingang), senai (selendang), dan Kenobo (perhiasan kepala). Peralatan yang digunakan untuk menari antara lain, Kenube (parang), Gola(tombak) dan Dopi (Perisai).

 

 

2.5.6 Perkembangan Tarian Hedung

Perkembangan tari Hedung sudah tidak digunakan sebagai tarian perang, tetapi masih sering ditampilkan di berbagai acara seperti penyambutan tamu penting, acara budaya dan berbagai acara adat. Berbagai variasi juga sering dilakukan, namun tidak meninggalkan keasliaannya. Hal ini di lakukan sebagai usaha masyarakat  Adonara dalam melestarikan dan memperkenalkan kepada masyarakat luas serta generasi muda akan tradisi dan budaya mereka.

 

 

2.6 Penelitian Terdahulu

        Dalam penelitian ini penelitian terdahulu dijadikan sebagai acuan untuk melaksanakan penelitian ini. Peneliti mencari berbagai literature dan penelitian terdahulu untuk mendukung permasalahan terhadap bahasa peneliti, tentunya yang sesuai dan masi relevan terhadap masalah yang menjadi objek penelitian saat ini. Dalam penelitian ini ada beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai acuan. Penelitian-penelitian dahulu tersebut sebagai berikut:

         Hasil penelitiaan Putu Mardika(2015)

        Penelitian Putu Mardika (2015) berjudul “Komunikasi Budaya Dalam Pewarisan Rumah Bandung Rangki di Desa Pedawa Kecamatan Banjar Kabupaten Bulelelng”. Hasil yang didapatkan dalam penelitiaan ini adalah bahwa komunikasi dalam konteks budaya sangat erat mempengaruhi identitas budaya itu sendiri.

         Hasil Penelitian Joko Mulanto(2014)

        Penelitian Joko Mulanto (2014) berjudul “Pewarisan Bentuk, Nilai, dan Makna Tari Kretek”. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini adalah bahwa pewarisa budaya harus terus diwarisakan dari generasi ke generasi dengan tujuan agar suatu identitas yang menggambarkan budaya masyarakat tetap ada dengan ciri khas budaya tersebut.

         Hasil Penelitian Fernando Alphin(2020)

        Penelitian Fernando Alphin (2020) berjudul “Pewarisan Budaya Antar Generasi Komunitas Cina Benteng Tangerang (studi fenomenologi pelestarian budaya chio tao untuk generasi Z). Hail yang didapatkan dalam penelitiaan ini adalah bahwa Pelestarian budaya yang diperoleh secara turun temurun tersebut sebagai hasil dari komunikasi budaya dengan penerus sebelum-sebelumnya. Dan tentu saja, pengetahuaan ini sebagai hasil dari proses komunikasi dua arah antara generasi sebelumnya dengan generasi berikutnya.

 

2.7 Teori Intraksi Sosial Budaya

            Manusia dalam hidup bermasyarakat akan saling berhubungan dan saling membutukan satu sama lain. Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses intraksi sosial.

            Maryawati dan Suryawati (2003) menyatakan bahwa, intraksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau inter simulasi dan respon antar individu dan kelompok. Pendapat lain dikemukan oleh Murdiyat Moko dan Handayani (2004), interaksi sosial adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial .

Interaksi positif hanya mungkin terjadi apabila terdapat suasana saling mempercayai, menghargai dan saling mendukung (Siagian, 2004).

Berdasarkan defenisis diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa, interaksi sosial adalah intraksi timbal balik antar individu ysng memiliki pengaruh dan saling mempengaruhi satu sama lain baik itu dalam hubungan antar individu, antar kelompok, maupun antar individu dan kelompok.

 

2.8 Kerangka Berfikir

Tarian Hedung merupakan tarian perang yang dulunya dibawakan untuk menyambut parah phalwan yang pulang dari medan perang. Tarian Hedung melambangkan nilai – nilai kepahlawanan dan semangat juang yang tak kenal menyerah. Tarian Hedung merupakan tarian tradisonal masyarakat Adonara yang dalam pertunjukanya juga dimainkan oleh para penari pria maupun wanita dengan jumlah yang tidak menentu dan juga sesuai dengan kebutuhan.

Keberadaan tarian Hedung ini juga sangat dipengaruhi oleh perubahan zaman atau modernisasi dilingkungan masyarakat yang bersangkutan. Modernisasi yang tengah melanda masyarakat saat ini merupakan proses perubahan yang belum selesai. Perubahan cara hidup dari yang dulu (tradisonal) kearah sekarang ( moderen ) yang juga berdampak pada tarian tradisional yang satu ini. Keberadaan tarian Hedung saat ini semakin dilupakan akan bagaimana tarian ini membentuk identitas dari masyarakat tersebut. Tarian tradisional dianggap tidak praktis, tidak efektif, bertele-tele dan kuno, bahakan tidak relevan dengan zaman, sehingga kian meluntur.

Lokasi: Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar