KOMUNIKASI
PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA TARIAN HEDUNG SEBAGAI BENTUK IDENTITAS MASYARAKAT
ADONARA
(Study Kasus Di Kecamatan Witihama, Kabupaten Flores Timur- Provinsi Nusa Tenggara Timur)
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara
multikultural terbesar didunia. Multikultural yang tercipta di Indonesia
sesungguhnya adalah akibat dari kondisi sosiokultural maupun geografis yang
begitu ragam dan luas. Menurut Kusumohamidjojo (2000:45) “Indonesia terdiri
atas sejumblah besar kelompok etnis, budaya, agama, dan lain-lain yang
masing-masing plural(jamak)dan sekaligus juga heterogen”aneka ragam”.
Setiap kelompok masyarakat hidup
berdasarkan budaya yang dimiliki dan menjaganya dengan menularkan pada generasi
berikutnya. Budaya yang di wariskan termaksud keyakinaan, pengetahuaan, bahasa,
situs atau benda sejarah serta keseniaan.
Masyarakat Adonara merupakan salah
satu kelompok masyarakat yang terus mempertahankan nilai-nilai moral yang
terkandung di dalam kebudayaan. Adonara adalah bagian dari Suku Lamaholot
bersama dengan masyarakat di Pulau Flores bagian Timur, Pulau solor, sebagian
Pulau Lembata sebagian Pulau Alor. Adonara memiliki berbagai jenis budaya
daerah baik dalam bentuk keyakinan, pengetahuan, bahasa, situs, maupun kesenian
yang merupakan bagian dari kekayaan budaya yang dimiliki oleh masyarakat
Adonara. Salah satu kesenian yang menjadi identitas budaya masyarakat Adonara
adalah tarian Hedung.
Tarian Hedung merupakan salah satu
tarian khas masyarakat Adonara saat ini. Sejak dahulu Tarian Hedung menjadi
salah satu tarian khas yang masih diminati. Karena masyarakat sudah mempercayai
bahwa tarian Hedung mempunyai nilai – nilai, kepahlawanaan, semangat berjuang,
pantang menyerah, persatuaan,
kebersamaan dan kekeluargaan dalam budaya yang terkandung di dalamnya.Tarian
Hedung merupakan tarian tradisional dalam budaya masyarakat Adonara. Tarian ini
merupakan tarian perang yang dulunya dibawahkan untuk menyambut pahlawan yang
pulang dari medan perang. Tarian ini melambangkan nilai – nilai kepahalawanaan dan semangat berjuang yang tak
kenal menyerah. Tarian ini dibawahkan dengan menggunakan pakian adat serta
senjata perang. Tarian ini juga merupakan bentuk seremoni adat yang sakral
dengan melambangkan kegagahaan para lelaki untuk melindungi semua yang di
miliki. Tarian ”Hedung” Adonara memakai gerakan-gerakan yang menggambarkan jiwa
kepahalawanaan masyarakat Lamaholot dimedan perang. Nama tariaan Hedung
sendiri, diambil dari kata Hedung yang berarti menang. Sehingga bisa diartikan
bahwa, tarian Hedung merupakan tariaan kemenangan.
Menurut Bebe(2018:321) “Tarian Hedung merupakan tarian
tradisional dalam budaya masyarakat Adonara’’. Tarian ini merupakan tarian
perang yang dulunya dibawahkan untuk menyambut pahalawan yang pulang dari medan
perang. Yang mana, dalam tariaan ini melambangkan nilai – nilai kepahalawanaan dan semangat berjuang yang tak
kenal menyerah. Tarian Hedung dalam pertunjukannya dimainkan oleh para penari
pria ataupun wanita. Untuk jumlah pemain dalam tarian Hedung tidak menentu dan
juga sesuai dengan kebutuhaan. Dalam tarian Hedung dibagi dalam tiga jenis,
yaitu yang pertama adalah Hedung Tubak Belo (menggambarkan perang tanding),
kedua adalah Hedung Hodi Kotok (Menyambut para pahlawan yang pulang dari medan
perang) dan ketiga adalah Hedung Megeng Kebeleng (Penyambut Tamu). Jenis tarian
Hedung ini umumnya ditampilkan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Biasanya
gerakan tarian Hedung lebih mengarah kepada tariaan perang dengan memainkan
senjata sebagai properti tariaan.
Latar
belakang tariaan Hedung dipengaruhi oleh gejolak perang atau permusuhaan saudara
yang sudah dimulai pada masa Demon dan Paji. Demon dan Paji adalah dua
bersaudara yang hidup berdampingan pada zaman dahulu dan saling bermusuhaan.
Babe (2018:109) berpendapat bahwa “Kisah Demon dan Paji merupakan ciri khas
masyarakat tradisional Adonara yang membedahkan berbagai kelompok sosial
sekaligus menjelaskan spesifik dengan kebudayaan lain”. Hedung dipandang bukan
sebagai hiburan semata,namun juga memiliki nilai kehidupan para leluhur yang
berjiwa kepahalawanaan. Hedung dianggap menunjukan gambaran tentang watak dan
jiwa dari masyarakat Adonara. Sampai saat ini, pertunjukan tarian Hedung tetap
berkembang diberbagai lapisan masyarakat.
Tarian Hedung senantiasa mengandung
nilai-nilai luhur kehidupan, yang setiap akir dari gerakan tarian Hedung menggambarkan
adanya kemenangan dan kekalahaan. Hal ini mengandung sebuah falsafah bahwa
kekuataan akan selallu unggul atau menang, sedangkan kelemahaan akan selallu
terkalahkan. Perkembangan dan kemajuaan teknologi memiliki dampak terhadap
perubahaan – perubahaan sosial yang terjadi dikalangan masyarakat. Namun
kebudayaan yang satu ini tidak mengalami masa transformasi, akan tetapi seiring
perkembangan zaman, tarian Hedung ini sudah berbedah fungsi dan maknanya.
Tarian Hedung ini tidak hanya diperagakan oleh Masyarakat Adonara dalam
mengantar dan menjemput pahlawan dari medan perang saja, tapi bisa diperagakan
dalam acara-acara adat, festival kebudayaan, penjemputan tamu-tamu istimewah,
maupun peringataan hari – hari besar.
Interaksi tariaan Hedung yang berlangsung
dalam masyarakat Adonara merupakan gambaran proses komunikasi dalam pewarisan
budaya. Dari kenyataan saat ini tarian Hedung cenderung diabaikan oleh beberapa
lapisaan masyarakat, karena mereka beranggapan bahwa, tarian ini sudah tidak
relavan lagi dengan zaman.
Perkembangan era Globalisasi turut
mempengaruhi lunturnya tari Hedung itu sendiri. Banyaknya budaya barat yang
tersebar dikalangan masyarakat luas salah satunya melalui teknologi, membuat
masyarakat khususnya generasi mudah lebih tertarik mengetahui budaya barat yang
dianggap lebih moderen. Merosotnya kebudayaan yang satu ini juga dilihat dari
bagaimana antusiaisme warga atau masyarakat dalam mengikuti kegiatan-kegiatan
yang bernuansa budaya. Misalnya dalam kegiatan festival budaya dilaksanakan
setiap tahun menyongsong 17 Agustus menunjukan bahwa jumlah setiap masyarakat
yang hadir hampir seluruhnya namun yang berpartisipasi dalam kegiatan Hedung
hanya sebagian saja dan itu pun hanya sebagian besar dari kalngan orang tua.
Bahakan setiap masyarakat yang hadir dalam acara - acara adat ataupun acara -
acara tertentu hanya menikmati penampilan dari tariaan Hedung yang disuguhukan
namun tidak memahami nilai-nilai yang terkandung dalam tariaan Hedung.
Oleh karena itu, dengan pemahamaan
penulis dan sumber yang terbatas, penulis mencoba memberi solusi dengan
mengkaji pola interaksi di lingkungan penari hedung sebagai bentuk proses
pewarisan budaya hedung oleh para pendahulu kepada generasi penerus kebudayaan
tersebut.
Perkembangan dunia dalam modernisasi
dan budaya Global tidak menyurutkan laku ajaran tradisi kebudayaan masyarakat
Adonara kususnya tarian Hedung.
Melalui UU No 5 tahun 2017 tentang
kemajuaan kebijakaan dalam pasal 32 ayat 1 yang berbunyi “negara memajukaan
kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin
kebebasaan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai
budayanya’’.
Pemerintah pusat memberikan
kebebasan penuh kepada pemerintah daerah untuk mengelolaah dan mengembangkan
serta memajukan kebudayaan yang ada didaerah masing-masing. Strategi yang
dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Flores Timur melalui Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata, sanggar seni, para pengamat budaya adalah dengan
membuat kebijakan untuk memajukan Mata Pelajaran Muatan Lokal (Mulok) dalam
kurikulum pendidikan bagi setiap jenjang sekolah dan pengadaan festival budaya
secara rutin setiap tahun serta pengadaan sanggar budaya disetiap kecamataan
dan mengembangkan semua seni budaya daerah termaksud tarian Hedung.
Berdasarkan latar belakang di atas,
penulis mengangkat judul skripsi “KOMUNIKASI PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA
TARIAN HEDUNG SEBAGAI BENTUK IDENTITAS MASYARAKAT ADONARA" .Dimana
pemilihan judul ini dengan alasan, tarian hedung merupakan salah satu tarian tradisional
yang memiliki nilai budaya sebagai salah satu dari warisan kebudayaan yang
harus terus di jaga dan dilestarikan dari generasi ke generasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitiaan ini adalah:
•
Bagaimana pola komunikasi dari para
pewaris budaya kepada generasi penerus kebudayaan masyarakat Adonara?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan
latar belakang permasalahaan diatas maka tujuaan dalam penelitiaan ini adalah:
•
Untuk mengetahui bagaimana pola komunukasi
dari para pewaris budaya dalam mewariskan nilai-nilai budaya tarian Hedung
kepada generasi penerus.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat study penelitiaan ini dapat dilihat dari dua
aspek,yaitu aspekteoritis dan aspek praktis:
•
Aspek Teoritis
Hasil dari penelitiaan ini diharapkan mampu memberikan
kontribusi dalam pengembangan Ilmu Komunikasi terutama, dalam kajian budaya
khususnya dalam komunikasi pewarisan nilai budaya.
•
Aspek Praktis
Hasil dari penelitiaan ini diharapkan, dapat dijadikan
sebagai bahan evaluasi terkait tarian Hedung bagi masyarakat Adonara di
Kabupaten Flores Timur.
•
Aspek Sosial
Hasil dari penelitiaan ini diharapkan mampu menjelaskan
kepada pembaca tentang komunikasi pewarisan nilai - nilai yang terkandung dalam
sebuah tarian daerah.
KERANGKA
DASAR TEORI
2.1 Komunikasi Pewarisan Budaya
Definisi komunikasi harus ditinjau
dari dua sudut pandang, yaitu komunikasi dalam pengertian secara umum dan
pengertian paradigmatik, sehingga akan menjadi jelas bagaimana pelaksanaan
teknik komunikasi itu. Pengertian komunkasi secara umum adalah setiap orang
yang hidup dalam masyarakat, sejak bangun tidur sampai tidur lagi, secara
kodrati senantiasa terlibat dalam komunikasi. Terjadinya komunikasi adalah
sebagai konsekuensi terdiri dari dua orang yang saling berhubungan satu sama
lain, karena berhubungan menimbulkan interaksi sosial.
Kehidupan manusia terlihat dari
dinamika komunikasinya. Semua manusia sangat sadar akan kebutuhan hidupnya dan
bisa terpenuhi apabila dia berinteraksi. Oleh karenanya apabila seseorang
berinteraksi dengan baik kebutuhannya dapat berjalan lancar. Menurut Saundra
Hybels dan Richard L. Weafer II, yaitu komunikasi adalah proses pertukaran
informasi, gagasan, dan perasaan. Proses itu mencangkup informasi yang telah
disampaikan tidak hanya saja secara lisan dan tulisan, tetapi dengan bahasa
tubuh, gaya serta penampilan diri, atau dengan alat bantu di sekeliling kita
untuk memperkaya pesan tersebut ( Liliweri, 2013: 3).
Pusat utama komunikasi dan budaya
terihat pada variasi langkah dan cara manusia berinteraksi melalui golongan
manusia atau kelompok sosial. Pelintasan komunikasi itu menggunakan kode pesan,
baik secara verbal maupun nonverbal, yang secara almiah digunakan dalam semua
konteks interaksi. Pusat perhatian studi komunikasi dan kebudayaan juga
meliputi bagaimana makna serta pola itu diartikulasi dalam sebuah kelompok
sosial, kelompok budaya, kelompok politik, proses pendidikan, bahkan lingkungan
teknologi yang melibatkan interaksi antar manusia.
2.1.1 Proses
Komunikasi Pewarisan Budaya
Sesungguhnya masyarakat itu memiliki
struktur dan lapisan (layer) yang bermacam-macam, ragam struktur dan lapisan
masyarakat tergantung pada kompleksitas masyarakat. Semakin kompleks suatu
masyarakat maka struktur masyarakat itu semakin rumit pula. Kompleksitas
masyarakat juga ditentukan oleh ragam budaya dan proses-proses sosial yang
dihasilkannya.
Berbagai proses komunikasi dalam
masyarakat terkait dengan struktur dan lapisan (layer) maupun ragam budaya dan
proses sosial yang ada di masyarakat tersebut, serta tergantung pula pada
adanya pengaruh dan khalayaknya, baik secara individu, kelompok ataupun
masyarakat luas. Sedangkan subtansi bentuk atau wujud komunikasi ditentukan oleh:
(1) pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi (komunikator dan khalayak); (2)
cara yang ditempuh; (3) kepentingan atau tujuan komunikasi; (4) ruang lingkup
yang melakukannya; (5) saluran yang digunakan; dan (6) isi pesan yang
disampaikan. Sehubungan dengan itu, maka kegiatan komunikasi dalam masyarakat
dapat berupa komunikasi tatap muka yang terjadi pada komunikasi interpersonal
dan kelompok serta kegiatan komunikasi yang terjadi pada komunikasi massa
(Bungin, 2006: 67).
Proses pewarisan budaya yang di
lakukan masyarakat Adonara dalam tarian hedung berlangsung melalui komunikasi
visual antar kelompok yakni dengan terus melakukan intraksi tarian hedung pada
acara – acara adat maupun acara – acara lain yang diberlakukanya tarian Hedung.
Tarian Hedung di lakukan dengan gerakan yang lebih mengarah pada tarian perang
dengan memainkan senjata sebagai properti menarinya.
Pewarisan nilai – nilai budaya
kususunya nilai kebudayaan dari tarian Hedung yang merupakan salah satu cara
dalam pendidikan dilingkup masyarakat. Pewarisan nilai ini biasanya dapat di
peroleh dari tradisi lokal. Tradisi lokal yang ada dalam masyarakat bersifat
lisan, tradisi lisan ini sering dijadikan sumber sebagai bahan penyusunaan
sejarah lokal (Widja, 1989:53).
Sejarah lokal merupakan sejarah yang
terkait dengan dua aspek tradisi kesejaraan yang tumbuh dan melekat dalam
kehidupan suatu komunitas (Widja, 1989:3).
Sumber dari sejarah lokal dapat melalui tulisan dan lisan. Namun,
sejarah lokal sering diabaikan karena ketidakpekaan masyarakat terhadap sejarah
lokal yang didasari adanya pemikiran bahwa sejarah yang penting mereka pelajari
adalah sejarah nasional yang mereka dapat dari sekolah formal. Selain itu,
sumber dari sejarah lokal sering didapatkan dari tradisi lisan (Widja, 1989:
3), dengan cakupan loyalitas tertentu, membuat sebagian orang tidak tertarik
pada sejarah lokal.
Kearifan lokal sesungguhnya
merupakan buah dari kecerdasaan masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan
lingkungan sekitar. Masyarakat lokal merupakan identitas budaya bangsa yang
menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap den mengolah kebudayaan asing sesuai
dengan watak dan kebudayaanya sendiri.
Globalisasi sesungguhnya menjadi
tantangan dan sekaligus peluang dalam melestarikan budaya lokal. Antara yang
global dan lokal tidak selallu berada dalam tegangan atau konflik, tetapi juga
dalam wujud saling melengkapi dan membuthukan. (Warto, 2012:57) . Dengan adanya
tradisi lokal yang berupa keseniaan tarian Hedung yang sudah ada di Adonara,
Kabupaten Flores Timur, NTT, masyarakat masi berupaya untuk tetap
mempertahankan agar mewarisakn kepada setiap generasi sehingga pesan ataupun
nilai – nilai yang terkandung dalam tarian hedung dapat tersampaikan pada
setiap generasi. Dengan begitu, pewarisan nilai – nilai diharapkan generasi
muda dapat mengetahui serta menghayati dengan baik perkembangan masyarakat dari
masa lampau sampai kini yang terjadi di lingkungannya.
Keberadaan nilai – nilai budaya
tarian Hedung tetap bertahan ditengah masyarakat Adonara karena adanya
pelangenggan budaya melalui proses belajar dari generasi ke generasi. Budaya
diperoleh melalui proses belajar dalam interaksi dengan orang lain serta
melalui proses belajar dalam interaksi dengan orang lain serta melalui warisan
generasi sebelumnya. Proses pewarisan budaya di peroleh melalui sanggar seni,
pengamat kebudayaan, agen budaya seperti orang tua ,sekolah, para tetua adat
dan juga lewat dinas perhubungan dan pariwisata. Dengan demikian dalam
pembelajaraan budaya masyarakat Adonara tidak terlepas dari proses komunikasi
yang berlangsung dalam interaksi masyarakat Adonara.
Proses belajar budaya dari generasi
ke generasi penting untuk di ketahui melalui studi komunikasi. Hal ini di
karenakan pewarisan budaya tidak lepas dari aktivitas komunikasi dan mengacu
pada pernyataan Hall yang di kutip Samovar dan Porter (2001) bahwa culture is communication and communication
is culture. Maksud dari pernyataan Hall itu bahwa, keberadaan budaya berlangsung melalui proses komunikasi.
Yaitu proses dialog melalui interaksi antar manusia dari generasi – ke generasi
dan bukan di wariskan melalui gen . Melainkan integrasi dari nilai – nilai
budaya melalui proses belajar.
Pentransmisian pada lintas generasi
tentu melalui proses komunikasi. Dinyatakan Devito (1997) bahwa, inti dari komunikasi
terletak pada proses, dimana komunikasi merupakan proses dinamis orang – orang
yang berusaha mengirimkan pesan melalui ruang dan waktu. Pernyataan Devito ini
menjelaskan bahwa dalam proses pewarisan budaya berlangsung aktivitas
komunikasi, yaitu budaya lokal sebagai warisan leluhur ditranmisikan sebagai
pesan pada generasi selanjutnya.
Komunikasi sebagai sebuah proses
secara sederhana ditunjukan melalui model komunikasi Laswell. Oleh Laswell
(dalam Vikse, 2012) dijelaskan bahwa pada dasarnya komunikasi adalah suatu
proses yang menjelaskan “siapa (who), mengatakan apa (says what)”, dengan
saluran apa (in which chanel), “ Kepada siapa (who whom) “, “akibat dan efeknya
apa (which what effect)”. Dengan demikian, dalam model yang di tawarkan
mengandung unsur yang merupakan unsur syarat berlangsungnya komunikasi sebagai
sebuah proses. Unsur tersebut adalah sumber dan penerima sebagai pelaku
komunikasi, pesan , dan saluran.
2.1.2 Peran
Komunikasi Dalam Pewaris Budaya
Aktivitas komunikasi sering kali mempunyai
fungsi yang tumpang tindih, meskipun salah satu fungsinya sangat menonjol dan
mendominasi. Menjawab peran komunikasi dalam pewarisan nilai – nilai budaya
tarian Hedung dapat diketahui dari proses komunikasi visual tarian Hedung.
Berdasarkan proses komunikasi dalam pewarisan budaya sebelumnya peran
komunikasi dalam pewarisan budaya Tarian Hedung yaitu: Dalam pentransmisian
nilai – nilai budaya lokal yang berlangsung dalam masyarakat Adonara,
komunikasi berfungsi sebagai komunikasi instrumental (Mulyana, 2015) sesuai
dengan fungsinya sebagai komunikasi instrumental, komunikasi memiliki beberapa
tujuan, yaitu untuk menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan
keyakinaan, dan mengubah prilaku atau menggerakan tindakan, dan juga untuk menghibur.
Untuk melaksanakan tujuan tersebut salah satu unsur penting dalam proses
komunikasi adalah adanya saluran media berlalunya pesan dari antara pelaku
komunikasi. Saluran komunikasi dalam pewarisan budaya dilakukan melalui peragakan tarian Hedung pada upacara –
upacara adat maupun upacara lain sesuai dengan kegunaan dari tarian Hedung ini
sendiri. Proses komunikasi dalam kelompok ini berlangsung secara tatap muka
sehingga penggunaan lambang bahasa secara verbal terjadi.
2.1.3 Proses
Pewarisan Budaya
Budaya terlahir sebagai identitas
suatu bangsa. Maka persoalan pelestarian budaya menjadi perihal penting.
Walaupun pada hakikatnya manusia tidak bisa memilih dan dilahirkan atas ras,
agama, atau budaya/etnik. Menjadi hak preogratif Tuhan untuk menciptakan
manusia terlahir berasal dari budaya etnik tertentu. Namun terlalu naif jika
seseorang yang terlahir atas etnik tertentu tidak mempunyai kesadaran dalam hal
melestarikan budaya/etnik dari mana dia berasal. Sebuah dorongan psikologis
menjadi hal yang penting dalam pelestarian budaya dimana kita terlahir
(Onainor, 2019).
Mulyana (2015 ) mendefenisikan
kelompok sebagai sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, mengenal satu
sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Adapun
metode latihan pewarisan dengan latihan sejak dini yang bisa dilihat dari salah
satu mata pelajaran Sekolah Dasar muatan lokal yang mengajarkan juga tentang
kekayaan budaya, adapun metode pengamatan yang artinya tarian dilakukan oleh
orang dewasa dalam penggelaran budaya dan anak – anak itu mengamati dan
menginternalisasi tarian itu sehingga bisa melakukannya. Jadi, tarian Hedung
bukan saja dilakukan oleh orang dewasa saja, melainkan oleh anak – anak juga.
2.2 Komunikasi Intra Budaya
Di dalam kajian budaya dan
komunikasi, terdapat interaksi timbal balik dan saling melengkapi satu sama
lain dalam menjelaskan sebuah fenomena, seperti dua sisi dari satu mata uang.
Dalam kondisi tertentu, komunikasi menjadi bagian dari perkembangan budaya.
Demikian juga pada kondisi yang lain, budaya tertentu akan terlihat melalui
komunikasi yang tumbuh dalam budaya itu sendiri. Pada gilirannya komunikasi pun
turut menentukan, memelihara, mengembangkan, dan mewariskan budaya, yang
menurut Edward T.Hall (1959: 96) bahwa Culture
is Communication dan Communication is Culture.
Menurut Tubbs dan Moss dalam
(Sihabudin 2013:13) komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi antar
orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik ataupun perbedaan
sosioekonomi). Komunikasi antarbudaya diartikan sebagai komunikasi antar
pribadi yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan.
Kehidupan modern itu ditandai dengan adanya peningkatan kualitas perubahan
sosial yang lebih jelas yang sudah meninggalkan fase transisi (kehidupan desa
yang sudah maju). . Komunikasi antarbudaya adalah kegiatankomunikasi
antarpribadi dan bisa juga antarkelompok atau antarindividu dengan kelompok
yang dilangsungkan di lingkungan masyarakat dengan budaya yang berbeda. Komunikasi
antarbudaya secara sederhana dapat terlihat dari proses komunikasi antara
individu dengan individu lain yang budayanya berbeda.
2.3 Pengembangan Citra Budaya
Berdasarkan kamus besar bahasa
indonesia citra adalah gambar atau gambaran mental. Bedah lagi pengertiaan
dengan citra dalam ilmu komunikasi dan Public Relations. Dalam Ilmu Komunikasi
citra diartikan sebagai sebuah nilai. Dan untuk teori citra Public relations
adalah sebuah sistem Komunikasi untuk membangun sebuah prilaku yang baik. Untuk
membangun sebuah citra, kesan yang baik untuk publiknya, maka yang dibuthukan
adalah memberikan informasi diantara lembaga (organisasi) dan publik agar tidak
terjadi perbedaan pandangan. Sedangkan citra bagi seorang praktisi Public
Relations adalah tujuan utama, reputasi dan prestasi yang hendak dicapai. Citra
seperti penerimaan dan tanggapan baik positif maupun negatif yang khususnya
datang dari publik (khalayak sasaran) dan masyarakat luas pada umumnya.
2.4 Nilai-Nilai Budaya
Nilai budaya merupakan konsep
abstrak mengenai masalah besar yang bersifat umum dan sangat penting serta
bernilai bagi kehidupan masyarakat. Nilai budaya adalah sebagian konsepsi umum
yang terorganisasi, mempengaruhi prilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan
manusia dengan alam,hubungan manusia tentang hal yang diinginkan dengan hal
yang tidak diinginkan. Ada berbagai ragam cara dalam mempertahankan nilai-nilai
budaya yang ada dalam tarian Hedung dengan menggunakan teori Conectionism (Thorndike) adalah, dengan
cara terus mempelajari hal yang berkaitan dengan tariaan Hedung, terus menggali
informasi dari para tetua adat ataupun orang tua yang tau seluk beluk tentang
tarian Hedung, terus berusaha untuk memahami dan mempertahankan makna dari
tarian Hedung dengan tujuan penyesuaiaan diera globalisasi itu ada tanpa harus
meninggalkan keasliaan budaya daerah. Dan juga dengan cara masing-masing setiap
generasi penerus untuk tetap memperthankan kebudayaannya dan selallu menghargai
kebudayaan sendiri dan kebudayaan orang lain.
Budaya pada dasarnya merupakan
nilai-nilai yang muncul dari proses interaksi antar individu. Nilai-nilai ini
diakui, baik secara langsung maupun tidak seiring dengan waktu yang dialui
dalam interaksi tersebut. Bahkan terkadang sebuah nilai tersebut berlangsung di
dalam alam bawah sadar individu dan diwariskan pada generasi berikutnya. Jika
dilihat dari sifat-sifatnya yang dinamis dan selalu berubah, yang mengalami
difusi, asimilasi, dan akulturasi, jelas kebudayaan merupakan suatu yang akan terus
berkembang. Perkembangan itu hanya mungkin terjadi karena adanya interaksi
antara sesama manusia, yang salah satunya melalui kegiatan komunikasi antara
manusia yang memiliki budaya yang berbeda. Disinilah, komunikasi antarbudaya
merupakan suatu bagian yang akan terus ada sebagai gejala dalam kehidupan
manusia.
komunikasi antarbudaya terjadi
apabila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah
anggota suatu budaya lainnya. Dalam keadaan demikian, kita segera dihadapkan
kepada masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi dimana suatu pesan disandi
dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam budaya lain.
Budaya merupakan segala sesuatu yang
dihasilkan oleh akal budi (pikiran) manusia, Setiap manusia hidup dalam suatu
lingkungan sosial budaya tertentu dan budaya itu senantiasa memberlakukan
adanya nilai-nilai sosial budaya yang dianut oleh warga masyarakat. Kekuatan
nilai-nilai maupun segala sumberdaya sosial budaya membentuk dan mempengaruhi
tingkah laku individu dalam melakukan interaksi. Sebagai makhluk sosial yang
hidup berkelompok dan berkomunikasi dengan sesamanya, manusia/masyarakat itu
juga terdiri dari latar belakang budaya yang berbeda. Mereka saling
berinteraksi baik secara langsung mupun melalui media massa karena dewasa ini
perkembangan dunia saat ini menuju ke global village yang hampir tidak memiliki
batas-batas lagi sebagai akibat dari perkembangan teknologi modern, khususnya
teknologi komunikasi. Bersamaan dengan pertukaran informasi tersebut terjadi
pula proses pertukaran nilai-nilai sosial budaya sehingga hal ini menimbulkan
anggapan bahwa komunikasi antarbudaya saat ini sangat penting di bandingkan
masa-masa sebelumnya.
Semua budaya percaya bahwa sejarah
merupakan sebuah diagram yang memberikan petunjuk bagaimana hidup pada masa
ini. Hal yang menarik dari sejarah budaya adalah bahwa banyak elemen paling
penting dari budaya disebarkan dari generasi ke generasi dan melestarikan
padangan suatu budaya. Sejarah menyoroti asal suatu budaya, memberitahukan
anggotanya apa yang dianggap penting, dan mengidentifikasikan prestasi suatu
budaya yang pantas untuk dibanggakan (Samovar, Porter & McDaniel, 2010).
Nilai adalah sesuatu yang baik yang
selalu diinginkan, dicita-citakan dan dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai
anggota masyarakat, karena itu sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila berguna
dan berharga nilai kebenaran, nilai estetika, baik nilai moral, religius dan
nilai agama” (Elly Setiady, 2006:31).
Budaya suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang,dan diwariskan dari
generasi ke generasi.Budaya terbentuk dari sebuah unsur yaitu sistem agama,
politik, adatistiadat, bahasa, dan karya seni. Budaya mempengaruhi banyak
sekali aspek dalam kehidupan manusia. Dengan seiring berjalannya waktu,budaya
bersifat kompleks, abstrak, dan luas dalam peradabaan manusia.
Dengan terbentuk dari berbagai unsur
yang rumit, termaksud sistem agama, politik, adat istiadat, perkakas, bahasa,
bangunaan, pakaian, serta karya seni. Tylor (dalam Bebe, 2014:3 menyatakan
bahwa “kebudayaan adalah kompleks keseluruhan yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Tylor juga memakai kata “Culture”
yang berarti kebudayaan.
Nilai budaya merupakan konsep
abstrak mengenai masalah besar yang bersifat umum dan sangat penting serta
bernilai bagi kehidupan masyarakat. Nilai budaya adalah sebagian konsepsi umum
yang terorganisasi, mempengaruhi prilaku yang berhubungan dengan alam,
kedudukan manusia dengan alam,hubungan manusia tentang hal yang diinginkan
dengan hal yang tidak diinginkan. Ada berbagai ragam cara dalam mempertahankan
nilai-nilai budaya yang ada dalam tarian Hedung dengan menggunakan teori Conectionism (Thorndike) adalah, dengan cara
terus mempelajari hal yang berkaitan dengan tariaan Hedung, terus menggali
informasi dari para tetua adat ataupun orang tua yang tau seluk beluk tentang
tarian Hedung, terus berusaha untuk memahami dan mempertahankan makna dari
tarian Hedung dengan tujuan penyesuaiaan diera globalisasi tanpa harus meninggalkan keasliaan budaya
daerah. Dan juga dengan cara masing-masing setiap generasi penerus untuk tetap
memperthankan kebudayaannya dan selalu menghargai kebudayaan sendiri dan
kebudayaan orang lain.
2.5 Tarian Hedung Adonara
Menurut Bebe (2018:323) “Tarian
Hedung adalah tariaan tradisional sejenis tarian perang masyarakat Adonara,
Flores Timur, NTT. Tarian ini dibawahkan oleh para penari pria maupun wanita
dengan menggunakan pakaian serta senjata perang(parang dan tombak)”. Parang
adalah simbol membelah dan melindungi yang benar, sedangkan Tombak adalah
simbol tiang arasy sebagai penegak keadilan. Istilah adat suku bangsa Lamaholot
menyebutnya, Liko Lapak Jaga Gerian, parang dan tombak adalah senjata yang
digunakan oleh Nenek Moyang orang Lamaholot.
Zaman dulu perang tanding satu lawan
satu, parang digunakan untuk memenggal kepala musuh dan tombak digunakan untuk
menikam jantung musuh. Kepala dan jantung sebagai sasaran agar musuh yang
dibunuh tidak lama menderita ksesakitan. Pertunjukan tari tersebut, mereka
(Masyarakat Adonara) Menari dengan gerakan-gerakan yang menggambarkan jiwa
kepahalawanaan masyarakat Adonara di medan perang.
Hedung menjadi sebuah seni tari
hendaknya membawah pesan sosial bagi penikmat. Pesan sosial bertedensi
resurjensi yaitu membangkitkan semangat juang, daya tahan, pantang menyerah,
persatuaan, kebersamaan, dan kekeluargaan. Pesan ini hendaknya dimaknai dan
diwujudnyatakan dalam aspek kehidupan lainnya. Kini, Hedung tetap dilestarikan
dalam bentuk tarian untuk mengenang dan mewarisi keberaniaan leluhur kepada
generasi penerus masyarakat Lamaholot.
Dewasa ini, pertunjukan tarian
Hedung tidak lagi berlangsung hanya ketika terjadi perang tanding dan acara
peresmiaan dan pernikahan (itupun sekali-sekali) tetapi beberapa moment tarian
Hedung sudah dipertunjukan sebagai bentuk hiburan rakyat. Misalnya ketika
menjemput tamu agung, dan menjadi tariaan tahunaan menyambut datangnya tahun
baru serta ketika berlangsung acara besar lainnya. Hal ini terjadi ketika
pemerintah mulai mengintervensi kehidupan sosial-kultural masyarakat setempat,
dalam banyak kasus, kecenderungan pemerintah untuk turut terlibat terhadap
persoalaan-persoalaan yang terjadi dalam masyarakat, terutama yang sifatnya profokativ
(berpotensi melahirkan konflik) misalnya persoalaan hak ulayat dan batas tanah
(wilayah) menjadi sangat besar. Dengan demikian solusi yang dipakai menjadi
bervariatif demi menghindari terjadinya pertumpahan darah. Pada masa inilah
masyarakat Adonara mulai meninggalkan tradisi perang tanding sebagai jalan
keluar terhadap masalah hak ulayat atau batas tanah.
Mengurangnya frekuensi perang
tanding yang terjadi di Adonara, pada akhirnya berdampak pula terhadap
keberlangsungan hidup tarian Hedung itu sendiri. Mensiasati ketakutaan punahnya
tariaan ini, maka masyarakat Adonara mulai mencari cara untuk menjaga
kelestariaan Hedung, antara lain dengan menerapkan cara-cara seperti menjemput
tamu agung, dan menjadi tariaan tahunaan menyambut datangnya tahun baru serta
ketika berlangsung acara adat besar lainnya.
Perkembangan terakhir menunjukan
bahwa telah terjadi tranformasi nilai dan orintasi kulturalis dalam tubuh
Tariaan Hedung Adonara , selain sebagai ungkapan penghormataan terhadap tamu
agung . Nilai dan orintasi itu sendiri sebenarnya dalam pemakanaan atau makna
tarian tersebut. Menurut keyakinaan masyarakat mengunjungi wilayah setempat ,
tariaan ini jugs merupakan untaiaan doa permohonaan dan syukur terhadap Rela
Wulan Tanah Ekan (Penguasa Langit dan Bumi). Permohonaan yang di maksud adalah
, permohonaan atau permintaan agar diberikan berkat keselamatan dan kemenangan
bagi laskar adat atau suku ketika berlaga dimedan perang,dan pengertiaan syukur
itu sendiri merujuk pada syukur atas karunia kemenangan yang di peroleh.
Pengertiaan pergeseraan nilai dan
orientasi yang dimaksud kelompok sebenarnya menitikberatkan pada konteks doa
permohonaan dan syukur sebagai pemaknaan bentuk simbol dari masyarakat Adonara.
Dewasa ini, Hedung dipahami sebagai Tarian Penghormataan terhadap arwah Leluhur
yang mati atau telah mengorbankan jiwa raganya setelah bertempur (perang
tanding). Terkandung syukur dan permohonaan tetapi dalam konteks yang berbedah.
Permohonaan yang dipahami saat ini adalah permohonaan keselamatan jiwa bagi leluhur
tersebut, dan syukur sendiri adalah syukur atas karunia dan berkat yang boleh
diterima Masyarakat sepanjang perjalanaan hidup baik sebagai komunitas maupun
individu.
2.5.1 Asal
Usul Tarian Hedung
Menurut sejarahnya, pada zaman
dahulu di Adonara sering terjadi perang tanding, baik antar suku maupun antar
kampung. Sebelum berangkat menuju medan perang, mereka berkumpul untuk
melakukan tari Hedung dan ritual agar diberikan keselamatan untuk mereka yang
pergi ke medan perang. Hal ini dilakukan juga saat mereka pulang dari medan
perang, para penari menyambut para pahlawan dengan tari Hedung. Nama Hedung
sendiri diambil dari kata Hedung, yang berarti menang. Sehingga dapat diartikan
bahwa, tarian Hedung merupakan tarian kemenangan.
2.5.2 Fungsi
Dan Makna Tarian Hedung
Tarian Hedung ini awalnya merupakan
tarian perang dan bagian dari ritual masyarakat Adonara dalam mengantar dan
menyambut para pahlawan dari medan perang.Namun seiring dengan perkembangan
zaman, fungsi tersebut telah berubah dan memiliki makna yang berbeda. Kini
tarian Hedung dimaknai oleh masyarakat Adonara sebagai penghormatan kepada
leluhur. Selain itu, tarian ini juga mengenalkan dan mengingatkan kepada
generasi muda akan tradisi, budaya, dan jiwa kepahalawanan leluhur mereka dulu.
2.5.3
Pertunjukan Tarian Hedung
Pertunjukan tari Hedung ini
dimainkan oleh penari pria maupun wanita. Jumblah penari biasanya tidak menentu
dan sesuai dengan kebutuhan. Jenis tarian ini dibagi menjadi tiga jenis, yaitu
Hedung Tubak Belo, (menggambarkan perang tanding), Hedung Hodi Kotok(menyambut
para pahlawan yang pulang dari medan perang) dan Hedung Mengeneng (penyambutan
tamu). Jenis tari Hedung ini biasanya ditampilkan sesuai dengan fungsinya
masing – masing. Pada umumnya, gerakan tari hedung ini lebih mengarah pada tari
perang dengan memainkan senjata sebagai properti menarinya.
2.5.4 Pengiring Tarian Hedung
Pertunjukan tari Hedung ini penari
juga diiringi dengan iringan musik tradisional. Musik tradisional tersebut
diantaranya seperti Gong Bwa (gong gendang), Gong Inang (gong induk), Gong
Anang (gong anak atau gong kecil), Keleneng, dan Gendang.
2.5.5
Konstum Tarian Hedung
Kostum yang digunakan dalam
pertunjukan tarian Hedung biasanya merupakan busana khusus. Kostum penari pria
bisanya menggunakan Nowing sedangkan penari wanita menggunakan Kewatek.
Aksesoris terdiri dari Kelala (ikat pingang), senai (selendang), dan Kenobo
(perhiasan kepala). Peralatan yang digunakan untuk menari antara lain, Kenube
(parang), Gola(tombak) dan Dopi (Perisai).
2.5.6 Perkembangan
Tarian Hedung
Perkembangan tari Hedung sudah tidak
digunakan sebagai tarian perang, tetapi masih sering ditampilkan di berbagai
acara seperti penyambutan tamu penting, acara budaya dan berbagai acara adat.
Berbagai variasi juga sering dilakukan, namun tidak meninggalkan keasliaannya.
Hal ini di lakukan sebagai usaha masyarakat
Adonara dalam melestarikan dan memperkenalkan kepada masyarakat luas
serta generasi muda akan tradisi dan budaya mereka.
2.6 Penelitian Terdahulu
Dalam
penelitian ini penelitian terdahulu dijadikan sebagai acuan untuk melaksanakan
penelitian ini. Peneliti mencari berbagai literature dan penelitian terdahulu
untuk mendukung permasalahan terhadap bahasa peneliti, tentunya yang sesuai dan
masi relevan terhadap masalah yang menjadi objek penelitian saat ini. Dalam
penelitian ini ada beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai acuan.
Penelitian-penelitian dahulu tersebut sebagai berikut:
•
Hasil penelitiaan Putu Mardika(2015)
Penelitian
Putu Mardika (2015) berjudul “Komunikasi Budaya Dalam Pewarisan Rumah Bandung
Rangki di Desa Pedawa Kecamatan Banjar Kabupaten Bulelelng”. Hasil yang
didapatkan dalam penelitiaan ini adalah bahwa komunikasi dalam konteks budaya
sangat erat mempengaruhi identitas budaya itu sendiri.
•
Hasil Penelitian Joko Mulanto(2014)
Penelitian
Joko Mulanto (2014) berjudul “Pewarisan Bentuk, Nilai, dan Makna Tari Kretek”.
Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini adalah bahwa pewarisa budaya harus
terus diwarisakan dari generasi ke generasi dengan tujuan agar suatu identitas
yang menggambarkan budaya masyarakat tetap ada dengan ciri khas budaya
tersebut.
•
Hasil Penelitian Fernando
Alphin(2020)
Penelitian
Fernando Alphin (2020) berjudul “Pewarisan Budaya Antar Generasi Komunitas Cina
Benteng Tangerang (studi fenomenologi pelestarian budaya chio tao untuk
generasi Z). Hail yang didapatkan dalam penelitiaan ini adalah bahwa
Pelestarian budaya yang diperoleh secara turun temurun tersebut sebagai hasil
dari komunikasi budaya dengan penerus sebelum-sebelumnya. Dan tentu saja, pengetahuaan
ini sebagai hasil dari proses komunikasi dua arah antara generasi sebelumnya
dengan generasi berikutnya.
2.7 Teori Intraksi Sosial Budaya
Manusia dalam hidup bermasyarakat
akan saling berhubungan dan saling membutukan satu sama lain. Kebutuhan itulah
yang dapat menimbulkan suatu proses intraksi sosial.
Maryawati dan Suryawati (2003)
menyatakan bahwa, intraksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau
inter simulasi dan respon antar individu dan kelompok. Pendapat lain dikemukan
oleh Murdiyat Moko dan Handayani (2004), interaksi sosial adalah hubungan antar
manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan
hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial .
Interaksi
positif hanya mungkin terjadi apabila terdapat suasana saling mempercayai,
menghargai dan saling mendukung (Siagian, 2004).
Berdasarkan
defenisis diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa, interaksi sosial adalah
intraksi timbal balik antar individu ysng memiliki pengaruh dan saling
mempengaruhi satu sama lain baik itu dalam hubungan antar individu, antar
kelompok, maupun antar individu dan kelompok.
2.8 Kerangka Berfikir
Tarian Hedung merupakan tarian
perang yang dulunya dibawakan untuk menyambut parah phalwan yang pulang dari
medan perang. Tarian Hedung melambangkan nilai – nilai kepahlawanan dan
semangat juang yang tak kenal menyerah. Tarian Hedung merupakan tarian tradisonal
masyarakat Adonara yang dalam pertunjukanya juga dimainkan oleh para penari
pria maupun wanita dengan jumlah yang tidak menentu dan juga sesuai dengan
kebutuhan.
Keberadaan tarian Hedung ini juga sangat dipengaruhi oleh perubahan zaman atau modernisasi dilingkungan masyarakat yang bersangkutan. Modernisasi yang tengah melanda masyarakat saat ini merupakan proses perubahan yang belum selesai. Perubahan cara hidup dari yang dulu (tradisonal) kearah sekarang ( moderen ) yang juga berdampak pada tarian tradisional yang satu ini. Keberadaan tarian Hedung saat ini semakin dilupakan akan bagaimana tarian ini membentuk identitas dari masyarakat tersebut. Tarian tradisional dianggap tidak praktis, tidak efektif, bertele-tele dan kuno, bahakan tidak relevan dengan zaman, sehingga kian meluntur.


0 komentar:
Posting Komentar