Jumat, Desember 09, 2022

KEPATUHAN MASYARAKAT TERHADAP KEBIJAKAN PROTOKOL KESEHATAN

 


KEPATUHAN MASYARAKAT TERHADAP KEBIJAKAN PROTOKOL KESEHATAN

1 KEBIJAKAN

         Kebijakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan dalam mencapai tujuan atau sasaran. Secara etimologis, menurut Dunn menjelaskan bahwa istilah kebijakan (policy) berasal dari bahsa Yunani, Sanksekerta dan Latin. Dalam bahasa Yunani dan kebijakan disebut dengan polis yang berarti “ negara-kota” dan sansakerta disebut dengan pur yang berarti “kota” serta dalam bahasa Latin disebut dengan politia yang berarti negara.

        Para Ahli beberapa menjelaskan berbagai macam mengenai kebijakan diantaranya: Mustopadidjaja (1992:30) menjelaskan, bahwa istilah kebijakan lazim digunakan dalam kaitannya atau kegiatan pemerintah, serta perilaku negara pada umumnya dan kebijakan tersebut dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan.

        Easton dalam Toha (1991:60), mendefenisikan kebijakan pemerintah sebagai     alokasi otoritatif bagi seluruh masyarakat sehingga semua yang dipilih pemerintah    untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan adalah hasil alokasi nilai-nilai tersebut.   

        Koontz dan O’Donnel (1972:113), mendefenisikan kebijakan sebagai pernyataan umum dari pengertian yang memandu pikiran dalam pembuatan keputusan.Sedangkan menurut Anderson (1984:113), kebijakan adalah suatu tindakan yang mempunyai tujuan yang dilakukan seseorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan suatu masalah. Selanjutnya Anderson (1984:113), mengklasifikasi kebijakan, policy, menjadi dua: substantif dan prosedural. Kebijakan substantif yaitu apa yang harus dikerjakan oleh pemerintah sedangkan kebijakan prosedural yaitu siapa dan bagaimana kebijakan tersebut diselenggarakan.

      Setiap produk kebijakan haruslah memperhatikan substansi dari keadaa sasaran, melahirkan sebuah rekomendasi yang memperhatikan berbagai program yang dapat dijabarkan dan diimplementasikan sebagaimana tujuan dari kebijakan tersebut. Untuk melahirkan sebuah produk kebijakan, dapat pula memahami konsepsi kebijakan menurut Abdul Wahab yang dipertegas oleh Budiman Rusli (2000:51-52) dimana lebih jauh menjelaskan sebagai berikut :

1.      Kebijakan harus dibedakan dari keputusan. Paling tidak ada 3 perbedaan mendasar antara kebijakan dengan keputusan yakni :

1)      Ruang lingkup kebijakan jauh lebih besar dari pada keputusan

2)      Pemahaman kebijakan yang lebih besar memerlukan penelahaan yang mendalam terhadap keputusan

3)      Kebijakan biasanya mencakup upaya penelusuran interaksi berlangsung diantara begitu banyak individu, kelompokdan organisasi

2.      Kebijakan sebenarnya serta merta dapat dibedakan dari administrasi Pandangan klasik tersebut kini banyak dikritik, karena model pembuatan kebijakan dari atasmisalny semakin lama semakin tidak lazim dalam praktik pemerintahan sehari-hari Pada kenyataannya model pembuatan kebijakan yang memadukan antara top-down dengan bottom-up menjadi pilihan yang banyak mendapat perhatian dan pertimbangan yang realistis.

3.      Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari Administrasi. Langkah pertama dalam menganalisis perkembangan kebijakan negara ialah perumusan apa yang sebenarnya diharapkan oleh para pembuat kebijakan, Pada kenyataannya cukup sulit mencocokkan antara perilaku yang senyatanya dengan harapan para pembuat keputusan.

4.      Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan. Perilaku kebijakan mencakup pula kegagalan melakukan tindakan yang tidak disengaja, serta keputusan untuk tidak berbuat yang disengaja (deliberate decisions not to act). Ketiadaankeputusan tersebut meliputi juga keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang yang secara sadar atau tidak sadar, sengaja atau tidak sengaja menciptakan atau memperkokoh kendala agar konflik kebijakan tidak pernah tersingkap di mata publik.

5.      Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai, yang mungkin sudah dapat diantisipasikan sebelumnya ataumungkin belum dapat diantisipasikan. Untuk memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai pengertian kebijakan perlu pula kiranya meneliti dengan cermat baik hasil yang diharapkan ataupun hasil yang senyatanya dicapai. Hal ini dikarenakan, upaya analisis kebijakan yang sama sekali mengabaikan hasil yang tidak diharapkan (unintended results) jelas tidak akan dapat menggambarkan praktik kebijakan yang sebenarnya.

6.      Kebijakan kebanyakan didefenisikan dengan memasukkan perlunya setiap kebijakan melalui tujuan atau sasaran tertentu baik secara eksplisit atau implisit. Umumnya, dalam suatu kebijakan sudah termaktub tujuan atau sasaran tertentu yang telah ditetapkan jauh hari sebelumnya, walaupun tujuan dari suatu kebijakan itu dalam praktiknya mungkin saja berubah atau dilupakan paling tidak secara sebagian.

7.      Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu Kebijakan itu sifatnya dinamis bukan statis Artinya setelah kebijakan tertentu dirumuskan diadopsi lalu diimplementasikan, akan memunculkan umpan balik dan seterusnya.

8.      Kebijakan meliputi baik hubungan yang bersifat antar organisasi ataupun yang bersifat intra organisasi. Pernyataan ini memperjelas perbedaan antara keputusan dan kebijakan, dalam arti bahwakeputusan mungkin hanya ditetapkan oleh dan dan melibatkan suatu organisasi, tetapi kebijakan melibatkan berbagaimacam aktor dan organisasi yang setiap harus bekerja sama dalam suatu hubungan yang kompleks.

9.      Kebijakan negara menyangkut peran kunci dari Lembaga pemerintah, walaupun tidak secara ekslusif. Terhadap kekaburan antara sektor publik dengan sektor swasta, disini perlu ditegaskan bahwa sepanjang kebijakan itu pada saat perumusannya diproses, atau setidaknya disahkan atau diratifikasikan oleh lembagalembaga pemerintah, maka kebijakan tersebut disebut kebijakannegara.

10.  Kebijakan dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif. Hal ini berarti pengertian yang termaktud dalam istilah kebijakan seperti proses kebijakan, aktor kebijakan, tujuan kebijakan serta hasil akhir suatu kebijakan dipahami secara berbeda oleh orang yang menilainya, sehingga mungkin saja bagi sementara pihak ada perbedaan penafsiran mengenai misalnya tujuan yang ingin dicapai dalam suatu kebijakan dan dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan tersebut.

Sementara itu Parsons (2006:15), memberikan gagasan tentang kebijakan adalah seperangkat aksi atau rencana yang mengandung tujuanpolitik. Menurutnya kata policy mengandung makna kebijakan sebagai rationale, sebuah manifestasi dari penilaian pertimbangan. Artinya sebuah kebijakan adalah usaha untuk mendefenisikan dan menyusun basis rasional untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan. Selanjutnya Nurcholis (2007:263), memberikan defenisi tentang kebijakan sebagai keputusan suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu, berisikan ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan pedoman perilaku dalam hal :

1.      Pengambilan keputusan lebih lanjut, yang harus dilakukan baik kelompok sasaran ataupun (unit organisasi pelaksanaan kebijakan,

2.      Penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan baik dalam hubungan dengan (unit) organisasi pelaksana maupun dengan kelompok sasaran yang dimaksudkan.

Makna kebijakan seperti yang dikutip oleh Jones (1996:47) dalam pandangan Prof Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt, yang menyatakan bahwa kebijakan itu ialah : “a standing decision characterized by behavior consistency and repetiveness on the part of both thoose who make it and those who abide by it” Menurut Jones, bahwa kebijakan adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan (repetiveness) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yag mematuhi keputusan tersebut

2.2  KEBIJAKAN PUBLIK

        Lingkup dari studi kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai bidang dan sektor seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, dan sebagainya. Di samping itu dilihat dari hirarkinya, kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional maupun lokal seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, peraturan pemerintah daerah/provinsi, keputusan gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota, dan keputusan bupati/walikota. Secara terminologi pengertian kebijakan publik (public policy) itu ternyata banyak sekali, tergantung dari sudut mana kita mengartikannya. Easton memberikan definisi kebijakan publik sebagai the authoritative allocation of values for the whole society atau sebagai pengalokasian nilai-nilai secara paksa kepada seluruh anggota masyarakat. Laswell dan Kaplan juga mengartikan kebijakan publik sebagai projected program of goal, value, and practice atau sesuatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dalam praktekpraktek yang terarah.

        Pressman dan Widavsky sebagaimana dikutip Budi Winarno (2002: 17) mendefinisikan kebijakan publiksebagai hipotesis yang mengandung kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang bisa diramalkan. Kebijakan publikitu harus dibedakan dengan bentuk-bentuk kebijakan yang lain misalnya kebijakan swasta. Hal ini dipengaruhi oleh keterlibatan faktorfaktor bukan pemerintah.

         Robert Eyestone sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008 : 6) mendefinisikan kebijakan publik sebagai “hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya”. Banyak pihak beranggapan bahwa definisi tersebut masih terlalu luas untuk dipahami, karena apa yang dimaksud dengan kebijakan

publik dapat mencakup banyak hal. Menurut Nugroho, ada dua karakteristik dari kebijakan publik, yaitu:

1)      kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah untuk dipahami karena maknanyaa dalah hal-hal yang dikerjakan untuk mencapai tujuan nasional

2)      kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah diukur karena ukurannya jelas yakni sejauh mana kemajuan pencapaian cita-cita sudah ditempuh

 Woll sebagaimana dikutip Tangkilisan (2003:2) menyebutkan bahwa

kebijakan publik ialah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan

masalah di tengah masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

        James E. Anderson sebagaimana dikutip Islamy (2009: 17) mengungkapkan bahwa kebijakan adalah “a purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern”(Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu).

        Dari definisi para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah: “Serangkaian keputusan kebijaksanan yang diambil seorang atau sekelompok orang untuk mewujudkan tujuan-tujuan tertentu di dalam. Ada banyak sekali pengkategorian kebijakan publik berikut ini kategori kebijakan publik menurut beberapa ahli:

        James E.Anderson sebagaimana dikutip Suharno(2010: 24-25) menyampaikan kategori kebijakan publik sebagai berikut:

a.       Kebijakan substantif dan kebijakan procedural Kebijakan substantif yaitu kebijakan yang menyangkut apa yang akan dilakukan oleh pemerintah Sedangkan kebijakan prosedural adalah bagaimana kebijakan substantif dapat dijalankan.

b.      Kebijakan distributif dan kebijakan regulatori versus kebijakan redistributif..Kebijakan distributif menyangkut distribusi pelayanan atau kemanfaatan pada masyarakat atau individu Kebijakan regulatori merupakan kebijakan yang berupa pembatasan atau pelarangan terhadap perilaku individu atau kelompok masyarakat.

 Sedangkan, kebijakan redistributif merupakan kebijakan yang mengatur alokasi kekayaan, pendapatan, pemilikan atau hakhak diantara berbagai kelompok dalam masyarakat.

c.       Kebijakan materal dan kebijakan simbolik Kebijakan materal adalah kebijakan yang memberikan keuntungan sumber daya komplet pada kelompok sasaran. Sedangkan, kebijakan simbolis adalah kebijakan yang memberikan manfaat simbolis pada kelompok sasaran.

d.      Kebijakan yang barhubungan dengan barang umum (public goods) dan barang privat (privat goods). Kebijakan public goods adalah kebijakan yang mengatur pemberian barang atau pelayanan publik. Sedangkan, kebijakan privat goods adalah kebijakan yang mengatur penyediaan barang atau pelayanan untuk pasar bebas.

        Sholichin Abdul Wahab sebagaimana dikutip Suharno (2010:25-27),

mengisyaratkan bahwa pemahaman yang lebih baik terhadap hakikat kebijakan publik sebagai tindakan yang mengarah pada tujuan, ketika kita dapat

memerinci kebijakan tersebut ke dalam beberapa kategori, yaitu:

a)      Tuntutan kebijakan (policy demands) Yaitu tuntutan atau desakan yang diajukan pada pejabat-pejabat pemerintahyang dilakukan oleh aktor-aktor lain, baik swasta maupun kalangan pemerintah sendiri dalam sistem politik untuk melakukan tindakan tertentu atau sebaliknya untuk tidak melakukan tindakan pada suatu masalah tertentu. Tuntutan ini dapat bervariasi, mulai dari desakan umum, agar pemerintah berbuat sesuatu hingga usulan untuk mengambil tindakan konkret tertentu terhadap suatu masalah yang terjadi di dalam masyarakat.

b)      Keputusan kebijakan (policy decisions) Adalah keputusan yang dibuat oleh para pejabat pemerintah yang dimaksudkan untuk memberikan arah terhadap pelaksanaan kebijakan publik. Dalam hal ini, termasuk didalamnya keputusan-keputusan untuk menciptakan statuta (ketentuan-ketentuan dasar), ketetapan-ketetapan, ataupun membuat penafsiran terhadap undang-undang.

c)      Pernyataan kebijakan (policy statements) Ialah pernyataan resmi atau penjelasan mengenai kebijakan publik tertentu. Misalnya; ketetapan MPR, Keputusan Presiden atau Dekrit Presiden, keputusan peradialn, pernyataan ataupun pidato pejabat pemerintah yang menunjukkan hasrat,tujuan pemerintah, dan apa yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.

d)      Keluaran kebijakan (policy outputs) Merupakan wujud dari kebijakan publik yang paling dapat dilihat dan dirasakan, karena menyangkut hal-hal yang senyatanya dilakukan guna merealisasikan apa yang telah digariskan dalam keputusan dan pernyataan kebijakan. Secara singkat keluaran kebijakan ini menyangkut apa yang ingin dikerjakan oleh pemerintah.

e)      Hasil akhir kebijakan (policy outcomes) Adalah akibat-akibat atau dampak yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat, baik yang diharapkan atau yang tidak diharapkan sebagai konsekuensi dari adanya tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah dalam bidang-bidang atau masalah-masalah tertentu yang ada dalam masyarakat.

         Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan public dala kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuaidengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan di depan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi (Nugroho R., 2004; 1-7).

        Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum. Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita harus memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut.

        kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang berwenang. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus ditaati.

        Sementara itu pakar kebijakan publik mendefinisikan bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan (Thomas Dye, 1992; 2-4).

        Untuk memahami kedudukan dan peran yang strategis dari pemerintah sebagai public actor, terkait dengan kebijakan publik maka diperlukan pemahaman bahwa untuk mengaktualisasinya diperlukan suatu kebijakan yang berorientasi kepada kepentingan rakyat.(Aminullah dalam Muhammadi, 2001: 371 – 372).

        Kebijakan publik menurut Thomas Dye (1981) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy is whateve government choose to do or not to do). Konsep tersebut sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah menghadapi suatu masalah publik, misalnya pemerintah tidak membuat kebijakan ketika mengetahui bahwa ada jalan raya yang rusak.   James E. Anderson (1979:3) mendefinisikan bahwa kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah.

        Walaupun disadari bawa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar pemerintah. Dalam konteks modul ini kebijakan publik dipahami sebagai pilihan kebijakan yang dibuat oleh pejabat atau badan pemerintah dalam bidang tertentu, misalnya bidang pendidikan, politik, ekonomi, pertanian, industri, pertahanan, dan sebagainya.

        Dalam padangan David Easton ketika pemerintah membuat kebijakan publik, ketika itu pula pemerintah mengalokasi nilai-nilai kepada masyarakat, karena setiap kebijakan mengadung seperangkat nilai di dalamnya (Dikuti Dye, 1981). Sebagai contoh, ketika pemerintah menetapkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, nilai yang akan dikejar adalah penghormatan terhadap nilai demokrasi dan pemberdayaan terhadap masyarakat dan pemerintah daerah.

        Harrold Laswell dan Abraham Kaplan berpendapat bahwa kebijakan publik hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai, dan praktika-praktika sosial yang ada dalam masyarakat (Dikutip Dye, 1981). Ini berarti kebijakan publik tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan praktek-praktek sosial yang ada dalam masyarakat.

        Ketika kebijakan publik berisi nilai-nilai yang bertentangan dengan nilainilai yang hidup dalam masyarakat, maka kebijakan publik tersebut akan mendapat resistensi ketika diimplementasikan. Sebaliknya suatu kebijakan publik harus mampu mengakomodasi nilai-nilai dan praktika-praktika yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Lingkup kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai sektor atau bidang pembangunan, seperti kebijakan publik di bidang pendidikan, pertanian, kesehatan, transportasi, pertahanan, dan sebagainya. Di samping itu, dilihat dari hirarkinya, kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional, maupun lokal, seperti Undang Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah Propinsi, Peraturan

Pemerintah Kabupaten/Kota, dan keputusan Bupati/Walikota.

2.3  KEPATUHAN

        Kepatuhan  adalah  suatu tindakan, perbuatan atau perubahan sikap dan tingkah laku seseorang untuk menerima, mematuhi, dan mengikuti permintaan atau perintah orang lain dengan penuh kesadaran. Kepatuhan dapat terjadi dalam bentuk apapun, selama individu menunjukkan sikap dan tingkah laku taat terhadap sesuatu atas seseorang, misalnya kepatuhan terhadap peraturan.

        Kepatuhan merupakan suatu kondisi yang tercipta dan berbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai kepatuhan, seperti; kesetiaan, keteraturan dan ketertiban Kepatuhan berhubungan dengan prestise seseorang di mata orang lain  Selain itu kepatuhan juga berkaitan dengan power terhadap penegakan peraturan  Dimana peraturan adalah sesuatu yang mengandung kata-kata perintah dan larangan, serta apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan, serta tidak sedikit yang mengandung paksaan.

        Kepatuhan adalah sikap yang menunjukkan rasa patuh dengan menerima dan melakukan tuntutan atau perintah orang lain, Di dalam kepatuhan terdapat suatu kekuasaan yang mengharuskan individu melakukan suatu hal. Individu memang menerima suatu norma berdasarkan keinginan sendiri agar bisa diterima oleh kelompok, namun juga suatu norma diterima individu atas dasar paksaan.

        Berikut definisi dan pengertian kepatuhan (obedience) dari beberapa sumber buku:

1)      Menurut Papalia dan Feldman (2003), kepatuhan adalah perubahan sikap dan tingkah laku seseorang untuk mengikuti permintaan atau perintah orang lain.

2)      Menurut Bordens dan Horowitz (2008), kepatuhan adalah proses pengaruh sosial dimana seseorang mengubah tingkah lakunya dalam menanggapi perintah langsung dari seseorang yang berwenang.

3)      Menurut Rahmawati (2015), kepatuhan adalah sikap disiplin atau perilaku taat terhadap suatu perintah maupun aturan yang ditetapkan, dengan penuh kesadaran.

4)      Menurut Sarwono (2009), kepatuhan adalah salah satu jenis dari pengaruh sosial, yaitu ketika seseorang menaati dan mematuhi permintaan orang lain untuk melakukan tingkah laku tertentu karena adanya unsur power.

5)      Menurut Taylor (2006), kepatuhan adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan berdasarkan keinginan orang lain atau melakukan apa-apa yang diminta oleh orang lain, kepatuhan mengacu pada perilaku yang terjadi sebagai respons terhadap permintaan langsung dan berasal dari pihak lain.

6)      Menurut Blass (1999), kepatuhan adalah sikap dan tingkah laku taat individu dalam arti mempercayai, menerima serta melakukan permintaan maupun perintah orang lain atau menjalankan peraturan yang telah ditetapkan.

        Seseorang dapat dikatakan patuh terhadap orang lain apabila orang tersebut memiliki tiga dimensi kepatuhan yang terkait dengan sikap dan tingkah. Menurut Hartono (2006), dimensi atau aspek-aspek yang terkandung dalam kepatuhan (obedience) adalah sebagai berikut:

1)      Mempercayai (belief)Individu lebih patuh apabila mereka percaya bahwa tujuan dari dibentuknya suatu peraturan itu merupakan sesuatu yang penting. Individu percaya bahwa mereka diperlakukan secara adil oleh orang yang memberi perintah atau biasa disebut pemimpin, percaya pada motif pemimpin dan menganggap bahwa individu tersebut bagian dari organisasi atau kelompok yang ada dan memiliki aturan yang harus diikuti.

2)      Menerima (accept) Individu yang patuh menerima dengan sepenuh hati perintah dan permintaan yang ada dalam peraturan yang telah dipercayainya Mempercayai dan menerima merupakan aspek yang berkaitan dengan sikap individu.

3)      Melakukan (act) Melakukan dan memilih taat terhadap peraturan dengan sepenuh hati dalam keadaan sadar Melakukan sesuatu yang diperintahkan atau menjalankan suatu aturan dengan baik, maka individu tersebut bisa dikatakan telah memenuhi aspek-aspek dari kepatuhan.

Menurut Umami (2010), kepatuhan kepada otoritas atau peraturan terjadi jika perintah dilegitimasi dalam konteks norma dan nilai-nilai kelompok. Adapun indikator kepatuhan dalam bentuk perilaku yang dapat diamati yaitu:

1)      Konformitas (conformity). Konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial dimana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada.

2)      Penerimaan (compliance). Penerimaan adalah kecenderungan orang mau dipengaruhi oleh komunikasi persuasif dari orang yang berpengetahuan luas atau orang yang disukai. Dan juga merupakan tindakan yang dilakukan dengan senang hati karena percaya terhadap tekanan atau norma sosial dalam kelompok atau masyarakat.

3)      Ketaatan (obedience). Ketaatan merupakan suatu bentuk perilaku menyerahkan diri sepenuhnya pada pihak yang memiliki wewenang, bukan terletak pada kemarahan atau agresi yang meningkat, tetapi lebih pada bentuk hubungan mereka dengan pihak yang berwenang.

Ada beberapa factor yang dapat mempengaruhi kepatuhan diri seseorang , Menurut Soekanto (1992), terdapat empat faktor yang dianggap dapat mempengaruhi kepatuhan pada diri seseorang, yaitu sebagai berikut:

1)      Indoctrination Sejak kecil manusia telah dididik agar mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat Melalui proses sosialisasi manusia dididik untuk mengenal mengetahui serta mematuhi kaidah-kaidah tersebut.

2)      Habituation. Proses sosialisasi telah dialami sejak kecil, lama-kelamaan menjadi suatu kebiasaan untuk mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku.

3)      Utility. Pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan untuk hidup pantas dan teratur. Akan tetapi apa yang pantas dan teratur untuk seseorang, belum tentu pantas dan teratur bagi orang lain. Oleh karena itu, diperlukan suatu patokan tentang kepantasan dan keteraturan tersebut, yang dinamakan kaidah. Dengan demikian, maka salah satu faktor yang menyebabkan orang taat pada kaidah adalah karena kegunaan kaidah tersebut.

Group identification. Salah satu sebab seseorang patuh pada kaidah adalah karena kepatuhan tersebut merupakan salah satu sarana untuk mengadakan identifikasi dengan kelompok.

        Adapun menurut Toha (2015), terdapat tiga faktor utama yang juga dipercaya mempengaruhi kepatuhan pada individu, yaitu sebagai berikut:

1)      Kepribadian. Faktor kepribadian adalah faktor internal yang dimiliki individu. Faktor ini berperan kuat mempengaruhi intensitas kepatuhan ketika berhadapan dengan situasi yang lemah dan pilihan-pilihan yang ambigu dan mengandung banyak hal. Dan faktor ini tergantung pada dimanakah individu tumbuh dan peranan pendidik yang diterimanya. Kepribadian dipengaruhi nilai-nilai dan perilaku tokoh panutan atau teladan. Bahkan kepribadian juga dipengaruhi metode pendidikan yang digunakan.

2)      Kepercayaan. Suatu perilaku yang ditampilkan individu kebanyakan berdasarkan pada keyakinan yang dianut. Sikap loyalitas pada keyakinannya akan memengaruhi pengambilan keputusan. Suatu individu akan lebih mudah mematuhi peraturan yang didoktrin oleh kepercayaan yang dianut. Perilaku patuh berdasarkan kepercayaan juga disebabkan adanya penghargaan dari hukuman yang berat.

3)      Lingkungan. Nilai-nilai yang tumbuh dalam suatu lingkungan nantinya juga akan memengaruhi proses internalisasi yang dilakukan oleh individu. Lingkungan yang kondusif dan komunikatif akan mampu membuat individu belajar tentang arti sebuah aturan dan kemudian menginternalisasi dalam dirinya dan ditampilkan lewat perilaku. Lingkungan yang cenderung otoriter akan membuat individu mengalami proses internalisasi dengan keterpaksaan.

        Faktor-faktor lain yang juga dapat mempengaruhi kepatuhan seseorang, antara lain adalah sebagai berikut:

1)      Informasi. Merupakan faktor utama dalam pengaruh sosial. Seseorang kadang-kadang mau melakukan sesuatu yang tidak ingin mereka lakukan hanya setelah kepada mereka diberikan sejumlah informasi, seseorang sering memengaruhi orang lain dengan memberikan mereka informasi atau argumen yang logis tentang tindakan yang seharusnya dilakukan.

2)      Imbalan. Salah satu basis kekuasaan adalah kemampuan untuk memberi hasil positif bagi orang lain, membantu orang lain mendapatkan tujuan yang diinginkan atau menawarkan imbalan yang bermanfaat. Beberapa imbalan bersifat sangat personal, contohnya senyum persetujuan dari teman, atau imbalan impersonal contohnya adalah uang atau barang berharga lainnya.

3)      Kekuasaan rujukan. Basis pengaruh dengan relevansi pada relasi personal atau kelompok adalah kekuasaan rujukan. Kekuasaan ini eksis ketika seseorang mengidentifikasi atau ingin menjalin hubungan dengan kelompok atau orang lain. Seseorang mungkin bersedia meniru perilaku mereka atau melakukan apa yang mereka minta karena ingin sama dengan mereka atau menjalin hubungan baik dengan mereka.

4)      Paksaan. Kepatuhan dapat tercipta berupa paksaan fisik sampai ancaman hukuman atau tanda ketidak-setujuan. Misalnya, setelah gagal meyakinkan anak untuk tidur siang, si bapak mungkin secara paksa memasukkan anak ke dalam kamar, lalu ia keluar dan mengunci pintu.

5)      Pengawasan. Dari percobaan yang dilakukan tentang kepatuhan menunjukkan bahwa kehadiran tetap atau pengawasan dari seorang dapat meningkatkan kepatuhan. Bila pengawas meninggalkan ruangan dan memberikan instruksinya dari jarak jauh, misalnya lewat telepon, maka yang terjadi adalah kepatuhan akan menurun.

6)      Kekuasaan dan ideologi.Faktor penting yang dapat menimbulkan kepatuhan sukarela adalah penerimaan seseorang akan ideologi yang mengabsahkan kekuasaan orang yang berkuasa dan membenarkan instruksinya

2.4  MASYARAKAT

        Menurut Abdulsyani (1987), dalam bukunya yang berjudul "Sosiologi kelompok dan masalah sosial" dijelaskan bahwa kata masyarakat berasal dari kata musyarak (bahasa arab) yang artinya kebersamaan, kemudian menjadi masyarakat yang berarti berkumpul untuk hidup Bersama dengan saling mempengaruhi dan kemudian mencapai kesepakatan. Sebagai komunitas (Indonesia), (dikutip dalam Abdulsyani 2007).

        Oleh (Halim 1985: 13) masyarakat merupakan sekelompok orang yang tinggal di daerah tertentu atau daerah tertentu dan juga mempunyai hukum tertentu.

        Auguste Comte (dikutip dalam Abdulsyani 2007) menyatakan bahwa masyarakat adalah sekelompok makhluk hidup dengan realitas baru yang tumbuh sesuai dengan hukumnya sendiri dan berkembang menurut polanya sendiri. Masyarakat dapat membantu manusia memiliki kepribadian yang unik, sehingga tidak ada sekelompok , manusia tidak dapat melakukan banyak hal selama hidupnya.

        Seorjono Seokanto dan Soleman B. Taneko.Mengutip dari Selo Seomardjan, menulis bahwa masyarakat diartikan sebagai sekumpulan orang yang telah lama hidup bersama menghasilkan budaya (dikutip dalam Taneko 1994). Menurut Seorjono Seokanto (dikutip dalam Abdulsyani 1987) menegaskan bahwa sebagai suatu kehidupan bermasyarakat atau wujud kehidupan dengan manusia, masyarakat mempunyai ciri-ciri utama, yaitu:

a.       Orang-orang yang tinggal bersama. Dalam ilmu sosial tidak ada ukuran mutlak atau angka pasti untuk menentukan berapa banyak orang yang harus memiliki. Tetapi secara teoritis jumlah minimum adalah dua orang yang tinggal bersama.

b.      Bercampur dalam waktu lama Sekumpulan orang tidak sama dengan kumpulan benda mati Oleh karena itu dalam pertemuan orang akan muncul orang-orang baru,Orang-orang ini juga berkomunikasi dan memahami bahwa mereka juga memiliki keinginan untuk menyampaikan kesan atau perasaan mereka. Sebagai akibat dari hidup bersama, muncul sistem komunikasi dan peraturan yang mengatur antar orang-orang atau manusia dalam suatu kelompok.

c.       Mereka menyadari bahwa mereka adalah satu kesatuan.

d.      Mereka adalah sistem hidup bersama. Sistem hidup Bersama menghasilkan budaya, sehingga setiap anggota tim merasa memiliki keterkaitan satu sama lain.

        Menurut W.J.S Poerwadarminta (1986) mengartikan masyarakat sebagai pergaulan hidup manusia atau sekumpulan orang yang hidup bersama di suatu tempat yang mempunyai hubungan tertentu dengan suatu aturan tertentu (dikutip dalam Abdulsyani 2006).

         J.L Gillian dan J.P Gillian menyatakan bahwa masyarakat adalah sekelompok orang yang terpencar-pencar dan memiliki tradisi serta sikap dan perasaa yang sama. Komunitas ini termasuk kelompok yang lebih kecil (dikutip dalam Abdulsyani 2007). Dalam buku sosiologi karya Abu Ahmad disebutkan bahwa masyarakat harus memiliki kondisi sebagai berikut:

a.       Harus ada kumpulan orang atau manusia, dan harus banyak, dan bukan kumpulan binatang.

b.      Sudah lama menetap di daerah tertentu..

c.       Ada aturan atau undang-undang yang mengaturnya untuk kepentingan dan tujuan bersama (dikutip dalam Abdulsyani 2007).

2.5  PROTOKOL KESEHATAN

        Protokol  kesehatan  merupakan  aturan  dan  kentetuan  yang  perlu  diikuti oleh  segala pihak agar dapat beraktifitas secara aman pada saat pandemi COVID-19 ini.tujuan di bentuk protokol kesehatan agar masyarakat dapat beraktifitas secara aman dan tidak membahayakan kesehatan orang lain penularan COVID-19 dapat diminimalisir jika masyarakat mengikuti segala aturan yang tertera di dalam protokol kesehatan (Mardiyah,2020)

        Masyarakat memiliki peran penting dalam memutus mata rantai penularan Covid-19 agar tidak menimbulkan sumber penularan baru atau cluster pada tempattempat dimana terjadinya pergerakan orang, interaksi antar manusia dan berkumpulnya banyak orang. Masyarakat harus dapat beraktivitas kembali dalam situasi pandemi COVID-19 dengan beradaptasi pada kebiasaan baru yang lebih sehat, lebih bersih, dan lebih taat, yang dilaksanakan oleh seluruh komponen yang ada di masyarakat serta memberdayakan semua sumber daya yang ada. Peran masyarakat untuk dapat memutus mata rantai penularan COVID-19 (risiko tertular dan menularkan) harus dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan.

        Dalam rangka  pencegahan  dan  dengendalian  Corona Virus Disease 2019 (COVID 19). Kementrian kesehatan telah mengeluarkan protokol kesehatan dengan pencegahan dan pengendalian secara spesifik melalui keputusan mentri kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/382/2020 tentang protokol kesehatan bagi masyarakat di tempat dan fasilitas umum dimana protokol secara umum harus memuat:

1.      Perlindungan  kesehatan  individu  penularan  COVID 19  terjadi  melalui dropet yang dapat menginfeksi manusia dengan masuknya dropet yang mengandung virus SARS-CoV-2 ke dalam tubuh melalui hidung , mulut dan mata .prinnsip pencegahan penularan COVID 19 pada individu dilakukan dengan menghidari masuknya virus melalui ketiga pintu masuk tersebut bebrapa tindsakan seperti

a.       Jika harus keluar rumah atau berinteraksi dengan orang lain yang tidak status kesehatanya (yang mungkin dapat menelurkan COVID-19) gunakan alat pelindung diri berupa masker yang menutupi hidung dan mulut hingga dagu.

Menurut WHO masker kain terdiri dari 3 lapis yaitu:

1)      Lapisan pertama di bagian paling dalam (menyentuh mulut dan hidung) adalah bahan kartun.

2)      Lapisan kedua di bagian terluar adalah bahan polypropylene,polyester atau gabungan keduanya.

3)      Lapisan tengah adalah bahan polypropylene atau katun.

b.      Selalu cuci tangan  pakai  sabun  dengan  air mengalir  atau  mengunakan  cairan  antiseptic  berbasis  alcohol/handsanitizer.

c.       Menjaga  jarak  minimal  1  meter  dengan  orang  lain  untuk  menghindari agar tidak terkena percikan dropet dari orang yang bicara , batuk, atau bersin serta menghindari keramaian, kerumunan, dan berdesakan.

d.      Melakukan prilaku Hidup bersih dan sehat (PHBS) untuk meningkatkan daya tahan tubuh dengan  menerapkan  konsumsi  makanan bergizi  seimbang, olaragah minimal 30 menit sehari dan istirahat yang cukup minimal 7 jam serta menghindari factor  

memakai masker diwajibkan oleh masyarakat sesuai dengan  Surat Edaran Pemerintah Nomor 464 Tahun 2020 untuk mencegah penyebaran COVID-19 akan tetapi pengaplikasian dilapangan belum sepenuhnya masyarakat melaksanakan. Banyak yang memakai masker tidak sampai kehidung,ada juga diturunkan ke dagu dengan alasan jika berkomunikasi suara tidak terlalu jelas, susah bernafas, dan rasa tidak nyaman.

        Hasil penelitian yang diterbitkan di Prosiding National Academy of Sciences menyebutkan, Memakai masker dapat mencegah lebih dari 78.000 infeksi di Italia, selama 6 April dan 9 Mei, lebih dari 66.000 infeksi di New York City selama 17 April dan 9 Mei. Penelitian juga menemukan, mengenakan masker wajah di rumah membantu menghentikan penyebaran virus Corona di antara anggota keluarga, Para peneliti mengukur efektivitas berbagai strategi untuk  menghentikan penyebaran infeksi dan mempelajari bagaimana virus itu tersebar. Virus dapat menyebar melalui kontak langsung ketika seseorang mengeluarkan tetesan dari batuk atau bersin kepada orang lain. bisa pula dari kontak tidak langsung ketika seseorang batuk atau bersin pada suatu permukaan benda yang kemudian disentuh oleh orang lain (WHO, 2020)

        World Health Organization (WHO) menganjurkan pemakaian  masker sebagai bagian dari rangkaian komprehensif langkah pencegahan dan pengendalian untuk membatasi penyebaran SARSCoV-2, virus penyebab COVID-19. Masker saja tidak cukup untuk memberikan perlindungan atau pengendalian sumber yang memadai, sekalipun masker dipakai dengan tepat. Langkah pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) lain mencakup

kebersihan tangan, penjagaan jarak fisik minimal 1 meter, menghindari sentuhan pada wajah, etiket bersin dan batuk, ventilasi memadai di ruang

tertutup, pengetesan, pelacakan kontak, karantina, dan isolasi. Langkah-langkah ini, jika dijalankan bersama-sama, sangat penting untuk mencegah

transmisi SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia.

       Jenis masker tertentu digunakan untuk melindungi orang yang sehat, sedangkan masker jenis tertentu lain digunakan untuk mencegah transmisi lanjutan (pengendalian sumber). WHO terus menganjurkan agar setiap orang yang diduga atau terkonfirmasi COVID-19 atau yang sedang menunggu hasil tes laboratorium sebaiknya memakai masker medis saat berada di dekat orang lain (anjuran ini tidak berlaku untuk orang yang

menunggu hasil tes sebelum melakukan perjalanan).

        Penggunaan, penyimpanan, dan pembersihan atau pembuangan masker jenis apa pun sangat penting WHO menganjurkan agar masyarakat umum memakai masker non-medis di dalam ruangan (seperti di toko, tempat kerja bersama, sekolah.

        WHO menganjurkan agar masyarakat umum memakai masker non-medis, terlepas dari apakah penjagaan jarak fisikminimal 1 meter dapat dilakukan.Orang-orang yang lebih berisiko mengalami komplikasi berat akibat COVID-19 (orang berusia ≥ 60 tahun dan orang dengan kondis ipenyerta seperti penyakit kardiovaskular atau diabetes melitus, penyakit paru kronis, kanker, penyakit serebrovaskular, atau imunosupresi) perlu memakai masker medis jika penjagaa jarak minimal 1 meter tidak dapat dilakukan.

        Masker jenis apa pun harus digunakan, disimpan, dan dibersihkan atau dibuang dengan benar untuk memastikan efektivitas maksimal dan untuk menghindari peningkatan risiko transmisi. Tingkat kepatuhan pada cara pengelolaan masker yang tepat berbeda-beda, sehingga penyampaian

pesan yang tepat semakin perlu dilakukan.

WHO menyampaikan panduan berikut mengenai penggunaan tepat atas masker:

a)      Bersihkan tangan sebelum memakai masker Periksa apakah ada sobekan atau lubang padamasker, dan jangan  gunakan masker yang           rusak.

b)      Tempatkan masker dengan hati-hati, dengan caramemastikan masker menutup mulut dan hidung, sesuaikan bentuk masker dengan batang hidung, danpasang masker dengan kencang untuk meminimalisasi jarak apa pun antara masker dan wajah. Jika masker menggunakan tali lingkar telinga (ear loop), pastikan tali ini tidak menyilang, karena silangan ini memperlebar jarak antara wajah dan masker.

c)      Hindari sentuhan pada masker saat sedang memakai masker. Jika masker tidak sengaja tersentuh, bersihkan tangan.

d)      Gunakan teknik yang tepat untuk melepas masker Jangan menyentu bagian depan masker, melainkan lepaskan masker dari belakang.

e)      Jika masker menjadi lembap, segera ganti masker dengan masker yang baru dan kering.

f)       Buang masker atau simpan masker di dalam kantong plastik yang dapat ditutup rapat kembali sampai masker tersebut dapat dicuci dan dibersihkan. Jangan simpan masker di lengan atau pergelangan tangan atau menarik masker ke dagu atau leher.

g)      Segera bersihkan tangan setelah membuang masker.

h)      Jangan menggunakan kembali masker sekali pakai.

i)       Setelah masker dipakai satu kali, segera buang masker sekali pakai dengan tepat setelah dilepas.

j)       Jangan melepas masker saat berbicara.

k)      Masker yang sama jangan dipakai bergantian dengan orang lain.

l)       Cuci masker kain dengan sabun atau detergen dan sebaiknya dengan air panas (minimal 60° Celsius) minimal sekali setiap hari. Jika penggunaan air panas tidak memungkinkan, cuci masker dengan sabun/detergen dan air bersuhu ruangan, kemudianrendam masker dalam air mendidih selama 1 menit.

 Menurut  (Sari & Sholihah‘Atiqoh, 2020) bahwa  ada  hubungan  antara pengetahuan masyarakat dengan kepatuhan penggunaan masker sebagai upaya pencegahan penyakit Covid19. Memberikan edukasi tentang pentingnya menggunakan masker untuk mencegah dan menghindari risiko penyakit Covid-19.

        Menurut (Atmojo et al., 2020) berpendapat bahwa penggunaan masker kain harus memperhatikan manfaat, masker kain 1 lapis seperti scuba dan

buff sangat tidak dianjurkan, guna mendapatkan perlindungan maksimal selama pandemic penggunaan masker harus diikuti protokol kesehatan lain seperti menjaga jarak dan rajin mencuci tangan. ini dikarenakan pengetahuan warga yang masih kurang tetntang mencuci tangan yang benar

dengan menggunakan sabun, Mencuci tangan yang baik harus menggunakan sabun dan air yang mengalir.

        Peran sabun menjadi penting karena dapat melarutkan lapisan lemak, termasuk yang dikandung pada selubung virus dan dinding bakteri. Selanjutnya, penggunaan air mengalir juga akan membilas virus atau bakteri yang masih tersisa di permukaan tangan.

        Menurut (Priyoto, 2015) Mencuci tangan adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari dengan menggunakan air atau cairan lainnya oleh manusia dengan tujuan untuk menjadi bersih, sebagai bagian dari ritual keagamaan, ataupun tujuan-tujuan lainnya. metode mencuci tangan telah diakui efektif untuk membunuh mikroorganisme dan mencegah penyakit menular, tidak hanya penyakit pada saluran cerna, tapi juga penyakit lainnya seperti penyakit kulit dan penyakit saluran napas atas. Menuerut (Sinaga et al., 2020) bahwa cuci tangan secara teratur dan menyeluruh dengan sabun dibawah air mengalirdengan 6 langkah dianjurkan oleh WHO karena dapat membunuh virus yang mungkin ada tangan seperti virus corona (Covid-19).

      Menurut (Suprapto, 2021) bahwa edukasi yang diberikan oleh fasilitator

dapat meningkatkan pengetahuan terhadap perilaku hidup bersih dan sehat dalam pencegahan Covid-19. (Siahaineinia & Bakara, 2020) bahwa untuk mencegah penularan covid masyarakat dianjurkan untuk menggunakan masker dan mencuci tangan. PHBS merupakan salah satu starategi dalam pencegahan penyebaran Covid -19 yang sangat efektif dan mudah dilakukan

oleh semua lapisan masyarakat. Rekomendasi pemerintah terus menghimbau gerakan PHBS menjadi kunci pencegahan penyebaran Covid-19 pada masa pandemik ini.

        Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sejak awal tahun 2021 mengajak masyarakat untuk menerapkan 5M untuk mencegah penularan Covid-19. 5M ada untuk mendukung 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) yang sebelumnya sudah diterapkan sejak tahun 2020, yaitu dengan tambahan: menjauhi kerumunan (saat berada di luar rumah) dan mengurangi mobilitas (jika tidak ada keperluan mendesak) (Alfarizi, 202)


Lokasi: Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar