KEPATUHAN MASYARAKAT TERHADAP KEBIJAKAN PROTOKOL KESEHATAN
1 KEBIJAKAN
Kebijakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana
dalam pelaksanaan suatu pekerjaan dalam mencapai tujuan atau sasaran. Secara
etimologis, menurut Dunn menjelaskan bahwa istilah kebijakan (policy) berasal
dari bahsa Yunani, Sanksekerta dan Latin. Dalam bahasa Yunani dan kebijakan
disebut dengan polis yang berarti “ negara-kota” dan sansakerta disebut dengan
pur yang berarti “kota” serta dalam bahasa Latin disebut dengan politia yang
berarti negara.
Para
Ahli beberapa menjelaskan berbagai macam mengenai kebijakan diantaranya:
Mustopadidjaja (1992:30) menjelaskan, bahwa istilah kebijakan lazim digunakan
dalam kaitannya atau kegiatan pemerintah, serta perilaku negara pada umumnya
dan kebijakan tersebut dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan.
Easton dalam Toha (1991:60), mendefenisikan
kebijakan pemerintah sebagai alokasi otoritatif
bagi seluruh masyarakat sehingga semua yang dipilih pemerintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan
adalah hasil alokasi nilai-nilai tersebut.
Koontz dan O’Donnel (1972:113),
mendefenisikan kebijakan sebagai pernyataan umum dari pengertian yang memandu
pikiran dalam pembuatan keputusan.Sedangkan menurut Anderson (1984:113),
kebijakan adalah suatu tindakan yang mempunyai tujuan yang dilakukan seseorang
pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan suatu masalah. Selanjutnya
Anderson (1984:113), mengklasifikasi kebijakan, policy, menjadi dua: substantif
dan prosedural. Kebijakan substantif yaitu apa yang harus dikerjakan oleh
pemerintah sedangkan kebijakan prosedural yaitu siapa dan bagaimana kebijakan
tersebut diselenggarakan.
Setiap
produk kebijakan haruslah memperhatikan substansi dari keadaa sasaran, melahirkan
sebuah rekomendasi yang memperhatikan berbagai program yang dapat dijabarkan
dan diimplementasikan sebagaimana tujuan dari kebijakan tersebut. Untuk
melahirkan sebuah produk kebijakan, dapat pula memahami konsepsi kebijakan
menurut Abdul Wahab yang dipertegas oleh Budiman Rusli (2000:51-52) dimana
lebih jauh menjelaskan sebagai berikut :
1. Kebijakan
harus dibedakan dari keputusan. Paling tidak ada 3 perbedaan mendasar antara
kebijakan dengan keputusan yakni :
1) Ruang
lingkup kebijakan jauh lebih besar dari pada keputusan
2) Pemahaman
kebijakan yang lebih besar memerlukan penelahaan yang mendalam terhadap
keputusan
3) Kebijakan
biasanya mencakup upaya penelusuran interaksi berlangsung diantara begitu
banyak individu, kelompokdan organisasi
2. Kebijakan
sebenarnya serta merta dapat dibedakan dari administrasi Pandangan klasik
tersebut kini banyak dikritik, karena model pembuatan kebijakan dari
atasmisalny semakin lama semakin tidak lazim dalam praktik pemerintahan
sehari-hari Pada kenyataannya model pembuatan kebijakan yang memadukan antara
top-down dengan bottom-up menjadi pilihan yang banyak mendapat perhatian dan
pertimbangan yang realistis.
3. Kebijakan
sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari Administrasi. Langkah pertama
dalam menganalisis perkembangan kebijakan negara ialah perumusan apa yang sebenarnya
diharapkan oleh para pembuat kebijakan, Pada kenyataannya cukup sulit
mencocokkan antara perilaku yang senyatanya dengan harapan para pembuat
keputusan.
4. Kebijakan
mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan. Perilaku kebijakan
mencakup pula kegagalan melakukan tindakan yang tidak disengaja, serta
keputusan untuk tidak berbuat yang disengaja (deliberate decisions not to act).
Ketiadaankeputusan tersebut meliputi juga keadaan dimana seseorang atau sekelompok
orang yang secara sadar atau tidak sadar, sengaja atau tidak sengaja
menciptakan atau memperkokoh kendala agar konflik kebijakan tidak pernah
tersingkap di mata publik.
5. Kebijakan
biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai, yang mungkin sudah dapat
diantisipasikan sebelumnya ataumungkin belum dapat diantisipasikan. Untuk
memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai pengertian kebijakan perlu pula
kiranya meneliti dengan cermat baik hasil yang diharapkan ataupun hasil yang
senyatanya dicapai. Hal ini dikarenakan, upaya analisis kebijakan yang sama
sekali mengabaikan hasil yang tidak diharapkan (unintended results) jelas tidak
akan dapat menggambarkan praktik kebijakan yang sebenarnya.
6. Kebijakan
kebanyakan didefenisikan dengan memasukkan perlunya setiap kebijakan melalui tujuan
atau sasaran tertentu baik secara eksplisit atau implisit. Umumnya, dalam suatu
kebijakan sudah termaktub tujuan atau sasaran tertentu yang telah ditetapkan
jauh hari sebelumnya, walaupun tujuan dari suatu kebijakan itu dalam praktiknya
mungkin saja berubah atau dilupakan paling tidak secara sebagian.
7. Kebijakan
muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu Kebijakan itu
sifatnya dinamis bukan statis Artinya setelah kebijakan tertentu dirumuskan diadopsi
lalu diimplementasikan, akan memunculkan umpan balik dan seterusnya.
8. Kebijakan
meliputi baik hubungan yang bersifat antar organisasi ataupun yang bersifat
intra organisasi. Pernyataan ini memperjelas perbedaan antara keputusan dan
kebijakan, dalam arti bahwakeputusan mungkin hanya ditetapkan oleh dan dan
melibatkan suatu organisasi, tetapi kebijakan melibatkan berbagaimacam aktor
dan organisasi yang setiap harus bekerja sama dalam suatu hubungan yang
kompleks.
9. Kebijakan
negara menyangkut peran kunci dari Lembaga pemerintah, walaupun tidak secara
ekslusif. Terhadap kekaburan antara sektor publik dengan sektor swasta, disini
perlu ditegaskan bahwa sepanjang kebijakan itu pada saat perumusannya diproses,
atau setidaknya disahkan atau diratifikasikan oleh lembagalembaga pemerintah,
maka kebijakan tersebut disebut kebijakannegara.
10. Kebijakan
dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif. Hal ini berarti pengertian yang
termaktud dalam istilah kebijakan seperti proses kebijakan, aktor kebijakan,
tujuan kebijakan serta hasil akhir suatu kebijakan dipahami secara berbeda oleh
orang yang menilainya, sehingga mungkin saja bagi sementara pihak ada perbedaan
penafsiran mengenai misalnya tujuan yang ingin dicapai dalam suatu kebijakan
dan dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan tersebut.
Sementara itu Parsons (2006:15), memberikan gagasan
tentang kebijakan adalah seperangkat aksi atau rencana yang mengandung
tujuanpolitik. Menurutnya kata policy mengandung makna kebijakan sebagai rationale,
sebuah manifestasi dari penilaian pertimbangan. Artinya sebuah kebijakan adalah
usaha untuk mendefenisikan dan menyusun basis rasional untuk melakukan atau
tidak melakukan suatu tindakan. Selanjutnya Nurcholis (2007:263), memberikan
defenisi tentang kebijakan sebagai keputusan suatu organisasi yang dimaksudkan untuk
mencapai tujuan tertentu, berisikan ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan pedoman
perilaku dalam hal :
1. Pengambilan
keputusan lebih lanjut, yang harus dilakukan baik kelompok sasaran ataupun
(unit organisasi pelaksanaan kebijakan,
2. Penerapan
atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan baik dalam hubungan
dengan (unit) organisasi pelaksana maupun dengan kelompok sasaran yang
dimaksudkan.
Makna kebijakan seperti yang dikutip oleh Jones
(1996:47) dalam pandangan Prof Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt, yang menyatakan
bahwa kebijakan itu ialah : “a standing decision characterized by behavior consistency
and repetiveness on the part of both thoose who make it and those who abide by
it” Menurut Jones, bahwa
kebijakan adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan
pengulangan (repetiveness) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari
mereka yag mematuhi keputusan tersebut
2.2 KEBIJAKAN
PUBLIK
Lingkup dari studi kebijakan publik
sangat luas karena mencakup berbagai bidang dan sektor seperti ekonomi,
politik, sosial, budaya, hukum, dan sebagainya. Di samping itu dilihat dari
hirarkinya, kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional maupun lokal
seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan
menteri, peraturan pemerintah daerah/provinsi, keputusan gubernur, peraturan
daerah kabupaten/kota, dan keputusan bupati/walikota. Secara terminologi
pengertian kebijakan publik (public policy) itu ternyata banyak sekali,
tergantung dari sudut mana kita mengartikannya. Easton memberikan definisi
kebijakan publik sebagai the authoritative allocation of values for the whole
society atau sebagai pengalokasian nilai-nilai secara paksa kepada seluruh
anggota masyarakat. Laswell dan Kaplan juga mengartikan kebijakan publik
sebagai projected program of goal, value, and practice atau sesuatu program
pencapaian tujuan, nilai-nilai dalam praktekpraktek yang terarah.
Pressman dan Widavsky sebagaimana
dikutip Budi Winarno (2002: 17) mendefinisikan kebijakan publiksebagai
hipotesis yang mengandung kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang bisa
diramalkan. Kebijakan
publikitu harus dibedakan dengan bentuk-bentuk kebijakan yang lain misalnya
kebijakan swasta. Hal ini dipengaruhi oleh keterlibatan faktorfaktor bukan
pemerintah.
Robert Eyestone sebagaimana dikutip
Leo Agustino (2008 : 6) mendefinisikan kebijakan publik sebagai “hubungan
antara unit pemerintah dengan lingkungannya”. Banyak pihak beranggapan bahwa
definisi tersebut masih terlalu luas untuk dipahami, karena apa yang dimaksud
dengan kebijakan
publik dapat mencakup
banyak hal. Menurut Nugroho, ada dua karakteristik dari kebijakan publik,
yaitu:
1) kebijakan
publik merupakan sesuatu yang mudah untuk dipahami karena maknanyaa dalah
hal-hal yang dikerjakan untuk mencapai tujuan nasional
2) kebijakan
publik merupakan sesuatu yang mudah diukur karena ukurannya jelas yakni sejauh
mana kemajuan pencapaian cita-cita sudah ditempuh
Woll sebagaimana dikutip Tangkilisan (2003:2)
menyebutkan bahwa
kebijakan publik ialah
sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan
masalah di tengah
masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat.
James E. Anderson sebagaimana dikutip
Islamy (2009: 17) mengungkapkan bahwa kebijakan adalah “a purposive course of
action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or
matter of concern”(Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang
diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan
suatu masalah tertentu).
Dari definisi para ahli di atas maka
dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah: “Serangkaian keputusan
kebijaksanan yang diambil seorang atau sekelompok orang untuk mewujudkan tujuan-tujuan
tertentu di dalam. Ada banyak sekali pengkategorian kebijakan publik berikut
ini kategori kebijakan publik menurut beberapa ahli:
James E.Anderson sebagaimana dikutip Suharno(2010:
24-25) menyampaikan kategori kebijakan publik sebagai berikut:
a. Kebijakan
substantif dan kebijakan procedural Kebijakan substantif yaitu kebijakan yang
menyangkut apa yang akan dilakukan oleh pemerintah Sedangkan kebijakan
prosedural adalah bagaimana kebijakan substantif dapat dijalankan.
b. Kebijakan
distributif dan kebijakan regulatori versus kebijakan redistributif..Kebijakan distributif
menyangkut distribusi pelayanan atau kemanfaatan pada masyarakat atau individu Kebijakan
regulatori merupakan kebijakan yang berupa pembatasan atau pelarangan terhadap
perilaku individu atau kelompok masyarakat.
Sedangkan, kebijakan redistributif merupakan
kebijakan yang mengatur alokasi kekayaan, pendapatan, pemilikan atau hakhak diantara
berbagai kelompok dalam masyarakat.
c. Kebijakan
materal dan kebijakan simbolik Kebijakan materal adalah kebijakan yang
memberikan keuntungan sumber daya komplet pada kelompok sasaran. Sedangkan,
kebijakan simbolis adalah kebijakan yang memberikan manfaat simbolis pada
kelompok sasaran.
d. Kebijakan
yang barhubungan dengan barang umum (public goods) dan barang privat (privat
goods). Kebijakan public goods adalah kebijakan yang mengatur pemberian barang
atau pelayanan publik. Sedangkan, kebijakan privat goods adalah kebijakan yang
mengatur penyediaan barang atau pelayanan untuk pasar bebas.
Sholichin Abdul Wahab sebagaimana
dikutip Suharno (2010:25-27),
mengisyaratkan bahwa
pemahaman yang lebih baik terhadap hakikat kebijakan publik sebagai tindakan
yang mengarah pada tujuan, ketika kita dapat
memerinci kebijakan
tersebut ke dalam beberapa kategori, yaitu:
a) Tuntutan
kebijakan (policy demands) Yaitu tuntutan atau desakan yang diajukan pada
pejabat-pejabat pemerintahyang dilakukan oleh aktor-aktor lain, baik swasta
maupun kalangan pemerintah sendiri dalam sistem politik untuk melakukan
tindakan tertentu atau sebaliknya untuk tidak melakukan tindakan pada suatu
masalah tertentu. Tuntutan ini dapat bervariasi, mulai dari desakan umum, agar
pemerintah berbuat sesuatu hingga usulan untuk mengambil tindakan konkret
tertentu terhadap suatu masalah yang terjadi di dalam masyarakat.
b) Keputusan
kebijakan (policy decisions) Adalah keputusan yang dibuat oleh para pejabat
pemerintah yang dimaksudkan untuk memberikan arah terhadap pelaksanaan
kebijakan publik. Dalam hal ini, termasuk didalamnya keputusan-keputusan untuk
menciptakan statuta (ketentuan-ketentuan dasar), ketetapan-ketetapan, ataupun membuat
penafsiran terhadap undang-undang.
c) Pernyataan
kebijakan (policy statements) Ialah pernyataan resmi atau penjelasan mengenai
kebijakan publik tertentu. Misalnya; ketetapan MPR, Keputusan Presiden atau
Dekrit Presiden, keputusan peradialn, pernyataan ataupun pidato pejabat
pemerintah yang menunjukkan hasrat,tujuan pemerintah, dan apa yang dilaksanakan
untuk mencapai tujuan tersebut.
d) Keluaran
kebijakan (policy outputs) Merupakan wujud dari kebijakan publik yang paling
dapat dilihat dan dirasakan, karena menyangkut hal-hal yang senyatanya
dilakukan guna merealisasikan apa yang telah digariskan dalam keputusan dan
pernyataan kebijakan. Secara singkat keluaran kebijakan ini menyangkut apa yang
ingin dikerjakan oleh pemerintah.
e) Hasil
akhir kebijakan (policy outcomes) Adalah akibat-akibat atau dampak yang
benar-benar dirasakan oleh masyarakat, baik yang diharapkan atau yang tidak
diharapkan sebagai konsekuensi dari adanya tindakan atau tidak adanya tindakan
pemerintah dalam bidang-bidang atau masalah-masalah tertentu yang ada dalam
masyarakat.
Dari
berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan public dala kepustakaan
Internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang mengatur
kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya.
Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuaidengan bobot pelanggarannya yang
dilakukan dan sanksi dijatuhkan di depan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai
tugas menjatuhkan sanksi (Nugroho R., 2004; 1-7).
Aturan atau peraturan tersebut secara
sederhana kita pahami sebagai kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat
kita artikan suatu hukum. Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita
harus memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut
kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut.
kebijakan publik yang harus dilakukan
dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang berwenang. Ketika kebijakan
publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik; apakah menjadi
Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden
termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum
yang harus ditaati.
Sementara itu pakar kebijakan publik
mendefinisikan bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan
atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan
dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang
holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya
dan berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun
demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya
pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan (Thomas Dye, 1992;
2-4).
Untuk memahami kedudukan dan peran yang
strategis dari pemerintah sebagai public actor, terkait dengan kebijakan publik
maka diperlukan pemahaman bahwa untuk mengaktualisasinya diperlukan suatu
kebijakan yang berorientasi kepada kepentingan rakyat.(Aminullah dalam
Muhammadi, 2001: 371 – 372).
Kebijakan publik menurut Thomas Dye
(1981) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan
(public policy is whateve government choose to do or not to do). Konsep
tersebut sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak
dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah menghadapi suatu masalah publik,
misalnya pemerintah tidak membuat kebijakan ketika mengetahui bahwa ada jalan
raya yang rusak. James E. Anderson
(1979:3) mendefinisikan bahwa kebijakan publik sebagai kebijakan yang
ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah.
Walaupun disadari bawa kebijakan publik
dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar pemerintah. Dalam
konteks modul ini kebijakan publik dipahami sebagai pilihan kebijakan yang
dibuat oleh pejabat atau badan pemerintah dalam bidang tertentu, misalnya
bidang pendidikan, politik, ekonomi, pertanian, industri, pertahanan, dan
sebagainya.
Dalam padangan David Easton ketika
pemerintah membuat kebijakan publik, ketika itu pula pemerintah mengalokasi
nilai-nilai kepada masyarakat, karena setiap kebijakan mengadung seperangkat
nilai di dalamnya (Dikuti Dye, 1981). Sebagai contoh, ketika pemerintah
menetapkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, nilai yang akan dikejar adalah
penghormatan terhadap nilai demokrasi dan pemberdayaan terhadap masyarakat dan
pemerintah daerah.
Harrold Laswell dan Abraham Kaplan
berpendapat bahwa kebijakan publik hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai, dan
praktika-praktika sosial yang ada dalam masyarakat (Dikutip Dye, 1981). Ini
berarti kebijakan publik tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan
praktek-praktek sosial yang ada dalam masyarakat.
Ketika kebijakan publik berisi
nilai-nilai yang bertentangan dengan nilainilai yang hidup dalam masyarakat,
maka kebijakan publik tersebut akan mendapat resistensi ketika diimplementasikan.
Sebaliknya suatu kebijakan publik harus mampu mengakomodasi nilai-nilai dan
praktika-praktika yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Lingkup kebijakan
publik sangat luas karena mencakup berbagai sektor atau bidang pembangunan,
seperti kebijakan publik di bidang pendidikan, pertanian, kesehatan,
transportasi, pertahanan, dan sebagainya. Di samping itu, dilihat dari
hirarkinya, kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional, maupun lokal,
seperti Undang Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah Propinsi, Peraturan
Pemerintah
Kabupaten/Kota, dan keputusan Bupati/Walikota.
2.3 KEPATUHAN
Kepatuhan adalah suatu tindakan, perbuatan atau perubahan sikap
dan tingkah laku seseorang untuk menerima, mematuhi, dan mengikuti permintaan
atau perintah orang lain dengan penuh kesadaran. Kepatuhan dapat terjadi dalam
bentuk apapun, selama individu menunjukkan sikap dan tingkah laku taat terhadap
sesuatu atas seseorang, misalnya kepatuhan terhadap peraturan.
Kepatuhan merupakan suatu kondisi yang
tercipta dan berbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang
menunjukkan nilai-nilai kepatuhan, seperti; kesetiaan, keteraturan dan
ketertiban Kepatuhan berhubungan dengan prestise seseorang di mata orang lain Selain itu kepatuhan juga berkaitan dengan
power terhadap penegakan peraturan Dimana peraturan adalah sesuatu yang
mengandung kata-kata perintah dan larangan, serta apa yang harus dilakukan dan
apa yang tidak boleh dilakukan, serta tidak sedikit yang mengandung paksaan.
Kepatuhan adalah sikap yang menunjukkan
rasa patuh dengan menerima dan melakukan tuntutan atau perintah orang lain, Di
dalam kepatuhan terdapat suatu kekuasaan yang mengharuskan individu melakukan
suatu hal. Individu memang menerima suatu norma berdasarkan keinginan sendiri
agar bisa diterima oleh kelompok, namun juga suatu norma diterima individu atas
dasar paksaan.
Berikut definisi dan pengertian
kepatuhan (obedience) dari beberapa sumber buku:
1) Menurut
Papalia dan Feldman (2003), kepatuhan adalah perubahan sikap dan tingkah laku
seseorang untuk mengikuti permintaan atau perintah orang lain.
2) Menurut
Bordens dan Horowitz (2008), kepatuhan adalah proses pengaruh sosial dimana
seseorang mengubah tingkah lakunya dalam menanggapi perintah langsung dari
seseorang yang berwenang.
3) Menurut
Rahmawati (2015), kepatuhan adalah sikap disiplin atau perilaku taat terhadap
suatu perintah maupun aturan yang ditetapkan, dengan penuh kesadaran.
4) Menurut
Sarwono (2009), kepatuhan adalah salah satu jenis dari pengaruh sosial, yaitu
ketika seseorang menaati dan mematuhi permintaan orang lain untuk melakukan
tingkah laku tertentu karena adanya unsur power.
5) Menurut
Taylor (2006), kepatuhan adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan
berdasarkan keinginan orang lain atau melakukan apa-apa yang diminta oleh orang
lain, kepatuhan mengacu pada perilaku yang terjadi sebagai respons terhadap
permintaan langsung dan berasal dari pihak lain.
6) Menurut
Blass (1999), kepatuhan adalah sikap dan tingkah laku taat individu dalam arti
mempercayai, menerima serta melakukan permintaan maupun perintah orang lain
atau menjalankan peraturan yang telah ditetapkan.
Seseorang dapat dikatakan patuh
terhadap orang lain apabila orang tersebut memiliki tiga dimensi kepatuhan yang
terkait dengan sikap dan tingkah. Menurut Hartono (2006), dimensi atau
aspek-aspek yang terkandung dalam kepatuhan (obedience) adalah sebagai berikut:
1) Mempercayai
(belief)Individu lebih patuh apabila mereka percaya bahwa tujuan dari
dibentuknya suatu peraturan itu merupakan sesuatu yang penting. Individu
percaya bahwa mereka diperlakukan secara adil oleh orang yang memberi perintah
atau biasa disebut pemimpin, percaya pada motif pemimpin dan menganggap bahwa
individu tersebut bagian dari organisasi atau kelompok yang ada dan memiliki
aturan yang harus diikuti.
2) Menerima
(accept) Individu yang patuh menerima dengan sepenuh hati perintah dan
permintaan yang ada dalam peraturan yang telah dipercayainya Mempercayai dan
menerima merupakan aspek yang berkaitan dengan sikap individu.
3) Melakukan
(act) Melakukan dan memilih taat terhadap peraturan dengan sepenuh hati dalam
keadaan sadar Melakukan sesuatu yang diperintahkan atau menjalankan suatu
aturan dengan baik, maka individu tersebut bisa dikatakan telah memenuhi aspek-aspek
dari kepatuhan.
Menurut
Umami (2010), kepatuhan kepada otoritas atau peraturan terjadi jika perintah
dilegitimasi dalam konteks norma dan nilai-nilai kelompok. Adapun indikator
kepatuhan dalam bentuk perilaku yang dapat diamati yaitu:
1) Konformitas
(conformity). Konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial dimana individu
mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang
ada.
2) Penerimaan
(compliance). Penerimaan adalah kecenderungan orang mau dipengaruhi oleh
komunikasi persuasif dari orang yang berpengetahuan luas atau orang yang
disukai. Dan juga merupakan tindakan yang dilakukan dengan senang hati karena
percaya terhadap tekanan atau norma sosial dalam kelompok atau masyarakat.
3) Ketaatan
(obedience). Ketaatan merupakan suatu bentuk perilaku menyerahkan diri
sepenuhnya pada pihak yang memiliki wewenang, bukan terletak pada kemarahan
atau agresi yang meningkat, tetapi lebih pada bentuk hubungan mereka dengan
pihak yang berwenang.
Ada
beberapa factor yang dapat mempengaruhi kepatuhan diri seseorang , Menurut
Soekanto (1992), terdapat empat faktor yang dianggap dapat mempengaruhi
kepatuhan pada diri seseorang, yaitu sebagai berikut:
1) Indoctrination
Sejak kecil manusia telah dididik agar mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku
dalam masyarakat Melalui proses sosialisasi manusia dididik untuk mengenal
mengetahui serta mematuhi kaidah-kaidah tersebut.
2) Habituation.
Proses sosialisasi telah dialami sejak kecil, lama-kelamaan menjadi suatu
kebiasaan untuk mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku.
3) Utility.
Pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan untuk hidup pantas dan teratur.
Akan tetapi apa yang pantas dan teratur untuk seseorang, belum tentu pantas dan
teratur bagi orang lain. Oleh karena itu, diperlukan suatu patokan tentang kepantasan
dan keteraturan tersebut, yang dinamakan kaidah. Dengan demikian, maka salah
satu faktor yang menyebabkan orang taat pada kaidah adalah karena kegunaan
kaidah tersebut.
Group
identification. Salah satu sebab seseorang patuh pada kaidah adalah karena
kepatuhan tersebut merupakan salah satu sarana untuk mengadakan identifikasi
dengan kelompok.
Adapun menurut Toha (2015), terdapat
tiga faktor utama yang juga dipercaya mempengaruhi kepatuhan pada individu,
yaitu sebagai berikut:
1) Kepribadian.
Faktor kepribadian adalah faktor internal yang dimiliki individu. Faktor ini
berperan kuat mempengaruhi intensitas kepatuhan ketika berhadapan dengan
situasi yang lemah dan pilihan-pilihan yang ambigu dan mengandung banyak hal.
Dan faktor ini tergantung pada dimanakah individu tumbuh dan peranan pendidik
yang diterimanya. Kepribadian dipengaruhi nilai-nilai dan perilaku tokoh
panutan atau teladan. Bahkan kepribadian juga dipengaruhi metode pendidikan
yang digunakan.
2) Kepercayaan.
Suatu perilaku yang ditampilkan individu kebanyakan berdasarkan pada keyakinan
yang dianut. Sikap loyalitas pada keyakinannya akan memengaruhi pengambilan
keputusan. Suatu individu akan lebih mudah mematuhi peraturan yang didoktrin
oleh kepercayaan yang dianut. Perilaku patuh berdasarkan kepercayaan juga
disebabkan adanya penghargaan dari hukuman yang berat.
3) Lingkungan.
Nilai-nilai yang tumbuh dalam suatu lingkungan nantinya juga akan memengaruhi
proses internalisasi yang dilakukan oleh individu. Lingkungan yang kondusif dan
komunikatif akan mampu membuat individu belajar tentang arti sebuah aturan dan
kemudian menginternalisasi dalam dirinya dan ditampilkan lewat perilaku.
Lingkungan yang cenderung otoriter akan membuat individu mengalami proses
internalisasi dengan keterpaksaan.
Faktor-faktor
lain yang juga dapat mempengaruhi kepatuhan seseorang, antara lain adalah
sebagai berikut:
1) Informasi.
Merupakan faktor utama dalam pengaruh sosial. Seseorang kadang-kadang mau
melakukan sesuatu yang tidak ingin mereka lakukan hanya setelah kepada mereka
diberikan sejumlah informasi, seseorang sering memengaruhi orang lain dengan
memberikan mereka informasi atau argumen yang logis tentang tindakan yang
seharusnya dilakukan.
2) Imbalan.
Salah satu basis kekuasaan adalah kemampuan untuk memberi hasil positif bagi
orang lain, membantu orang lain mendapatkan tujuan yang diinginkan atau
menawarkan imbalan yang bermanfaat. Beberapa imbalan bersifat sangat personal,
contohnya senyum persetujuan dari teman, atau imbalan impersonal contohnya
adalah uang atau barang berharga lainnya.
3) Kekuasaan
rujukan. Basis pengaruh dengan relevansi pada relasi personal atau kelompok
adalah kekuasaan rujukan. Kekuasaan ini eksis ketika seseorang mengidentifikasi
atau ingin menjalin hubungan dengan kelompok atau orang lain. Seseorang mungkin
bersedia meniru perilaku mereka atau melakukan apa yang mereka minta karena
ingin sama dengan mereka atau menjalin hubungan baik dengan mereka.
4) Paksaan.
Kepatuhan dapat tercipta berupa paksaan fisik sampai ancaman hukuman atau tanda
ketidak-setujuan. Misalnya, setelah gagal meyakinkan anak untuk tidur siang, si
bapak mungkin secara paksa memasukkan anak ke dalam kamar, lalu ia keluar dan
mengunci pintu.
5) Pengawasan.
Dari percobaan yang dilakukan tentang kepatuhan menunjukkan bahwa kehadiran
tetap atau pengawasan dari seorang dapat meningkatkan kepatuhan. Bila pengawas
meninggalkan ruangan dan memberikan instruksinya dari jarak jauh, misalnya
lewat telepon, maka yang terjadi adalah kepatuhan akan menurun.
6) Kekuasaan
dan ideologi.Faktor penting yang dapat menimbulkan kepatuhan sukarela adalah
penerimaan seseorang akan ideologi yang mengabsahkan kekuasaan orang yang
berkuasa dan membenarkan instruksinya
2.4 MASYARAKAT
Menurut Abdulsyani (1987), dalam
bukunya yang berjudul "Sosiologi kelompok dan masalah sosial"
dijelaskan bahwa kata masyarakat berasal dari kata musyarak (bahasa arab) yang
artinya kebersamaan, kemudian menjadi masyarakat yang berarti berkumpul untuk
hidup Bersama dengan saling mempengaruhi dan kemudian mencapai kesepakatan.
Sebagai komunitas (Indonesia), (dikutip dalam Abdulsyani 2007).
Oleh (Halim 1985: 13) masyarakat
merupakan sekelompok orang yang tinggal di daerah tertentu atau daerah tertentu
dan juga mempunyai hukum tertentu.
Auguste Comte (dikutip dalam Abdulsyani
2007) menyatakan bahwa masyarakat adalah sekelompok makhluk hidup dengan
realitas baru yang tumbuh sesuai dengan hukumnya sendiri dan berkembang menurut
polanya sendiri. Masyarakat dapat membantu manusia memiliki kepribadian yang
unik, sehingga tidak ada sekelompok , manusia tidak dapat melakukan banyak hal
selama hidupnya.
Seorjono Seokanto dan Soleman B.
Taneko.Mengutip dari Selo Seomardjan, menulis bahwa masyarakat diartikan
sebagai sekumpulan orang yang telah lama hidup bersama menghasilkan budaya
(dikutip dalam Taneko 1994). Menurut Seorjono Seokanto (dikutip dalam
Abdulsyani 1987) menegaskan bahwa sebagai suatu kehidupan bermasyarakat atau
wujud kehidupan dengan manusia, masyarakat mempunyai ciri-ciri utama, yaitu:
a. Orang-orang
yang tinggal bersama. Dalam ilmu sosial tidak ada ukuran mutlak atau angka
pasti untuk menentukan berapa banyak orang yang harus memiliki. Tetapi secara
teoritis jumlah minimum adalah dua orang yang tinggal bersama.
b. Bercampur
dalam waktu lama Sekumpulan orang tidak sama dengan kumpulan benda mati Oleh
karena itu dalam pertemuan orang akan muncul orang-orang baru,Orang-orang ini
juga berkomunikasi dan memahami bahwa mereka juga memiliki keinginan untuk
menyampaikan kesan atau perasaan mereka. Sebagai akibat dari hidup bersama,
muncul sistem komunikasi dan peraturan yang mengatur antar orang-orang atau
manusia dalam suatu kelompok.
c. Mereka
menyadari bahwa mereka adalah satu kesatuan.
d. Mereka
adalah sistem hidup bersama. Sistem hidup Bersama menghasilkan budaya, sehingga
setiap anggota tim merasa memiliki keterkaitan satu sama lain.
Menurut W.J.S Poerwadarminta (1986)
mengartikan masyarakat sebagai pergaulan hidup manusia atau sekumpulan orang
yang hidup bersama di suatu tempat yang mempunyai hubungan tertentu dengan
suatu aturan tertentu (dikutip dalam Abdulsyani 2006).
J.L
Gillian dan J.P Gillian menyatakan bahwa masyarakat adalah sekelompok orang
yang terpencar-pencar dan memiliki tradisi serta sikap dan perasaa yang sama.
Komunitas ini termasuk kelompok yang lebih kecil (dikutip dalam Abdulsyani
2007). Dalam buku sosiologi karya Abu Ahmad disebutkan bahwa masyarakat harus
memiliki kondisi sebagai berikut:
a. Harus
ada kumpulan orang atau manusia, dan harus banyak, dan bukan kumpulan binatang.
b. Sudah
lama menetap di daerah tertentu..
c. Ada
aturan atau undang-undang yang mengaturnya untuk kepentingan dan tujuan bersama
(dikutip dalam Abdulsyani 2007).
2.5 PROTOKOL
KESEHATAN
Protokol kesehatan merupakan
aturan dan kentetuan
yang perlu diikuti oleh
segala pihak agar dapat beraktifitas secara aman pada saat pandemi
COVID-19 ini.tujuan di bentuk protokol kesehatan agar masyarakat dapat
beraktifitas secara aman dan tidak membahayakan kesehatan orang lain penularan
COVID-19 dapat diminimalisir jika masyarakat mengikuti segala aturan yang
tertera di dalam protokol kesehatan (Mardiyah,2020)
Masyarakat memiliki peran penting dalam memutus mata rantai penularan
Covid-19 agar tidak menimbulkan sumber penularan baru atau cluster pada tempattempat
dimana terjadinya pergerakan orang, interaksi antar manusia dan berkumpulnya
banyak orang. Masyarakat harus dapat beraktivitas kembali dalam situasi pandemi
COVID-19 dengan beradaptasi pada kebiasaan baru yang lebih sehat, lebih bersih,
dan lebih taat, yang dilaksanakan oleh seluruh komponen yang ada di masyarakat
serta memberdayakan semua sumber daya yang ada. Peran masyarakat untuk dapat
memutus mata rantai penularan COVID-19 (risiko tertular dan menularkan) harus
dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan.
Dalam
rangka pencegahan dan
dengendalian Corona Virus Disease
2019 (COVID 19). Kementrian kesehatan telah mengeluarkan protokol kesehatan
dengan pencegahan dan pengendalian secara spesifik melalui keputusan mentri
kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/382/2020 tentang protokol
kesehatan bagi masyarakat di tempat dan fasilitas umum dimana protokol secara
umum harus memuat:
1. Perlindungan kesehatan
individu penularan COVID 19
terjadi melalui dropet yang dapat
menginfeksi manusia dengan masuknya dropet yang mengandung virus SARS-CoV-2 ke
dalam tubuh melalui hidung , mulut dan mata .prinnsip pencegahan penularan
COVID 19 pada individu dilakukan dengan menghidari masuknya virus melalui
ketiga pintu masuk tersebut bebrapa tindsakan seperti
a. Jika
harus keluar rumah atau berinteraksi dengan orang lain yang tidak status
kesehatanya (yang mungkin dapat menelurkan COVID-19) gunakan alat pelindung
diri berupa masker yang menutupi hidung dan mulut hingga dagu.
Menurut WHO masker
kain terdiri dari 3 lapis yaitu:
1) Lapisan
pertama di bagian paling dalam (menyentuh mulut dan hidung) adalah bahan
kartun.
2) Lapisan
kedua di bagian terluar adalah bahan polypropylene,polyester atau gabungan
keduanya.
3) Lapisan
tengah adalah bahan polypropylene atau katun.
b. Selalu
cuci tangan pakai sabun
dengan air mengalir atau
mengunakan cairan antiseptic
berbasis alcohol/handsanitizer.
c. Menjaga jarak
minimal 1 meter
dengan orang lain
untuk menghindari agar tidak
terkena percikan dropet dari orang yang bicara , batuk, atau bersin serta
menghindari keramaian, kerumunan, dan berdesakan.
d. Melakukan
prilaku Hidup bersih dan sehat (PHBS) untuk meningkatkan daya tahan tubuh
dengan menerapkan konsumsi
makanan bergizi seimbang, olaragah
minimal 30 menit sehari dan istirahat yang cukup minimal 7 jam serta
menghindari factor
memakai
masker diwajibkan oleh masyarakat sesuai dengan
Surat Edaran Pemerintah Nomor 464 Tahun 2020 untuk mencegah penyebaran
COVID-19 akan tetapi pengaplikasian dilapangan belum sepenuhnya masyarakat
melaksanakan. Banyak yang memakai masker tidak sampai kehidung,ada juga
diturunkan ke dagu dengan alasan jika berkomunikasi suara tidak terlalu jelas,
susah bernafas, dan rasa tidak nyaman.
Hasil penelitian yang diterbitkan di
Prosiding National Academy of Sciences menyebutkan, Memakai masker dapat
mencegah lebih dari 78.000 infeksi di Italia, selama 6 April dan 9 Mei, lebih
dari 66.000 infeksi di New York City selama 17 April dan 9 Mei. Penelitian juga
menemukan, mengenakan masker wajah di rumah membantu menghentikan penyebaran
virus Corona di antara anggota keluarga, Para peneliti mengukur efektivitas
berbagai strategi untuk menghentikan
penyebaran infeksi dan mempelajari bagaimana virus itu tersebar. Virus dapat menyebar
melalui kontak langsung ketika seseorang mengeluarkan tetesan dari batuk atau
bersin kepada orang lain. bisa pula dari kontak tidak langsung ketika seseorang
batuk atau bersin pada suatu permukaan benda yang kemudian disentuh oleh orang
lain (WHO, 2020)
World
Health Organization (WHO) menganjurkan pemakaian masker sebagai bagian dari rangkaian komprehensif
langkah pencegahan dan pengendalian untuk membatasi penyebaran SARSCoV-2, virus
penyebab COVID-19. Masker saja tidak cukup untuk memberikan perlindungan atau pengendalian
sumber yang memadai, sekalipun masker dipakai dengan tepat. Langkah pencegahan dan
pengendalian infeksi (PPI) lain mencakup
kebersihan
tangan, penjagaan jarak fisik minimal 1 meter, menghindari sentuhan pada wajah,
etiket bersin dan batuk, ventilasi memadai di ruang
tertutup,
pengetesan, pelacakan kontak, karantina, dan isolasi. Langkah-langkah ini, jika
dijalankan bersama-sama, sangat penting untuk mencegah
transmisi
SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia.
Jenis masker tertentu digunakan untuk
melindungi orang yang sehat, sedangkan masker jenis tertentu lain digunakan
untuk mencegah transmisi lanjutan (pengendalian sumber). WHO terus menganjurkan
agar setiap orang yang diduga atau terkonfirmasi COVID-19 atau yang sedang
menunggu hasil tes laboratorium sebaiknya memakai masker medis saat berada di
dekat orang lain (anjuran ini tidak berlaku untuk orang yang
menunggu
hasil tes sebelum melakukan perjalanan).
Penggunaan, penyimpanan, dan
pembersihan atau pembuangan masker jenis apa pun sangat penting WHO
menganjurkan agar masyarakat umum memakai masker non-medis di dalam ruangan (seperti
di toko, tempat kerja bersama, sekolah.
WHO menganjurkan agar masyarakat umum
memakai masker non-medis, terlepas dari apakah penjagaan jarak fisikminimal 1
meter dapat dilakukan.Orang-orang yang lebih berisiko mengalami komplikasi
berat akibat COVID-19 (orang berusia ≥ 60 tahun dan orang dengan kondis ipenyerta
seperti penyakit kardiovaskular atau diabetes melitus, penyakit paru kronis,
kanker, penyakit serebrovaskular, atau imunosupresi) perlu memakai masker medis
jika penjagaa jarak minimal 1 meter tidak dapat dilakukan.
Masker jenis apa pun harus digunakan,
disimpan, dan dibersihkan atau dibuang dengan benar untuk memastikan efektivitas
maksimal dan untuk menghindari peningkatan risiko transmisi. Tingkat kepatuhan
pada cara pengelolaan masker yang tepat berbeda-beda, sehingga penyampaian
pesan
yang tepat semakin perlu dilakukan.
WHO
menyampaikan panduan berikut mengenai penggunaan tepat atas masker:
a) Bersihkan
tangan sebelum memakai masker Periksa apakah ada sobekan atau lubang
padamasker, dan jangan gunakan masker
yang rusak.
b) Tempatkan
masker dengan hati-hati, dengan caramemastikan masker menutup mulut dan hidung,
sesuaikan bentuk masker dengan batang hidung, danpasang masker dengan kencang
untuk meminimalisasi jarak apa pun antara masker dan wajah. Jika masker
menggunakan tali lingkar telinga (ear loop), pastikan tali ini tidak menyilang,
karena silangan ini memperlebar jarak antara wajah dan masker.
c) Hindari
sentuhan pada masker saat sedang memakai masker. Jika masker tidak sengaja
tersentuh, bersihkan tangan.
d) Gunakan
teknik yang tepat untuk melepas masker Jangan menyentu bagian depan masker,
melainkan lepaskan masker dari belakang.
e) Jika
masker menjadi lembap, segera ganti masker dengan masker yang baru dan kering.
f) Buang
masker atau simpan masker di dalam kantong plastik yang dapat ditutup rapat
kembali sampai masker tersebut dapat dicuci dan dibersihkan. Jangan simpan
masker di lengan atau pergelangan tangan atau menarik masker ke dagu atau
leher.
g) Segera
bersihkan tangan setelah membuang masker.
h) Jangan
menggunakan kembali masker sekali pakai.
i) Setelah
masker dipakai satu kali, segera buang masker sekali pakai dengan tepat setelah
dilepas.
j) Jangan
melepas masker saat berbicara.
k) Masker
yang sama jangan dipakai bergantian dengan orang lain.
l) Cuci
masker kain dengan sabun atau detergen dan sebaiknya dengan air panas (minimal
60° Celsius) minimal sekali setiap hari. Jika penggunaan air panas tidak
memungkinkan, cuci masker dengan sabun/detergen dan air bersuhu ruangan,
kemudianrendam masker dalam air mendidih selama 1 menit.
Menurut (Sari & Sholihah‘Atiqoh, 2020) bahwa ada hubungan antara pengetahuan masyarakat dengan kepatuhan
penggunaan masker sebagai upaya pencegahan penyakit Covid19. Memberikan edukasi
tentang pentingnya menggunakan masker untuk mencegah dan menghindari risiko
penyakit Covid-19.
Menurut (Atmojo et al., 2020)
berpendapat bahwa penggunaan masker kain harus memperhatikan manfaat, masker
kain 1 lapis seperti scuba dan
buff
sangat tidak dianjurkan, guna mendapatkan perlindungan maksimal selama pandemic
penggunaan masker harus diikuti protokol kesehatan lain seperti menjaga jarak
dan rajin mencuci tangan. ini dikarenakan pengetahuan warga yang masih kurang
tetntang mencuci tangan yang benar
dengan
menggunakan sabun, Mencuci tangan yang baik harus menggunakan sabun dan air
yang mengalir.
Peran sabun menjadi penting karena dapat
melarutkan lapisan lemak, termasuk yang dikandung pada selubung virus dan
dinding bakteri. Selanjutnya, penggunaan air mengalir juga akan membilas virus
atau bakteri yang masih tersisa di permukaan tangan.
Menurut (Priyoto, 2015) Mencuci tangan
adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari
dengan menggunakan air atau cairan lainnya oleh manusia dengan tujuan untuk
menjadi bersih, sebagai bagian dari ritual keagamaan, ataupun tujuan-tujuan lainnya.
metode mencuci tangan telah diakui efektif untuk membunuh mikroorganisme dan mencegah
penyakit menular, tidak hanya penyakit pada saluran cerna, tapi juga penyakit
lainnya seperti penyakit kulit dan penyakit saluran napas atas. Menuerut
(Sinaga et al., 2020) bahwa cuci tangan secara teratur dan menyeluruh dengan
sabun dibawah air mengalirdengan 6 langkah dianjurkan oleh WHO karena dapat
membunuh virus yang mungkin ada tangan seperti virus corona (Covid-19).
Menurut (Suprapto, 2021) bahwa edukasi yang
diberikan oleh fasilitator
dapat
meningkatkan pengetahuan terhadap perilaku hidup bersih dan sehat dalam pencegahan
Covid-19. (Siahaineinia & Bakara, 2020) bahwa untuk mencegah penularan
covid masyarakat dianjurkan untuk menggunakan masker dan mencuci tangan. PHBS merupakan
salah satu starategi dalam pencegahan penyebaran Covid -19 yang sangat efektif
dan mudah dilakukan
oleh
semua lapisan masyarakat. Rekomendasi pemerintah terus menghimbau gerakan PHBS menjadi
kunci pencegahan penyebaran Covid-19 pada masa pandemik ini.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sejak awal tahun 2021 mengajak masyarakat untuk menerapkan 5M untuk mencegah penularan Covid-19. 5M ada untuk mendukung 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) yang sebelumnya sudah diterapkan sejak tahun 2020, yaitu dengan tambahan: menjauhi kerumunan (saat berada di luar rumah) dan mengurangi mobilitas (jika tidak ada keperluan mendesak) (Alfarizi, 202)