Kamis, April 10, 2025

Pengaruh Firm Size, Leverage, dan Audit Quality Terhadap Tax Avoidance Studi Pada Perusahaan Sub Sektor Properti


 Pengaruh Firm Size, Leverage, dan Audit Quality Terhadap Tax Avoidance Studi Pada Perusahaan Sub Sektor Properti



PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Pajak merupakan sumber utama pendanaan negara untuk menuntaskan kebutuhan nasional, termasuk membiayai proyek pembangunan serta mendukung Anggaran Pendapatan serta Belanja Negara (APBN). Pemerintah berupaya mengumpulkan pajak dari masyarakat selaras dengan aturan sudah ditetapkan, mengingat pentingnya peran pajak dalam mempertahankan stabilitas pemerintahan serta pembangunan nasional. Namun, tingginya angka penggelapan pajak di kalangan wajib pajak Indonesia menjadi salah satu penyebab rendahnya penerimaan pajak negara (Badertscher et al., 2019). Selain berfungsi sebagai sumber pendapatan, perpajakan pula punya tujuan redistribusi, yakni mendistribusikan pendapatan dari individu punya kemampuan ekonomi lebih tinggi kepada mereka kurang mampu. Fungsi ini sekadar bisa tercapai apabila wajib pajak mematuhi kewajiban perpajakannya secara benar serta bertanggung jawab (Irawan et al., 2017). Oleh sebab itu, kepatuhan wajib pajak menjadi elemen kunci dalam memastikan keberhasilan sistem perpajakan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.

Perusahaan diharapkan berkontribusi atas pajak di Indonesia demi meningkatkan perekonomian Indonesia, hal ini dikarenakan entitas bisnis punya kontribusi penting atas penerimaan pajak suatu negara (Puri serta Wijayanti, 2021). Namun, pajak pula bisa menjadi beban bagi entitas bisnis sebab bisa menurunkan pendapatan ataupun laba. Akibatnya, manajemen bisa mencoba menurunkan kewajiban pajak untuk meningkatkan laba dengan mempergunakan teknik penghindaran pajak. Perusahaan secara aktif menolak pajak tetapi tetap mematuhi regulasi perundang-undangan berlaku disebut mengupayakan penghindaran pajak. Mengurangi kewajiban pajak dengan sengaja berpartisipasi dalam kegiatan kena pajak ataupun menghindari pajak tanpa melanggar regulasi perpajakan Indonesia merupakan makna lain dari penghindaran pajakPerusahaan mengupayakan penghindaran pajak dengan tujuan meminimalkan kewajiban pajak sekaligus meningkatkan pendapatan. Penghindaran pajak merupakan masalah khusus serta rumit sebab, meskipun tidak melanggar hukum, pemerintah tetap memandangnya secara negatif. (Adhivinna, 2017).

Praktik penghindaran pajak oleh entitas bisnis menghadirkan dampak signifikan baik bagi negara maupun entitas bisnis itu sendiri. Bagi entitas bisnis, tax avoidance dianggap menguntungkan sebab mampu menekan biaya operasional. Namun, bagi negara, tindakan ini justru mendatangkan kerugian besar. Sebagai negara non-tax haven, Indonesia mencatat kerugian akibat praktik penghindaran pajak diupayakan korporasi. didasarkan pada laporan Tax Justice Network, pada tahun 2020, Indonesia kehilangan potensi penerimaan pajak hingga Rp67,6 triliun, angka bahkan melampaui anggaran pemerintah untuk pembiayaan korporasi pada tahun sama senilai Rp62,22 triliun. Kerugian ini sebagian besar terjadi sebab korporasi mempergunakan celah di tengah kondisi pandemi Covid-19 untuk memperoleh keuntungan lewat penghindaran pajak.

 


 

Tabel 1. 1

 

Target serta Realisasi Penerimaan Pajak tahun 2020-2023

 

Tahun

Target Penerimaan

 

 

Pajak

Realisasi

Penerimaan Pajak

Presentasi

Pencapaian

2020

Rp.1.198,8 triliun

Rp.1.069,1 triliun

82,9%

2021

Rp.1.229,6 triliun

Rp.1.444,5 triliun

117,5%

2022

Rp.1.449,1 triliun

Rp.1.714,0 triliun

114,3%

2023

Rp.1.718,0 triliun

Rp.1.869,2 triliun

108,8%

Data diolah (Sumber :  w w w.kemenk eu.go.id )

 

didasarkan data Kementerian Keuangan, target serta realisasi penerimaan pajak dalam triliun rupiah periode 2020-2023, pada tahun 2020, realisasi penerimaab pajak sekadar mencapai 89,2% dari target akibat dampak dari pandemi Covid-19. Selanjutnya pada tahun 20201-2022 mengungkapkan pemulihan kuat dengan realisasi melebihi 100% dari target dengan prosentase masing-masing 117,5% serta 114,3%. Pada tahun 2023, realisasi penerimaan pajak mencapai mencapai angka Rp.1.869,2 triliun ataupun sekitar

108,8% dari target awal Rp.1.718 triliun. Sebanyak 102,8% dari angka ini merupakan target revisi Perpres 75/2023 senilai Rp.1.828,2 triliun. Secara umum, penerimaan pajak pada rentang periode 2020-2023 mengungkapkan tren positif seiring membaiknya aktivitas perekonomian. Meski demikian, pemerintah masih menghadapi tantangan untuk terus meningkatkan pemenuhan wajib pajak agar target penerimaan pajak bisa tercapai setiap tahunnya.

Perusahaan Real estate dan Properti merupakan entitas bisnis menyediakan layanan kepada konsumen untuk menuntaskan permintaan mereka akan rumah serta properti. Perusahaan-perusahaan ini tercatat sebagai entitas bisnis publik di Bursa Efek Indonesia. Sebagai salah satu industri terpenting di negara ini, pasar real estate punya dampak besar atas perekonomian Indonesia. Perusahaan-perusahaan bergerak di subsektor Real estate dan Properti akhir-akhir ini mengungkapkan gejala-gejala penurunan kinerja. Penurunan rata-rata pendapatan penjualan, merupakan akibat dari kenaikan harga real estate serta hilangnya daya beli masyarakat, menjadi buktinya. Dengan capaian melampaui Rp2,4 triliun, industri Real estate dan Properti menduduki peringkat keenam dalam hal alokasi dana, menjadikannya salah satu sektor paling produktif, didasarkan pada laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2021. Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya sempat mengalami penurunan signifikan, hal ini mengungkapkan adanya peningkatan.

Dengan kapasitas untuk menyerap tenaga kerja cukup besar, serta efek pengganda cukup besar serta keterkaitan dengan sektor ekonomi lainnya, sektor properti di Indonesia menghadirkan kontribusi signifikan atas lapangan pekerjaan (Setiawan et al., 2021). Agar entitas bisnis Real estate dan Properti bisa terus menciptakan uang, mereka harus meningkatkan kemampuan mereka untuk menjalankan operasi entitas bisnis sebagai entitas bisnis diperdagangkan secara publik. Ristanti (2019) mengklaim bahwasannya organisasi dipaksa oleh bermacam pemangku kepentingan untuk terus meningkatkan mutu kinerja operasional mereka saat go public. Perkembangan ini kemungkinan akan menarik investor untuk mendanai bisnis, pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan suatu negara serta mendorong kenaikan ekonomi menguntungkan, terutama di industri real estat serta properti. Bisnis sangat menguntungkan akan punya lebih banyak kewajiban pajak, akan membuka pintu bagi penghindaran pajak.

didasarkan laporan State of Tax Justice 2020 dirilis oleh Tax Justice Network, Indonesia mengalami kerugian pajak tahunan sekitar US$4,86 miliar ataupun setara dengan Rp69,1 triliun akibat aktivitas penghindaran pajak. Jumlah ini mencakup 42,29% dari total belanja kesehatan Indonesia serta 4,39% dari total penerimaan pajak negara. Pada taraf global, kerugian pajak dialami negara berkembang akibat penghindaran pajak setara dengan 52,36% dari total belanja kesehatan mereka. Dari total kerugian pajak di Indonesia, senilai US$4,78 miliar diakibatkan oleh praktik penghindaran pajak diupayakan entitas bisnis, sementara US$78,33 juta hilang sebab individu menyembunyikan kekayaannya di luar negeri. Data ini mengungkapkan dampak besar penghindaran pajak atas penerimaan negara, terutama dalam sektor vital seperti kesehatan.

Enam raksasa teknologi Amerika Serikat—Google, Amazon, Facebook, Apple, Microsoft, serta Netflix—dikenal menerapkan strategi penghindaran pajak agresif. Amazon, dipimpin oleh Jeff Bezos, sering menjadi sorotan sebagai salah satu pelaku penghindaran pajak paling mencolok. Dalam sepuluh tahun, Amazon mencatat pendapatan senilai $960,5 miliar (sekitar Rp13.573,8 triliun) serta laba senilai $26,8 miliar (sekitar Rp378,8 triliun), tetapi sekadar membayar pajak senilai $3,4 miliar (sekitar Rp48,0 triliun). Strategi mereka termasuk mendirikan kantor pusat di Luksemburg, sebuah negara dikenal sebagai surga pajak, jadi menghindari kewajiban pajak di Inggris. Hal serupa diupayakan oleh Google, pada tahun 2016 melaporkan pembayaran pajak sekadar senilai £36,4 juta kepada pemerintah Inggris, meskipun pendapatannya mencapai £1 miliar. Bahkan dengan estimasi laba sebelum pajak senilai £148 juta, jumlah pajak dibayarkan Google jauh di bawah ekspektasi. Strategi-strategi ini mencerminkan bagaimana entitas bisnis besar mempergunakan celah dalam sistem pajak internasional untuk menurunkan kewajiban pajak mereka. (Tirto.id, 20 Februari 2019).

Fenomena kasus penghindaran pajak pada tahun 2016 yakni terjadi kebocoran dokumen berkenaan dengan transaksi keuangan dari basis data Mossack Fonseca berpusat di Panama. Dokumen-dokumen tersebut bocor secara anaonim ke surat kabar Jerman Süddeutsche Zeitung (SZ) dimana didalam dokumen tersebut berisikan daftar klien besar di seluruh dunia. Diduga dokumen tersebut dipalsukan untuk menurunkan jumlah pajak harus dibayarkan entitas bisnis tersebut. PT Ciputra Development, Tbk serta PT Lippo Karawaci, Tbk, keduanya bergerak pada sektor Real estate dan Properti, merupakan sejumlah entitas bisnis Indonesia lain ikut serta dalam kasus ini (Republika.id, 2016). didasarkan pada laporan, PT Ciputra Development menyembunyikan aset senilai USD 1,6 miliar ataupun sekitar Rp 21,6 triliun untuk menghindari pembayaran pajak di Indonesia (Awaloedin, 2020).

PT. Adaro Energy Tbk didakwa mengupayakan penggelapan pajak pada tahun 2019 setelah diduga mempergunakan penetapan harga transfer untuk menghindari pajak. Hal ini mengakibatkan pengalihan laba cukup besar dari Indonesia ke Coaltrade Service International, sebuah entitas bisnis Singapura menikmati pajak minimal ataupun tidak sama sekali. didasarkan pada laporan, perilaku ini berlanjut antara tahun 2009 serta 2017. didasarkan pada www.kompasiana.com, PT. Adaro Energy Tbk diperkirakan sudah menurunkan beban pajaknya secara signifikan dari jumlah seharusnya dibayarkan di Indonesia menjadi Rp 1,75 triliun, ataupun sekitar US$ 125 juta.

PT Karyadeka Alam Sari, entitas bisnis bertanggung jawab membangun proyek perumahan Bukit Semarang Baru, yakni contoh lain dari penipuan pajak di industri Real estate dan Properti Indonesia. Di Semarang, entitas bisnis tersebut menawarkan hunian mewah seharga Rp 7,1 miliar. Ada perbedaan harga Rp 6,1 miliar sebab dokumen notaris sekadar mengungkapkan harga jual Rp 940 juta. Akibatnya, pajak pertambahan besaran (PPN) senilai 10% atas jumlah tersebut setara dengan sekitar Rp 610 juta masih terutang. Selanjutnya, Rp 300 juta merupakan output penerapan pajak pendapatan (PPh) final senilai 5% atas Rp 6,1 miliar. Dengan demikian, Rp 910 juta merupakan seluruh jumlah pajak terutang. Negara bisa merugi miliaran rupiah sekadar pada satu proyek perumahan saja apabila pengembang menjual sejumlah besar unit rumah mewah. Dengan adanya perbedaan besaran tersebut, developer mengupayakan pembelian rumah terbukti mengupayakan praktik penghindaran pajak. Hal ini dikarenakan adanya usaha untuk menyembunyikan transaksi sebenarnya, bisa mengakibatkan berkurangnya penerimaan Negara (Awaloedin, 2020).

Erosi basis pajak disebabkan oleh penghindaran pajak menurunkan jumlah penerimaan pajak diwajibkan bagi negara. Selain itu, hal ini pula memengaruhi permintaan atas produk-produk tertentu. didasarkan pada Rahayu (2010), hal ini menyebabkan penurunan permintaan atas barang-barang dikenakan pajak serta peningkatan permintaan atas barang-barang tidak dikenakan pajak ataupun dikenakan pajak lebih rendah.

Sejumlah riset sudah menemukan bahwasannya bermacam faktor memengaruhi penerapan penghindaran pajak dalam bisnis. Ukuran perusahaan, leverage, serta kualitas audit yakni sejumlah faktor sering dikaitkan dengan penghindaran pajak. Ukuran perusahaan, ataupun skala ataupun besaran dengannya bisnis bisa diklasifikasikan sebagai besar ataupun kecil didasarkan total aset, ukuran jangka panjang, besaran saham, serta faktor-faktor lainnya, yakni faktor pertama bisa memengaruhi penghindaran pajak (Hormati, 2009). Ukuran perusahaan mengungkapkan kemampuan serta stabilitasnya dalam menjalankan operasi ekonomi. Pemerintah cenderung memberi perhatian lebih tinggi kepada bisnis lebih tinggi, mungkin menyebabkan manajer mengambil pendekatan kepatuhan ataupun agresif atas masalah pajak (Vany, 2017). Ukuran perusahaan mengungkapkan jumlah sumber daya dimilikinya, memengaruhi kapasitasnya untuk membayar pajak serta bisa menjadi faktor berkontribusi atas penghindaran pajak.

Lebih jauh, leverage rasio mengevaluasi seberapa banyak entitas bisnis mempergunakan pembiayaan utang merupakan elemen kedua bisa memengaruhi penghindaran pajak (Kurniasih et al., 2013). Penggunaan utang untuk menuntaskan kebutuhan operasional serta investasi merupakan praktik umum bagi bisnis. Di sisi lain, utang mungkin punya taraf pengembalian tetap, ataupun bunga. Beban bunga di tanggung entitas bisnis bisa dipergunakan sebagai pengurang pendapatan kena pajak entitas bisnis untuk menekan beban pajaknya. Oleh sebab itu, peningkatan besaran rasio leverage mengungkapkan bahwasannya bisnis tersebut mempergunakan lebih banyak pendanaan dari utang pihak ketiga, meningkatkan biaya bunga terkait dengan semua utang tersebut. Penurunan beban pajak entitas bisnis akan mendapat dampak dari meningkatnya biaya bunga (Darmawan & Sukarta, 2014). Akibatnya, bisnis punya banyak leverage lebih sedikit menghindari pajak.

 

 

Komponen ketiga, kualitas audit, merupakan komponen penting lainnya bisa berdampak pada penghindaran pajak. Semua kemungkinan output ketika auditor meninjau laporan keuangan entitas bisnis termasuk dalam kualitas audit, termasuk temuan ketidakkonsistenan ataupun kesalahan dalam laporan serta pelaporan selanjutnya dalam laporan audit. Salah satu komponen terpenting dari penerapan Tata Kelola Perusahaan Baik oleh entitas bisnis yakni transparansi dalam pengungkapan kualitas audit. Dengan menghadirkan kualitas audit unggul serta menjamin keakuratan data keuangan diberikan kepada investor, audit dengan kualitas kerja serta kapasitas tinggi akan menjunjung tinggi reputasinya (Sandy et al., 2015). makin tinggi kualitas audit entitas bisnis tersebut, makin sulit bagi entitas bisnis untuk mengupayakan penghindaran pajak. KAP (Kantor Akuntan Publik) mengaudit laporan keuangan entitas bisnis dipergunakan pada riset ini untuk mengevaluasi kualitas audit. didasarkan pada Feranika et al. (2016), empat kantor akuntan publik terbesar (Big Four) dikenal sebagai organisasi mampu mengaudit laporan keuangan bisnis, jadi memungkinkan mereka untuk menemukan cacat penyajian serta penipuan disengaja ataupun tidak disengaja.

Banyak pihak sudah mengupayakan riset berkenaan dengan variabel Ukuran perusahaan, namun kesimpulan didapat dari riset tersebut cukup bervariasi. didasarkan pada output riset Asfiyati (2012), Kristiana (2013), serta Rusydi (2013), Ukuran perusahaan tidak punya dampak atas penggelapan pajak. Namun, riset diupayakan oleh Nugroho (2011), Adelina (2012), Fatharani (2012), Darmawan (2014), Marfu’ah (2015), serta Dewinta (2016) mengungkapkan bahwasannya Ukuran perusahaan serta penghindaran pajak berkorelasi positif. Di sisi lain, riset oleh Cahyono et al. (2016) serta Wijayanti et al. (2017) mengungkapkan bahwasannya Ukuran perusahaan tidak punya dampak jelas atas penghindaran pajak. Selanjutnya, riset oleh Prihananto et al. (2018) serta Praditasari et al. (2017) mengungkapkan bahwasannya penghindaran pajak mendapat dampak dari secara signifikan serta negatif oleh Ukuran perusahaan. Di sisi lain, riset oleh Dewinta et al. (2016) serta Putri et al. (2017) mengungkapkan bahwasannya Ukuran perusahaan secara signifikan serta positif mempengaruhi penghindaran pajak.

Selain itu, Faizah et al. (2017) serta Kurniasih et al. (2013) meneliti variabel leverage serta sampai pada kesimpulan bahwasannya leverage tidak punya dampak atas penggelapan pajak. Namun, riset Ariawan et al. (2017) serta Wijayanti et al. (2017) mengungkapkan temuan berbeda, mengungkapkan bahwasannya leverage punya dampak positif atas penggelapan pajak.

Sulistiono (2019) mengupayakan riset atas variabel kualitas audit serta menemukan bahwasannya variabel tersebut punya dampak positif atas penghindaran pajak. Di sisi lain, Khairunisa (2017) serta Sandy serta Lukviarman (2015) menemukan bahwasannya kualitas audit secara signifikan menurunkan penghindaran pajak. Namun, output ini bertentangan dengan riset Nugraheni serta Pratomo (2018) tidak menemukan rela antara kualitas audit dengan penghindaran pajak. Selanjutnya, riset Sudaryo dkk. (2018) serta Marfirah dkk. (2016) menemukan korelasi positif antara penghindaran pajak dengan kualitas audit. Di sisi lain, riset Feranika dkk. (2017) serta Wulandari (2018) mengungkapkan bahwasannya kualitas audit punya dampak merugikan secara substansial atas penghindaran pajak.

Adapun pula output riset berbanding terbalik oleh (Rosalia et al.,

 

2017), pula oleh (Damayanti et al, 2015), serta (Yahya et.al, 2021) dengan output riset bahwasannya Kualitas Audit tidak punya dampak atas penghindaran pajak.

Penelitian berkenaan dengan penghindaran pajak di Indonesia masih terbatas sebab minimnya data perpajakan entitas bisnis. didasarkan riset-riset sebelumnya menyajikan bermacam temuan serta inkonsistensi, penulis berupaya untuk mengevaluasi kembali serta menggambarkan dampak variabel-variabel tertentu atas penghindaran pajak di Subsektor Real estate dan Properti tahun 2020 hingga 2023. Penelitian ini difokuskan pada entitas bisnis-entitas bisnis Real estate dan Properti terdaftar di Bursa Efek Indonesia, dengan tujuan untuk menghadirkan wawasan serta pemahaman lebih mendalam berkenaan dengan penghindaran pajak di entitas bisnis-entitas bisnis tersebut. didasarkan pada publikasi Badan Kebijakan Fiskal tahun 2016, sektor Real estate dan Properti saat ini sedang mengalami kenaikan pesat, menghadirkan kontribusi signifikan atas penerimaan pajak pemerintah serta berperan penting dalam memperkuat kapasitas perpajakan serta kenaikan ekonomi diperkirakan mencapai sekitar 10% setiap tahunnya.

didasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk mengupayakan riset berkenaan dengan “PENGARUH FIRM SIZE, LEVERAGE DAN AUDIT QUALITY TERHADAP TAX AVOIDANCE PADA PERUSAHAAN SUB SEKTOR PROPERTI DAN REAL ESTATE YANG TERDAFTAR di BEI

PADA TAHUN 2020-2023.

  

3. Bagaimana dampak audit quality (X3) dalam keadaan parsial atas tax avoidance (Y) pada entitas bisnis Real estate dan Properti?

4. Bagaimana dampak firm size (X1), leverage (X2), serta audit quality (X3) dalam keadaan simultan atas tax avoidance (Y) pada entitas bisnis Real estate dan Properti?

 

1.3 Tujuan Penelitian

 

 

1. Untuk mengetahui dampak firm size (X1) dalam keadaan parsial atas tax avoidance pada entitas bisnis Real estate dan Properti.

2. Untuk mengetahui dampak leverage (X2) dalam keadaan parsial atas tax avoidance pada entitas bisnis Real estate dan Properti.

3. Untuk mengetahui dampak audit quality (X3) dalam keadaan parsial atas tax avoidance pada entitas bisnis Real estate dan Properti.

4. Untuk mengetahui dampak firm size (X1), leverage (X2), serta audit quality (X3) dalam keadaan simultan atas tax avoidance (Y) pada entitas bisnis Real estate dan Properti.


 

1.4 Manfaat Penelitian

 

 

1. Manfaat Akademis

 

 

a. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumber pemahaman baru berkenaan dengan faktor-faktor mempengaruhi pajak, seperti Ukuran perusahaan, leverage serta kualitas audit. Hal ini bisa membantu untuk memahami dinamika antara entitas bisnis dengan kewajibak perpajakan sudah semestinya ditaati.

b. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi serta rujukan bagi peneliti selanjutnya punya minat untuk meneliti hal-hal terkait perpajakan serta metode penghindaran pajak.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan bisa membantu entitas bisnis dalam menyusun strategi pajak lebih baik, dengan mempertimbangkan dampak dari penghindaran pajak atas reputasi serta tanggung jawab sosial entitas bisnis. Ini pula bisa menjadi panduan dalam mengambil keputusan manajemen terkait kewajiban perpajakan.

c. Bagi Investor

 

Penelitian ini diharapkan mampu menghadirkan gambaran kepada investor berkenaan dengan praktik-praktik penghindaran pajak mungkin diupayakan oleh entitas bisnis. Sehingga membantu para investor untuk lebih teliti dalam membuat keputusan investasi lebih informasional

d. Bagi Pemerintah

 

Penelitian ini diharapkan agar bisa menghadirkan masukan kepada pemerintah khusunya Direktorat Jenderal Pajak dalam membuat regulasi serta kebijakan berkenaan dengan tindakan tax avoidance mengingat tingginya angka penghindaran pajak hadir di Indonesia


 

PEMBAHASAN

 

 

2.1 Landasan Teori

                      1. Firm size (Ukuran Perusahaan)

 

a. Pengertian Firm Size (Ukuran Perusahaan)

 

Istilah "Ukuran perusahaan" menggambarkan bagaimana suatu entitas bisnis dikategorikan didasarkan pada total asetnya, ukuran logaritma, besaran saham, taraf penjualan rata-rata, volume penjualan, serta pendapatan. Secara umum, bisnis dengan aset signifikan (ukuran besar) lebih mampu serta andal dalam menciptakan uang daripada bisnis dengan aset lebih kecil (Rachmawati et al., 2007:21). Posisi ini sudah menyebabkan banyak bisnis, terutama mendapat keuntungan dari tarif pajak lebih rendah, ikut serta dalam metode penghindaran pajak terkait bermacam transaksi internal (Stawati, 2020). Ukuran perusahaan besar akan menarik perhatian para pemangku kepentingan; akibatnya, agar operasinya selaras dengan nilai dan norma berlaku di masyarakat, entitas bisnis harus beroperasi lebih efisien agar memperoleh pengakuan ataupun penerimaan dari para pemangku kepentingan. sebab Ukuran perusahaan, diukur dari total asetnya, jauh lebih tinggi daripada faktor keuangan lainnya, pengelolaan entitas bisnis akan selalu mengikuti regulasi perpajakan.


 

 

 

Keuntungan didapat suatu bisnis punya dampak besar pada pajak dibayarkan setiap tahunnya. didasarkan margin keuntungannya, entitas bisnis lebih tinggi biasanya mendapatkan perhatian melampaui pemerintah, mendorong otoritas pajak untuk memungut pajak selaras dengan undang-undang berlaku. Perusahaan bisa menurunkan risiko audit ataupun denda lain dari otoritas pajak dengan mematuhi regulasi ini, akan membantu mereka menjaga reputasi baik di mata investor.

b. Jenis-jenis Firm Size (Ukuran Perusahan) didasarkan pada Hartono (2007)

 

 

yakni sebagai berikut :

 

 

1. Ukuran aktiva dipergunakan demi memperhitungkan besarnya entitas bisnis.

 

 

2. Ukuran aktiva tersebut diukur sebagai logaritma dari total aktiva.

 

 

3. Ukuran entitas bisnis diukur dengan logaritma natural (LN) dari ratarata total aktiva (total asset) entitas bisnis.

c. Firm Size (Ukuran Perusahan) biasa dipergunakan demi menentukan

 

 

Tingkatan Perusahaan (Setiyadi, 2007) yakni :

 

 

1.Jumlah total pekerja tetap serta kontrak terdaftar ataupun dipekerjakan oleh suatu bisnis selama periode waktu tertentu disebut sebagai tenaga kerja.

2. Tingkat penjualan mengungkapkan berapa banyak penjualan diupayakan suatu bisnis dalam periode waktu tertentu.

3. Total utang merupakan representasi dari total kewajiban entitas bisnis pada tanggal tertentu.

 

 

 

4. Total aset merupakan keseluruhan aset dipunyai entitas bisnis Ukuran perusahaan, sebagaimana didefinisikan oleh Ana Meliyana (2017), yakni ukuran suatu bisnis, bisa dinyatakan sebagai total aset ataupun total penjualan bersih. Sementara kenaikan pendapatan dikaitkan dengan arus kas lebih baik di dalam organisasi, total aset lebih tinggi menandakan jumlah modal dikeluarkan lebih tinggi. Akibatnya, bisa dikatakan bahwasannya Ukuran perusahaan mengklasifikasikan bisnis didasarkan pada total aset dimilikinya.

Firm Size = Logaritma Natural × Total Asset

 

 

2. Leverage

 

 

Leverage keuangan merupakan indikator penting mencerminkan sejauh mana entitas bisnis mempergunakan utang untuk membiayai aktivitas operasionalnya. didasarkan pada Kasmir (2015), leverage yakni bagian dari rasio solvabilitas dipergunakan demi menilai seberapa besar aset entitas bisnis dibiayai lewat utang serta mengevaluasi kemampuan entitas bisnis dalam menuntaskan kewajiban jangka pangjang serta jangka pendek, terutama apabila terjadi likuidasi. Husnan (2006) mendefinisikan leverage sebagai pemakaian utang untuk meningkatkan potensi pendapatan ataupun sebagai rela antara total aset serta modal ekuitas. Winwell (2018) menambahkan bahwasannya leverage pula melibatkan pemanfaatan aset sebagai sumber pembiayaan untuk meningkatkan laba ataupun pendapatan entitas bisnis, jadi bisa dipergunakan demi mendanai peluang investasi berpotensi menciptakan keuntungan lebih tinggi.

Leverage mencerminkan taraf risiko dihadapi entitas bisnis dengan membandingkan kewajibannya atas total aset. makin tinggi taraf utang, makin besar risiko harus ditanggung entitas bisnis, sebab pemakaian utang memengaruhi kewajiban pajak ditanggung. Hal ini berakibat pada berkurangnya laba sebelum pajak, pada akhirnya menurunkan jumlah pajak harus dibayarkan (Purnama, 2020). Beban utang besar pula menyebabkan beban bunga tinggi, bisa dikurangkan dari pendapatan kena pajak jadi menurunkan laba fiskal. Pembayaran pajak menurun seiring dengan penurunan laba fiskal. didasarkan pada Setyaningsih dkk. (2022), leverage ditujukan demi memperhitungkan sejauh mana modal pinjaman dipergunakan demi menciptakan laba serta memperjelas rela antara total aset serta saham biasa. Dalam hal ini, modal utang dipergunakan demi meningkatkan profitabilitas, di mana dividen dari laba ditahan tidak bisa menurunkan laba, tetapi kewajiban berupa biaya bunga bisa menurunkan pendapatan kena pajak.

didasarkan pada Martono serta Harjito (2010), terdapat dua jenis leverage dalam suatu bisnis, yakni financial leverage serta operating leverage

1.       . Kemampuan suatu bisnis untuk mempergunakan biaya operasional konstan guna meningkatkan dampak variasi volume penjualan atas laba sebelum bunga serta pajak (EBIT) dikenal sebagai operating leverage (Syamsuddin, 2007).

 

 

2. Financial Leverage merupakan proksi dipergunakan demi mengambil keputusan terkait pendanaan entitas bisnis.

Ada 3 jenis pendekatan biasa dipergunakan untuk menghitung

 

 

Leverage antara lain :

 

 

a. Debt to Asset Ratio (Rasio Utang) mendeskripsikan rasio kewajiban jangka panjang serta kewajiban jangka pendek. makin besar rasio utang jadi makin besar pula entitas bisnis tersebut didanai oleh kreditur.

b. Debt to Equity Ratio, mengungkapkan suatu upaya untuk memperlihatkan proporsi dari pemberi pinjaman atas hak-hak kepemilikan serta dipergunakan sebagi ukuran peranan kewajiban

c. Debt to Total Capitalization, mendeskripsikan analisis proporsi kewajiban melibatkab rasio kewajiban janga panjang atas kapitalisasi.

Komposisi modal lebih tinggi dikomparasikan utang merupakan citra entitas bisnis baik (Irham Fahmi, 2011). Secara umum rasio leverage hadir delapan yakni Debt to Total Assets (DAR), Debt to Equity Ratio (DER), Times Interest Earned, Cash Flow Coverage, Long-term

 

 

debt to Total capitalization, Fixed Charge Coverage, serta Cash Flow

 

Adequency.

a.       Debt to Total Assets (DAR)

 

Rasio ini, dikalkulasi dengan membagi jumlah total utang dipunyai entitas bisnis dengan total asetnya, pula dikenal sebagai rasio perbandingan utang. Berikut ini yakni definisi rasio utang, pula dikenal sebagai rasio utang atas total aset:

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠

DAR =                     

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠

 

b.      Debt to Equity Ratio (DER)

Salah satu statistik dipergunakan demi menganalisis akun keuangan berfokus pada jumlah jaminan tersedia bagi kreditor yakni rasio utang atas ekuitas. Rumus berikut bisa dipergunakan demi memperoleh rasio utang atas ekuitas:

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠

DER =                     

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦

 

c.       Times Interest Earned

 

Arus kas keluar dalam laporan laba rugi ditunjukkan dalam teks, berkaitan dengan biaya pinjaman selama periode berjalan. Lyn M. Fraser serta Aileen Ormiston mengklarifikasi bahwasannya rasio times interest earned lebih tinggi bermakna pembayaran bunga akan meningkat sehubungan dengan rasio ini. Namun, arus kas ini mungkin menipu apabila suatu bisnis menciptakan laba signifikan tanpa mencocokkan arus kas serta aktivitas operasional. Untuk membayar bunga, harus hadir cukup uang di tangan. Lyn M. Fraser serta Aileen Ormiston menyatakan bahwasannya berikut ini yakni perhitungan untuk times interest earned:

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖


𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎

 

d.      Cash Flow Coverage

 

Rumus cash flow coverage yakni :

𝐴𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝐾𝑎𝑠 𝑀𝑎𝑠𝑢𝑘 + 𝐷𝑒𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑎𝑠𝑖 + 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝

𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛 𝑆𝑎𝑎𝑚 𝑃𝑟𝑒𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛

+                                              

(1 − 𝑇𝑎𝑥)

𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛 𝑆𝑎𝑎𝑚 𝑃𝑟𝑒𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛

+                                              

(1 − 𝑇𝑎𝑥)

 

e.       Long-tern debt to Total capitalization

 

Pendanaan dari kewajiban jangka panjang, termasuk obligasi serta surat berharga sejenis lainnya, disebut sebagai utang jangka panjang ataupun total kapitalisasi. Rumus berikut dipergunakan demi menentukan rasio utang jangka panjang atas total kapitalisasi:

𝐿𝑜𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑚 𝑑𝑒𝑏𝑡


𝐿𝑜𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑚 𝑑𝑒𝑏𝑡 + 𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑚𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔 𝑆𝑎𝑎𝑚

 

f.        Fixed Charge Coverage

sebab memperhitungkan pembayaran bunga tetap terkait dengan kewajiban sewa guna usaha, cakupan biaya tetap, terkadang disebut sebagai rasio biaya tetap, merupakan indikator lebih komprehensif berkenaan dengan kapasitas entitas bisnis untuk membayar biaya tetapnya daripada rasio cakupan bunga.

Rumus berikut dipergunakan demi menentukan cakupan biaya tetap:

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑈𝑠𝑎𝑎 + 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎


𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝐵𝑢𝑛𝑔 + 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑤𝑎

 

g.      Cash Flow Adequency

Kapasitas entitas bisnis untuk membayar belanja modal, utang jangka panjang, serta dividen tahunan dievaluasi mempergunakan kecukupan arus kas, umumnya disebut sebagai rasio kecukupan arus kas. Bisnis kuat bisa menciptakan uang tunai selaras dengan harapan sebab potensinya besar untuk menciptakan arus kas. Di sisi lain, bisnis tersebut cenderung menghadapi masalah, seperti masalah dalam menuntaskan tanggung jawabnya, apabila arus kas dihasilkan tidak menuntaskan harapan ini. Adapun rumus Cash flow adequency yakni :

𝐴𝑟𝑢𝑠 𝑘𝑎𝑠 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑜𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖


𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 + 𝑃𝑒𝑙𝑢𝑛𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔 + 𝐵𝑎𝑦𝑎𝑟 𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛

 

h.      Rasio Utang atas Total Asset

 

Seperti rasio utang, rasio ini mengungkapkan persentase total utang atas total aset, menghadirkan data berkenaan dengan seberapa bergantung organisasi pada utang.


 

Secara umum, bisnis mempergunakan pembiayaan utang serta ekuitas lebih memilih untuk tidak menyumbangkan uang tanpa jaminan menyertai pembiayaan ekuitas. Jumlah pembiayaan utang membentuk struktur modal entitas bisnis disebut sebagai leverage keuangan; entitas bisnis punya leverage keuangan dianggap mengupayakan perdagangan dengan ekuitas. Hal ini mengungkapkan bahwasannya untuk menciptakan laba berlebih, entitas bisnis mempergunakan modal ekuitas sebagai dasar untuk meminjam (Eva Musyarofa, 2016).

Penggunaan utang jangka panjang mengharuskan entitas bisnis membayar bunga diklasifikasikan sebagai beban, jadi menurunkan pendapatan kena pajak serta menghadirkan manfaat pajak lewat pengurangan beban pajak (Eva Musyarofah, 2016). Dalam analisis leverage, dipergunakan Debt to Equity Ratio (DER) sebagai ukuran mengevaluasi rela antara utang serta ekuitas. didasarkan pada Kasmir (2014, 158), DER dikalkulasi dengan membandingkan total utang, termasuk kewajiban lancar, atas total ekuitas, menggambarkan proporsi dana dari kreditor dikomparasikan dengan pemilik entitas bisnis.

Besarnya setiap rupiah ekuitas dipergunakan sebagai agunan utang ditentukan oleh rasio ini.

𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑳𝒊𝒂𝒃𝒊𝒍𝒊𝒕𝒊𝒆𝒔

DER =                       

𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝑬𝒒𝒖𝒊𝒕𝒚

 


 

3.  Audit Quality (Kualitas Audit)

 

Ketika seorang auditor memeriksa laporan keuangan klien, istilah "kualitas audit" menggambarkan kemungkinan bahwasannya mereka akan mengidentifikasi pelanggaran ataupun kesalahan serta melaporkan temuan ini (Damayanti et al., 2016). Memastikan transparansi sesungguhnya merupakan pertimbangan terpenting saat menilai kualitas audit. Taktik pajak agresif dianggap berdampak pada pemegang saham, serta membahas isu-isu terkait pajak di pasar modal serta pada rapat pemegang saham bisa mendorong transparansi. Melaporkan laporan keuangan klien serta mengungkapkan setiap ketidaksesuaian ataupun kesalahan dalam laporan audit merupakan dua metode efisien untuk mencapai hal ini (Sandy et al., 2015). Dengan menghadirkan kualitas audit luar biasa, audit kompeten serta bermutu tinggi akan mempertahankan reputasinya serta memastikan keakuratan data keuangan diberikan kepada investor (Sandy & Lukviarman, 2015). Taktik penghindaran pajak cenderung tidak dipergunakan oleh bisnis dengan kualitas audit lebih baik. Metrik dari KAP (Kantor Akuntan Publik) bisa dipergunakan demi mengevaluasi kualitas audit. Ukuran kantor akuntan publik ini ditentukan oleh Big Four. Dibandingkan dengan diaudit oleh kantor akuntan non-Big Four, laporan keuangan diaudit oleh Big Four dianggap punya kualitas lebih unggul sebab independensinya lebih tinggi serta taraf kecurangan lebih rendah, jadi memungkinkan penggambaran lebih akurat berkenaan dengan besaran sebenarnya entitas bisnis (Christiani et al., 2014).

Indikator kualitas audit sudah ditetapkab dalam S-253/PPPK/2019 KAP (Kantor Akuntan Publik) serta diterbitkan oleh Institut Akuntan Indonesia (IAPI) lewat keputusan Dewan Pengurus IAPI No 4 Tahun 2018. Adapun indikator kualitas audit antara lain :

  


4.  Tax Avoidance (Penghindaran Pajak)

 

Dalam bukunya berkenaan dengan perencanaan pajak, Erly Suandy (2008:7) mendefinisikan penghindaran pajak sebagai manipulasi disengaja atas masalah perpajakan dengan tetap berada dalam batasan hukum. Ia melanjutkan bahwasannya penghindaran pajak mengacu pada kegiatan melanggar hukum tetapi aman bagi wajib pajak serta tidak melanggar undang-undang perpajakan saat ini. Strategi dipergunakan biasanya mempergunakan kelemahan (ataupun "area abu-abu") dalam undang-undang serta regulasi perpajakan untuk menurunkan jumlah pajak terutang. (Chairil Anwar Pohan, 2014:41). Penghindaran pajak yakni praktik bisnis menurunkan kewajiban pajak mereka tanpa melanggar undang-undang pajak saat ini untuk mendapatkan keuntungan finansial. Salah satu aspek perencanaan pajak, berupaya menurunkan kewajiban pajak, yakni penghindaran pajak. Semua tindakan berkaitan dengan strategi pajak menjamin pembayaran pajak entitas bisnis seefisien mungkin termasuk dalam perencanaan pajak. sebab tidak hadir ketentuan dalam undang-undang pajak melarang kegiatan perencanaan pajak, perencanaan pajak dianggap bisa diterima oleh bisnis selama mematuhi regulasi serta kebijakan pajak berlaku. Tujuan utama tax planning yakni mencari bermacam celah bisa diupayakan dalam koridor regulasi perpajakan (loopholes), agar entitas bisnis bisa membayar pajak dalam jumlah minimal.

 

Perencanaan pajak mencakup dua kategori: penggelapan pajak, melibatkan tindakan melawan hukum oleh wajib pajak untuk menyembunyikan keadaan keuangan sebenarnya demi menurunkan kewajiban pajak, serta penghindaran pajak, merupakan strategi legal untuk meminimalkan kewajiban pajak dengan mempergunakan kelemahan dalam regulasi perpajakan tanpa melanggar undang-undang (Ardyaksa, 2014). Meskipun sama-sama ditujukan menurunkan beban pajak, kedua konsep ini punya perbedaan mendasar dalam legalitasnya.

Istilah "penghindaran pajak" menggambarkan metode aman serta sah dipergunakan oleh wajib pajak untuk menurunkan kewajiban pajak mereka selaras dengan regulasi perpajakan relevan. Pendekatan ini memerlukan penerapan strategi serta taktik mempergunakan kelemahan dalam undang-undang serta regulasi perpajakan. Tujuan utama penghindaran pajak entitas bisnis yakni untuk memaksimalkan pendapatan entitas bisnis sambil meminimalkan jumlah pajak dibayarkan. Akibatnya, penghindaran pajak menjadi masalah khusus serta rumit sebab, meskipun tidak melanggar hukum, pejabat pemerintah sering kali punya pendapat negatif tentangnya (Adhivinna, 2017).

Mardiasmo (2011:8) mendefinisikan penghindaran pajak sebagai tindakan diupayakan untuk menurunkan ataupun menghindari pembayaran pajak dengan tidak melanggar hukum.

 

 

 

Konsep ini sejalan dengan riset Sinaga (2016:154) menyatakan bahwasannya penghindaran pajak yakni taktik ataupun tindakan untuk menurunkan kewajiban pajak secara sah dengan mempergunakan sepenuhnya regulasi perpajakan, seperti pengurangan serta pengecualian diperbolehkan. Definisi penghindaran pajak lebih lanjut mencakup tindakan membatasi serta menghindari kewajiban perpajakan kepada pemerintah dengan cara aman bagi wajib pajak serta tidak melanggar regulasi perpajakan berlaku (Pohan, 2013:14).

didasarkan pada Jacob (2016), penghindaran pajak yakni praktik mempergunakan celah hukum secara strategis untuk menurunkan ataupun meminimalkan kewajiban pajak, misalnya dengan berpartisipasi dalam transaksi dikecualikan dari pajak. Misalnya, sebab hadiah non-moneter tidak dikenakan pajak didasarkan Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan, suatu bisnis bisa mengubah tunjangan karyawan dari tunjangan tunai menjadi hadiah non-tunai. Anderson (2017) menegaskan bahwasannya penghindaran pajak yakni pengurangan tanggung jawab pajak dalam parameter undang-undang perpajakan, bisa diterima, terutama apabila diupayakan lewat perencanaan pajak. Prosedur ini pula bertindak sebagai cara untuk mengatur perilaku guna mencegah output pajak tidak menguntungkan. Dengan mempergunakan kelemahan ataupun celah dalam regulasi pajak suatu negara, penghindaran pajak berupaya menurunkan kewajiban pajak. Hal ini memungkinkan para ahli pajak untuk mengklaim bahwasannya kegiatan tersebut bisa diterima sebab tidak melanggar undang-undang pajak.

Penghindaran pajak didefinisikan oleh Balter (2017) sebagai tindakan diupayakan wajib pajak untuk meminimalkan ataupun menghapus kewajiban pajak mereka tanpa melanggar undang-undang pajak apa pun. Bisnis sengaja menghindari pajak untuk meningkatkan arus kas mereka serta menurunkan jumlah pajak harus dibayarkan.

Suandy (2011) menyatakan bahwasannya sejumlah variabel mendorong wajib pajak mengupayakan penggelapan pajak yakni sebagai berikut:

a.       Kewajiban pajak; ketika kewajiban pajak meningkat, jadi orang cenderung mencari cara untuk menurunkan beban pajaknya.

b.      Biaya penyuapan fiskus; makin rendah biaya penyuapan fiskus, jadi makin besar kemungkinan wajib pajak akan berusaha menghindari pembayaran pajak.

c.       Kemungkinan terdeteksi: Wajib pajak cenderung mengupayakan pelanggaran hukum apabila risiko ditemukannya pelanggaran kecil.

d.      Beratnya sanksi: Wajib pajak cenderung melanggar ketentuan perpajakan apabila sanksinya relatif ringan.

Langkah-langkah diupayakan entitas bisnis untuk meminimalkan pajak didasarkan pada Dewi Putriningsih (2019) antara lain :

a.       Perusahaan berusaha untuk menghindari pajak baik secara legal maupun illegal.

b.      Mengurangi beban pajak seminimal mungkin baik secara legal maupun illegal.

c.       Apabila kedua langkah sebelumnya tidak bisa diupayakan jadi wajib pajak akan membayar pajak tersebut.

Perusahaan-perusahaan di Indonesia kerap kali mengupayakan penggelapan pajak. Hal ini dibuktikan dengan masih rendahnya penerimaan pajak diharapkan pemerintah, terutama akibat strategi penggelapan pajak diupayakan oleh pemegang saham ingin memaksimalkan laba atas aset entitas bisnis. didasarkan pada Budiasih dkk. (2019), penurunan kewajiban pajak berdampak pada peningkatan laba entitas bisnis serta penurunan penerimaan pajak negara. Sejumlah taktik diupayakan untuk menghindari, menurunkan, ataupun meringankan kewajiban pajak, seperti:

1.      Memindahkan subjek pajak dan/atau objek pajak ke negara menghadirkan bentuk pendapatan tertentu (substantive tax planning) ataupun perlakuan ataupun pengecualian pajak istimewa (tax haven countries).

2.      Proses penghindaran pajak dengan membatasi kewajiban pajak sambil mempertahankan esensi ekonomi dari transaksi (formal tax planning).

3.      pembatasan atas transaksi tidak punya tujuan bisnis signifikan, kapitalisasi tipis, treaty shopping, entitas asing dikendalikan, serta transaksi harga transfer (Aturan Anti-Penghindaran Umum).

Kasus transfer pricing terjadi di Indonesia melibatkan PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia mengupayakan penghindaran pajak dengan cara menjual barang ke entitas bisnis afiliasinya di Singapura dengan harga tidak wajar serta tidak selaras dengan kelaziman usaha (nasional.kontan.id, 2013). Selain itu, PT Bentoel Internasional Investama pula ikut serta dalam penghindaran pajak dengan memindahkan laba ke luar Indonesia lewat pinjaman intra entitas bisnis di Belanda serta mengupayakan pembayaran ke Inggris untuk royalti, ongkos, serta layanan (nasional.kontan.id, 2019).

2.1  Hubungan Antar Variabel

 

1.      Pengaruh Firm Size Terhadap Tax Avoidance

 

Ukuran perusahaan biasanya dibagi menjadi tiga kategori: entitas bisnis kecil, menengah, serta besar. Total aset serta pendapatan rata-rata entitas bisnis mengungkapkan ukurannya, apakah besar ataupun kecil. Jika dikomparasikan dengan bisnis dengan total aset lebih sedikit, bisnis dengan total aset lebih tinggi mengungkapkan kemampuan lebih tinggi untuk mencapai stabilitas serta profitabilitas jangka panjang. Seiring dengan meningkatnya laba didapat entitas bisnis, makin besar pula keinginan untuk mengupayakan metode penghindaran pajak guna meminimalkan beban pajak.

 

Penelitian diupayakan oleh Saputri serta Sofianty (2020) mengungkapkan bahwasannya Ukuran perusahaan punya dampak positif atas praktik penghindaran pajak. Temuan serupa pula diungkapkan oleh Diantari, Mahaputra, dkk. (2021), menyatakan bahwasannya makin besar Ukuran perusahaan, makin tinggi kemungkinan mereka ikut serta dalam penghindaran pajak. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwasannya entitas bisnis besar biasanya menciptakan pendapatan lebih tinggi, jadi menciptakan lebih banyak peluang untuk mempergunakan celah dalam sistem perpajakan guna menurunkan kewajiban pajak mereka.

2.      Pengaruh Leverage Terhadap Tax Avoidance

 

Utang menjadi salah satu alternatif sumber pendanaan modal bagi entitas bisnis. Utang tinggi mengungkapkan seberapa besar pemakaian dana eksternal entitas bisnis. Perusahaan memilih pembiayaan utang sebagian sebab situasi pajak mereka, klaim Weston serta Brigham (2005:105). Beban pajak harus dibayarkan kepada pemerintah bisa dikurangi sebagai output dari pengurangan pajak untuk biaya bunga pinjaman. Oleh sebab itu, bisnis bisa mempergunakan beban utang besar sebagai cara untuk menghindari pembayaran pajak.

Leverage secara signifikan memengaruhi penghindaran pajak, didasarkan pada riset Pramesti (2019), meneliti rela antara keduanya. Hal ini mengungkapkan bahwasannya peningkatan penghindaran pajak terkait dengan taraf leverage lebih tinggi.

Leverage akan punya dampak atas tax avoidance, apabila mendapatkan penilaian ataupun persepsi baik dari konsumen. Sehingga hal ini bisa meningkatkan kualitas leverage (Ramadhan, 2020).

3.      Pengaruh Audit Quality Terhadap Tax Avoidance

 

Semua kemungkinan output bisa terjadi ketika auditor meninjau akun keuangan klien serta menemukan adanya perbedaan kemudian dinyatakan dalam opini mereka termasuk dalam kualitas audit. Auditor kompeten serta bermutu tinggi akan mempertahankan reputasi mereka dengan menciptakan audit dengan kualitas tertinggi. Bisnis bisa menjamin keakuratan data keuangan diberikan kepada investor dengan memilih untuk mempekerjakan auditor terhormat. Oleh sebab itu, investor mungkin akan lebih percaya pada data ini, pula bisa menurunkan kemungkinan penghindaran pajak (Sandy serta Lukviarman, 2015).

Didasarkan pada riset oleh Sandy dkk. (2015) serta Khairunisa dkk. (2017), kualitas audit punya efek merugikan pada penghindaran pajak.

sebab empat firma akuntansi besar PricewaterhouseCoopers, Deloitte Touche Tohmatsu, KPMG, serta Ernst & Young umumnya menghadirkan audit bermutu tinggi, mungkin sulit untuk menemukan potensi penghindaran pajak. Akibatnya, bisa dikatakan bahwasannya makin teliti suatu firma mengaudit dirinya sendiri, makin kecil kemungkinan firma tersebut akan memanipulasi labanya untuk perpajakan.

4.      Pengaruh Firm Size, Leverage, serta Audit Quality Terhadap Tax Avoidance

 

Ukuran perusahaan, terkadang disebut sebagai ukurannya, yakni klasifikasi memisahkan bisnis besar serta kecil didasarkan pada sejumlah kriteria, seperti total aset, kapitalisasi pasar, taraf penjualan rata-rata, serta total volume penjualan. Nilai total aset lebih tinggi mengungkapkan bahwasannya bisnis tersebut kemungkinan besar punya prospek jangka panjang menjanjikan.

Salah satu rasio solvabilitas dipergunakan demi mengevaluasi seberapa besar aset entitas bisnis dibiayai oleh utang yakni leverage. Investasi serta aset entitas bisnis dibiayai lewat pemakaian kas eksternal dalam bentuk utang. Biaya bunga dikeluarkan saat pembiayaan lewat utang, terutama utang jangka panjang, menurunkan beban pajak harus dibayarkan oleh bisnis.

Tingkat pembiayaan aset entitas bisnis oleh utang diukur dengan kualitas audit, ataupun kualitas audit solvabilitas. Investasi serta aset entitas bisnis dibiayai lewat pemakaian kas eksternal dalam bentuk utang. Pembiayaan utang, terutama utang jangka panjang, memerlukan biaya bunga, selanjutnya bisa menurunkan kewajiban pajak entitas bisnis.


Lokasi: Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar