UPAYA PENINGKATAN DISIPLIN KERJA APARATUR SIPIL NEGARA
Manajemen Sumber Daya
Manusia
Sumber daya manusia (SDM) merupakan
faktor pertama serta utama yang selalu dibutuhkan pertama kali dalam suatu organisasi
sebagai subjek dan objek dalam organisasi atau kelompok tersebut. Untuk
mengelolaa sumber daya manusia (SDM) merupakan tugas yang harus di lakukan oleh
seorang pemimpin dengan tujuan untuk mengelola, menilai, mengatur, memilih
serta menetapkan sumber daya manusia di posisi
maupun jabatan yang tepat sesuai dengan kemampuan dan potensi yang ada
dari sumber daya manusia tersebut.
Menurut Hasibuan (2013), mengatakan
manajemen sumber daya manusia (SDM) dapat diartikan sebagai ilmu dan seni yang
mengatur hubungan dan pernan tenaga kerja agar efektif dan efisien dalam
penggunaan kemampuan manusia agar dapat mencapai tujuan stiap perusahan.
Menurut Sutrisno (2013), manajemen
sumber daya manusia sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi, dan pengintegrasian,
pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan
organisasi perusahan secara terpadu.
Dari
pendapat para ahli diatas maka dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa manajemen
sumber daya manusia (MSDM) merupakan kegiatan yang dilaksanakan agar tenaga
kerja di dalam organisasi dapat digunakan secara efektif dan efisien guna
mencapai berbagai tujuan.
2.1.1 Prinsip Dasar Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Sinambela (2016:5) Manajemen
Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah suatu pendekatan terhadap manajemen manusia
yang berdasarkan empat prinsip dasar :
1) Sumber
daya manusia adalah harta paling penting yang dimiliki oleh suatu organisasi,
sedangkan manajemen yang efektif adalah kunci bagi keberhasilan organisasi
tersebut.
2) Keberhasilan
ini sangat mungkin dicapai jika peraturan atau kebijaksanaan dan prosedur yang
bertalian dengan manusia dari organisasi tersebut saling berhubungan, dan
memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan organisasi dan perencanaan
strategis.
3) Kultur
dan nilai organisasi, suasana organisasi dan perilaku manajerial yang berasal
dari kultur tersebut akan memberikan pengaruh yang besar terhadap hasil
pencapaian terbaik.
4) Manajemen
SDM berhubungan dengan integrasi, yakni semua anggota organisasi tersebut
terlibat dengan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
2.2 Disiplin
Kerja
2.2.1 Pengertian
Disiplin Kerja
Disiplin merupakan suatu keadaan yang
tercipta secara tertib dan teratur
dimana disiplin sendiri sangat penting bagi pertumbuhan sebuah
organisasi serta memiliki sebuah landasan peraturan, yang digunakan untuk
mengikat dan memotivasi pegawai sehingga menghasilkan kinerja yang baik. Disiplin
dibutuhkan oleh setiap individu maupun instansi, hal ini dikarenakan disiplin
digunakan untuk membantu individu untuk meluruskan apa yang bisa dan tidak bisa
dilakukan dalam suatu instansi.
Menurut Singodimedjo dalam Sutrisno
(2017: 86) menyatakan bahwa: Disiplin adalah sikap kesediaan serta kerelaan
seseorang untuk mematuhi dan menaati norma-norma peraturan yang berlaku di
sekitarnya. Dengan adanya disiplin karyawan yang baik akan mempercepat tujuan
perusahaan, tetapi jika adanya disiplin yang merosot akan menjadi penghalang
dan memperlambat pencapaian tujuan perusahaan.
Menurut Hasibuan dalam Sinambela
(2016:335) “Disiplin kerja adalah kerja sesorang untuk secara teratur, tekun
secara terus-menerus dan bekerja sesuai dengan aturan-aturan berlaku dengan
tidak melanggar aturan-aturan yang sudah ditetapkan”. Sedangkan menurut PP No
53 Tahun 2010 pasal 1 ayat 1, yang menyatakan bahwa disiplin Pegawai Negri
Sipil ialah suatu kesanggupan Pegawai Negri Sipil untuk menaati kewajiban serta
menghindari larangan yang di telah di tentukan dalam peraturan
Perundang-Undangan dan/atau Peraturan Kedinasan yang apa bila dilanggar akan di
jatuhi sanksi hukum.
Wyckoff dan Unel (dalam Haisbun, 2007)
menyatkan bahwa disiplin kerja merupakan kesadaran, kemauan maupun kesediaan
kerja seseorang agar dapat taat serta tunduk terhadap semua peraturan maupun norma
yang berlaku, kesadaran kerja merupakan sikap sukarela dan merupakan tugas dan
tanggung jawab bagi seorang karyawan. Kesediaan kerja merupakan suatu sikap
perilaku dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan tugas pokok sebagai seorang
karyawan.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas
maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa disiplin kerja ialah suatu sikap
atau perilaku yang perlu ditanamkan pada diri setiap individu sehingga
terciptanya kinerja yang baik bagi suatu organisasi serta memiliki norma-norma
sosial dan sanksi bagi mereka yang melanggar.
2.2.2 Jenis
Disiplin Kerja
Menurut Mangkunegra (2017: 129) terdapat dua jenis bentuk disiplin kerja
yaitu :
1. Disiplin
Prevektif
Disiplin
Prevektif adalah suatu upaya yang di gunakan untuk menggerakan pegawai
mengikuti serta mematuhi pedoman serta aturan kerja yang telah ditetapkan dalam
suatu organisasi. Disiplin prevektif memiliki tujuan untuk menggerakan dan
mengarahkan agar pegawai bekerja dan berdisiplin dengan baik.
2. Disiplin
Korektif
Disiplin
Korektif merupakan salah satu upaya penggerakan pegawai dalam menyatukan sebuah
peraturan serta mampu mengarahkannya agar pegawai tetap mematuhi peraturan yang ada yang sesuai dengan pedoman
yang berlaku pada suatu organisasi. Dalam disiplin korektif pegawai yang
melanggar aturan disiplin akan diberikan sanksi hukum yaang memiliki tujuan agar
pegawai tersebut dapat memperbaiki diri dengan mematuhi aturan yang telah
ditetapkan dalam sebuah organisasi.
Sedangkan menurut Rivai (2011: 826) bentuk- bentuk disiplin kerja dibagi
menjadi 4 prespektif yaitu :
1. Disiplin
Retrubutif (Retributive Discipline),
yaitu berusaha menghukum orang yang berbuat salah. Dimana atasan atau orang
yang berhak mengambil keputusan untuk mendisiplinkan bawahan menggunakan cara
yang profesional yang tepat terhadap sasaran. Agar orang yang berbuat salah
tidak melakukan hal-hal yang sama.
2. Disiplin
Korektif (Corrective Discipline),
yaitu berusaha membantu karyawan mengoreksi perilaku yang tidak tepat. Dalam
disiplin korektif pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan peraturan-peraturan
dalam suatu organisasi yang diberlakukan sebagai masalah akan dikoreksi
terlebih dahulu bukan langsung memberikan hukuman. Hukuman yang diberikan juga
lunak sebatas untuk memegur pelanggar menunjukan kemauan untuk merubah
perilakuknya.
3. Prespektif
hak-hak individu (Individual Rights
Perspektive), yaitu berusaha melindungi hak-hak dasar individu selama
tindakan-tindakan displinder. Dimana disiplin yang diberikan dipertimbangkan
kembali secara tepat dengan alasan yang adil untuk menjatuhkan hukuman, dan
hak-hak karyawan lebih diutamakan dari pada tindakan disiplin.
4. Prespektif
Utilitarian (Utilitarian Prespective),
yaitu berfokus kepada penggunaan displin hanya pada saat
konsekuensi-konsekuensi tindakan disiplin melebihi dampak-dampak negatifnya.
Tingkat tindakan disiplin diambil tergantung pada bagaimana disiplin itu akan
mempengaruhi produktivitas dan profitabilitas, dalam biaya penggantian karyawan
dan konsekuensi-konsekuensi memperkenankan perilaku yang tidak wajar perlu
dipertimbangkan karena biaya penggantian karyawan kian melambung, maka kerasnya
disiplin hendaknya semakin menurun, karena apa bila konsekuensi membiarkan
perilaku yang tidak terus meningkat maka hukuman yang di terima semakin keras.
2.2.3 Tujuan Disiplin
Kerja
Tujuan
disiplin kerja menurut Simamora (2006: 611) :
1. Tujuan
utama disiplin kerja adalah untuk memastikan perilaku karyawan konsisten sesuai
dengan aturan perusahaan. Aturan yang ada dalam suatu organisasi bertujuan
untuk membuat organisasi tersebut berjalan lebih baik. Apabila suatu aturan
yang telah di buat dilanggar maka evektifitas suatu organisasi akan berkurang samapi
ke tingkatatan tertentu. Jika seorang karyawan memiliki tindakan disipliner
maka dapat menjadi kekuatan positif bagi suatu perusahaan, dimana jika di terapkan
secara adil serta bertanggung jawab maka perusahaan tersebut akan
beruntung. Karena tanpa adanya disiplin
yang sehat maka kinerja dari perusahaan menjadi tidak efektif.
2. Tujuan
disiplin yang ke dua adalah untuk menumbuhkan atau mempertahankan rasa hormat
dan saling percaya di antara pengawas dan bawahannya. Penegakan disiplin yang benar tidak hanya mampu memperbaiki
perilaku karyawan, tetapi juga akan mampu menumbuhkan sikap disipliner dimana
akan meningkatkan kerja sama tim dan rasa saling percaya yang mampu menumbuhkan
hubungan yang positif diantara pengawas dan bawahan.
3. Tindakan
disipliner dapat pula membantu karyawan
agar menjadi lebih produktif, dengan demikian menguntungkannya dalam jangka
panjang.
4. Tindakan
disipliner yang efektif dapat memacu individu karyawan untuk meningkatkan
prestasi kerja (kinerja) yang pada ahkirnya menghasilkan pencapaian bagi individu
bersangkutan.
Secara umum dapat disebutkan bahwa
tujuan utama dari disiplin pegawai ialah demi keberlangsungan organisasi atau perusahan
sesuai dengan motifasi organisasi atau perusahan yang bersangkutan baik hari
ini maupun hari esok. Menurut Sastrohadiwiryo (2003 : 292), secara khusus
tujuan disiplin pegawai, antara lain :
1. Agar
pegawai menepati segala peraturan dan kebijakan ketenaga kerjaan maupun
peraturan dan kebijakan organisasi yang berlaku, baik tertulis maupun tidak
tertulis, serta mejalankan perintah manajemen dengan baik.
2. Pegawai
dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu memberikan
pelayanan yang maksimal kepada pihak tertentu yang berkepentingan dengan
organisasi sesuai dengan bidang pekerjaan yang
diberikan kepadanya.
3. Pegawai
dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana, barang dan jasa organisai
dengan sebaik-baiknya.
4. Para
pegawai dapat bertindak dan berpartisipasi sesuai dengan norma-norma yang
berlaku pada organisasi.
5. Pegawai
mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi sesuai dengan harapan organisasi,
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Berdasarkan pendapat para ahli dapat
disimpulkan bahwa disiplin kerja mempunyai tujuan untuk menciptakan rasa
tanggung jawab terhadap tugas yang telah di berikan serta taat. Mewujudkan
disiplin kerja harus ada keinginan dalam diri sendiri untuk bertindak maupun berperilaku
sesuai dengan norma-norma yang berlaku yang berlaku pada suatu perusahaan. Dan
juga dengan adanya tujuan dan disiplin yang jelas pegawai bisa menaati semua
peraturan tanpa adanya paksaan sehingga terciptanya etos kerja yang baik yang mampu
membuat hubungan yang harmonis antara sesama pegawai.
2.2.4 Faktor-Faktor
Disiplin Kerja
Faktor
kedisiplinan sangat mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawi pada suatu
perusahaan, karena faktor disiplin kerja anakn menjadi suatu tolak ukur
berhasil dan tidaknya pekerjaan yang dikerjakan oleh para karyawan.
Menurut Hasibuan dalam Khasanah (2016) ada
beberapa faktor yang menyebabkan disiplin kerja pegawai, diantaranya yaitu :
1. Tujuan
dan kemampuan.
Tujuan
dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai yang harus jelas
dan ditetapkan secara ideal serta cukup untuk menantang bagi kemampuan pegawai.
Pekerjaan yang akan dibebankan kepada para pegawai harus sesuai dengan
kemampuan pegawai yang bersangkutan, agar dia lebih bersungguh-sungguh dan
berdisiplin baik untuk menjalankannya. Jika pekerjaan yang di berikan di luar
kemampuannya maka pekerjaannya itu tidak akan sesuai dengan keinginan.
2. Teladan
pimpinan
Teladan
pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan pegawai karena pimpinan
di jadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberi
contoh yang baik, berdisiplin yang baik, jujur, serta sesuai dengan kata
perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik maka kedisiplinan bawahan pun akan
ikut baik. Tapi jika teladan kurang baik (kurang disiplin), maka para bawahan
pun kurang baik.
3. Balas
jasa
Balas
jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan pegawai terhadap
pekerjaan. Jika kecintaan pegawai semakin baik terhadap pekerjaan, maka
kedisiplinan mereka akan semakin baik pula. Karena dengan upah yang sesuai atas
beban kerja yang ditanggung, maka pegawai akan merasa puas dari segi pekerjaan
dan juga kepuasan akan kebutuhan.
4. Keadilan
Keadilan
ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan pegawai, karena ego dan sifat manusia
yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia
lainnya. pimpinan yang cakap selalu berusaha bersikap adil terhadap semua bawahannya.
Karena menyadari bahwa dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisiplinan
yang baik pula.
5. Pengawasan
Pengawasan
adalah tindakan nyata dan efektif untuk mencegah dan mengetahui kesalahan,
membetulkan kesalahan, memelihara kedisiplinan, meningkatkan prestasi kerja,
mengaktifkan peranan atasan dan bawahan, menggali sistem-sistem kerja yang
paling efektif, serta menciptakan sistem internal kontrol yang baik dalam
mendukung terwujudnya tujuan instansi, pegawai, dan masyarakat.
6. Sanksi
hukum
Hukum
berperan penting dalam memelihara disiplin pegawai karena adanya sanksi hukum
maka pegawai semakin takut untuk melanggar peraturan-peraturan, sikap dan
perilaku disiplin pegawai akan berkurang.
7. Ketegasan
Ketegasan
pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan pegawai,
pimpinan harus berani dan tegas
bertindak untuk menghukum setiap pegawai yang indisipliner sesuai dengan
sanksi hukum yang ditetapkan.
8. Hubungan
kemanusiaan
Hubungan
kemanusiaan yang harmonis di antara sesama pegawai ikut menciptakan
kedisiplinan yang baik pada setiap kantor.
2.2.5 Indikator-Indikator
Disiplin Kerja
Menurut pendapat Rivai dalam Alfiah
(2019) ada lima indikator displin kerja yaitu sebagai berikut :
1. kehadiran
merupakan indikator utama yang mengukur tingkat kedisiplinan dan pada umumnya
disiplin kerja yang rendah pada pegawai dapat tercermin dari kebiasaan pegawai
yang suka terlambat dalam bekerja.
2. ketaatan
pada peraturan kerja merupakan bentuk kepatuhan dari pegawai terhadap peraturan
kerja dan selalu mematuhi prosedur yang berlaku di kantor.
3. Ketaatan
pada standar kerja yaitu seberapa besar tangggung jawab seorang pegawai dalam
melaksanakan tugas yang diberikan.
4. Tingkat
kewaspadaan tinggi pegawai merupakan sikap teliti dan berhati-hati dalam
bekerja yang efektif dan efisien.
5. Etika
bekerja merupakan bentuk dari tindakan indisipliner dan disiplin kerja pegawai.
Berdasarkan pendapat para ahli di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja merupakan suatu sikap atau
perilaku yang mencerminakan ketaatan serta kepatuhan terhadap aturan yang
terdapat dalam suatu organisasi. Dalam hal ini displin tidak hanya dalam bentuk
ketaatan belaka tetapi juga merupakan tanggung jawab pegawai terhadap
tugas-tugas yang di berikan kepadanya.
2.2.6 Mengukur Disiplin
Kerja
Menurut Soejono dalam Lateiner (1983:
72), disiplin kerja pegawai dapat di ukur dari :
1. Pegawai
datang ke kantor dengan tertib, tepat waktu dan teratur maka disiplin kerja
dapat dikatakan baik. Salah satu tolak ukur untuk mengetahui tingkat kedisiplinan
pegawai ialah semakin tinggi frekunsi kehadirannya maka pegawai tersebut
memiliki sikap disiplin kerja yang tinggi.
2. Berpakaian
rapih ditempat kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi disiplin
kerja pegawai, karena dengan berpakaian rapih maka suasana kerja akan terasa
nyaman dan percaya diri dalam bekerja akan tinggi.
3. Menggunakan perlengkapan kantor dengan berhati-hati.
Sikap hati-hati dapat menunjukan bahwa seseorang memiliki disiplin kerja yang
baik, karena apabila dalam menggunakan perelengkapan kantor secara tidak
hati-hati maka akan terjadi kerusakan yang mengakibatkan kerugian.
4. Memiliki
tanggung jawab, tanggung jawab sangat berpengaruh terhadap disiplin kerja,
dengan adanya tanggung jawab terhadap tugasnya maka dapat menunjukan disiplin
kerja pegawai yang tinggi.
Aspek dari disiplin kerja tidak luput
dari peran dalam diri individu yang juga tidak kalah penting untuk mencapai
keberhasilan dari suatu organisasi, disiplin kerja merupakan sikap yang positif
yang di perlukan dalam suatu organisasi dimana setiap organisasi membutuhkannya
agar dapat mendukung pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
2.2.7 Model
Pendekatan Disiplin Kerja
Menurut Prabu (2001) pendekatan disiplin
kerja ada tiga yakni :
1. Pendekatan
disiplin moderen yaitu mempertemengukumukan sejumlah keperluan atau kebutuhan baru di luar hukuman. Yaitu :
a. Disiplin
moderen merupakan suatu cara menghindarkan bentuk hukuman secara fisik.
b. Melindungi
tuduhan yang benar untuk diteruskan pada proses hukum yang berlaku.
c. Keputusan-keputusan
yang semaunya terhadap kesalahan atau prasangka harus diperbaiki dengan
mengadakan proses penyuluhan dengan mendapatkan fakta-faktanya.
2. Pendekatan
disiplin dengan tradisi yaitu pendekatan disiplin dengan cara memberikan
hukuman. Yaitu :
a. Disiplin
dilakukan oleh atasan kepada bawahan, dan tidak pernah ada peninjauan kembali
bila telah diputuskan.
b. Disiplin
adalah hukuman untuk pelanggaran, pelaksanaannya harus disesuaikan dengan
tingkat pelanggaranya.
c. Pengaruh
hukuman untuk memberikan pelajaran, kepada pelanggar maupun kepada pegawai
lainnya.
d. Peningkatan
perbuatan pelanggaran diperlukan hukuman yang lebih keras.
e. Pemberian
hukuman terhadap pegawai yang melanggar kedua kalinya harus diberi hukuman yang
lebih berat.
3. Pendekatan
disiplin bertujuan berasumsi bahwa :
a. Disiplin
kerja harus diterima dan dipahami oleh semua pegawi.
b. Disiplin
bukanlah suatu hukuman, tetapi merupakan pembentukan perilaku.
c. Disiplin
ditunjukan untuk perubahan perilaku yang lebih baik.
d. Disiplin
pegawai bertujuan agar pegawai bertanggung jawab terhadap perbuatannya.
Pendekatan disiplin merupakan
penentuan tindakan yang akan digunakan untuk setiap pegawai yang melanggar
atauran yang berlaku. Pendekatan disiplin yaitu menekankan pada setiap pegawai
bagaimana harus bisa memahami dalam setiap tindakan atas aturan yang akan
diputuskan untuk meningkatkan disiplin kerja pegawai, agar semua aturan yang
digunakan bisa diterima dan dipatuhi oleh seluruh pegawai.
2.3 Aparatur Sipil
Negara (ASN)
Dalam rangka mewujudkan tujuan Nasional, sesuai
dengan amanat pembukaan UUD 1945 dibutuhkan Aparatur Sipil Negara yang
profesional, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, bebas dari
intervensi politik, serta mampu menyelenggarakan dan melaksanakan pelayanan
publik bagi masyarakat sesuai dengan peraturan-peraturan yang dibuat oleh
Pemerintah dan Negara.
2.3.1 Pengertian
Aparatur Sipil Negara
ASN
(Aparatur Sipil Negara) adalah :
Profesi bagi PNS
(Pegawai Negeri Sipil) dan Pegawai Pemerintah dengan perjanjian kerja, yang
mengabdi pada instansi pemerintah, diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian
dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan, atau diserahi tugas negara
lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pegawai ASN
berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayanan publik, serta perekat
dan pemersatu bangsa. Prasojo & Rudita, (dalam komara, maret 2019: 74).
Sebutan Pegawai Negeri Sipil (PNS)
kini telah menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ditetapkan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Presiden Republik Indonesia melalui Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, pasal 1
undang-undapeng ini menyatakan bahwa :
1. Aparatur
Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi Pegawai Negeri
Sipil dan pegawai pemerintahan dengan perjanjian kerja yang bekerja pada
instansi pemerintah.
2. Pegawai
Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut pegawai ASN adalah Pegawai
Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintahan dengan perjanjian kerja yang diangkat
oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan
pemerintahan atau diserahi tugas Negara lainnya dan digaji berdasarkan
Peraturan Perundang-Undangan.
3. Pegawai
Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga Negara Indonesia yang
memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai ASN secara tetap oleh
pejabat Pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
Pegawai ASN (Aparatur Sipil Negara)
merupakan unsur utama sumber daya aparatur yang mempunyai peranan menentukan
keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Pegawai ASN disini
adalah setiap warga negara Indonesia yang telah memiliki syarat yang ditentukan
dan diangkat oleh pejabat yang berwenang serta disetujui untuk suatu jabatan
Pegawai Negeri dan digaji berdasarkan peraturan Perundangan-Undangan yang
berlaku. Sedangkan profesionalisme pegawai ASN disini dapat diartikan sebagai
suatu kemampuan dan keterampilan ASN dalam melakukan pekerjaan menurut bidang
dan tingkatan masing-masing (Komara, 2018).
2.3.2 Tugas dan
fungsi Aparatur Sipil Negara
Di dalam Undang-undang No 5 Tahun
2014 Tetang Aparatur Sipil Negara, Pada Pasal 11 menyatakan bahwa pegawai ASN
bertugas yakni :
Melaksanakan kebijakan
publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian, sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-Undangan; memberikan pelayanan publik yang profesional dan
berkualitas; serta mempererat persatuan dan kesatuan NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia).
Pegawai ASN juga berperan sebagai
perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum Pemerintahan dan
pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang
profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari parktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme. Adapun fungsi dari Aparatur Sipil Negara sendiri yaitu
dinyatakan dalam Pasal 10 Undang-Undang Tentang ASN yakni sebagai pelaksana
kebijakan publik, pelayan publik, perekat dan pemersatu bangsa.
Secara spesifik dijelasakan bahawa kualitas
pegawai ASN menurut Komara, (maret 2019: 75) dapat ditinjau dari tiga unsur
sebagai berikut :
1. Keahlian,
yang dimaksud bahwa setiap pegawai ASN harus memiliki pengalaman yang sesuai
dengan tugas dan fungsinya; memiliki pengetahuan yang sesuai dengan tugas dan
fungsinya; memiliki wawasan yang luas; dan beretika.
2. Kemampuan
teknis, yaitu pegawai ASN harus memahami tugas-tugas di bidangnya.
3. Sifat-sifat
personal yang baik, yakni harus memiliki disiplin yang tinggi, jujur, menaruh
minat, terbuka, objektif, pandai berkomunikasi, selalu siap, dan berlatih.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
profesionalisme pegawai ASN dalam pelayanan publik, Komara, (2019: 78). Adapun
faktor-faktor tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Pertama,
Budaya organisasi.
Budaya
organisasi yang terbangun di lingkup birokrasi pada umumnya bersifat
formalistik, yaitu pegawai ASN cenderung bekerja sesuai aturan formal yang
telah ditentukan sebelumnya, kebiasaan yang turun-temurun selalu dilakukan oleh
aparatur sebelumnya, dan juga pegawai ASN selalu berpedoaman prosedur yang
berlaku. Ketidak beranian mendobrak kebiasaan tersebut menjadikan pegawai ASN
cenderung kurang kreatif, responsif, dan inovatif, yang pada ahkirnya
menghambat profesionalisme pegawai ASN dalam melaksanakan pelayanan kepada
masyarakat.
2.
Kedua, Hierarki struktual
organisasi.
Batasan antara atasan
dan bawahan kerap menjadi permasalahan dalam membentuk profesionalisme pegawai
ASN, karena umumnya komunikasi internal dalam organisasi publik tersebut
relatif tidak berjalan dengan lancar. Namun, kondisi demikin tentu tidak pada
semua instansi pemerintahan. Di banyak tempat ditemukan keadaan yang berbeda,
yaitu kondisi hierarkis struktural yang justru tidak ada masalah dalam menjalin
komunikasi internal. Hal ini karena gaya kepemimpinan dalam mengelola
administrasi dan mengatur jalannya organisasi dapat dikatakan telah berjalan
cukup baik. Selain menggunakan pendekatan
secara formal kedinasan, pimpinan juga menggunakan pendekatan informal,
sehingga terjalin kedekatan emosional dengan bawahannya.
3.
Ketiga, sistem balas jasa.
Dalam konteks ini,
misalnya, sistem insentif yang ada. Sistem insentif bagi pegawai ASN berupa reward and punishment dianggap masih
belum diterapkan dengan optimal. Hal ini pada gilirannya dapat melemahkan fokus
aparatur dalam menjalankan pelayanan publik secara profesional. Kebijakan ASN
berdasarkan prestasi kerja merupakan domain kebijakan Pemerintah Pusat. Jadi,
sisitem insentif yang memungkinkan dapat dilakukan di lingkungan instansi
pemerintah adalah dengan mengatur honor-honor yang bersumber dari pelaksanaan
berbagai kegiatan secara lebih adil dan merata kepada setiap aparaturnya.