ANALISIS POTENSI KEBANGKRUTAN MENGGUNAKAN METODE ALTMAN Z-SCORE DAN ZMIJEWSKI X-SCORE (Studi pada Perusahaan Semen yang Listing di BEI pada Tahun 2016 - 2020)
A. Manajemen Keuangan
Menurut Riyanto (2014) mengemukakan bahwa Manajemen keuangan adalah segala aktivitas yang berhubungan dengan usaha suatu Perusahaan untuk mendapatkan pendanaan yang dibutuhkan dengan syarat-syarat dan biaya minimum, serta menggunakan dana usaha se efisien mungkin. Sedangkan menurut Sudana (2015) manajemen keuangan merupakan suatu pengambilan keputusan investasi jangka panjang didalam bidang manajemen fungsional Perusahaan, keputusan pengelolaan modal kerja dan pendanaan jangka panjang yang terdiri dari pendanaan jangka pendek Perusahaan dan investasi. Dapat disimpulkan bahwasanya manajemen keuangan ialah suatu aktivitas yang berkaitan dengan pengelolaan modal kerja dan pendanaan yang diperlukan sebagai biaya minimum agar digunakan se efisien mungkin. Menurut Fahmi (2014) ada tiga ruang lingkup yang harus dilihat oleh manajer dalam bidang manajemen keuangan, antara lain :
a. Bagaimana mencari dana Pada tahap mencari dana adalah langkah awal dari manajer keuangan dan bertugas sebagai mencari sebuah Perusahaan-Perusahaan untuk mendapatkan peluang sumber dana yang dapat dimanfaatkan untuk dijadikan sebagai modal Perusahaan. Secara keseluruhan modal Perusahaan bersumber dari modal asing dan modal sendiri. Modal asing didapatkan dari hasil pinjaman ke yang lainnya dan modal sendiri merupakan modal pribadi atau pemilik yang dijadikan sebagai modal usaha.
b. Bagaimana mengelola dana Pada tahap mengelola dana manajer keuangan yang menganalisa dan memantau setiap tindakan dan keputusan yang diambil dari segi aspekaspek keuangan ataupun non keuangan. Karena pihak manajemen pengelola dana harus memilah-milah Perusahaan mana yang akan diberi dana investasi dan dianggap menguntungkan atau porduktif dalam sistem kerjanya. Secara konsep investasi dari manajer keuangan harus menghindari keputusan yang menimbulkan kerugian dengan memiliki porfit rendah juga basa disebut penghindar resiko.
c. Bagaimana membagi laba Pada tahap membagi laba yaitu pihak dari manajemen keuangan yang harus melakukan tindakan keputusan untuk membagi keuntungan jumlah modal kepada pemilik yang disetor. Biasanya dibicarakan saat rapat para pemegang saham yang biasa disebut dengan pembagian deviden.
Dalam setiap pengelolaan Perusahaan sering terjadi persoalan seperti perbedaan pendapat dari komisaris Perusahaan dan pihak manajemen keuangan. Komisaris Perusahaan yang mempunyai modal atau pemegang saham Perusahaan. Manajemen keuangan yang menjalankan Perusahaan. Contoh sederhananya ialah pada saat komisaris menginginkan keuntungan Perusahaan dibagi dalam bentuk deviden saham, jika dana di alokasikan untuk hal lain seperti meningkatkan produk baru atau menambah cabang Perusahaan, belum tentu keuntungan didapatkan. Akan tetapi, manajemen keuangan menginginkan perolehan dari keseluruhan keuntungan disimpan sebagai dana pendukung ekspansi Perusahaan atau dijadikan cadangan dalam setahun kedepan untuk peningkatan pembangunan.
1. Fungsi atau peranan Manajemen Keuangan Menurut Fahmi (2014) manajemen keuangan berfungsi sebagai acuan bagi manajer dalam pengambilan sebuah keputusan yang dilakukan dalam kreatifitas berfikir dan melakukan trobosan. Akan tetapi, semua itu tetap mengesampingkan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam ilmu manajemen keuangan.
Menurut Syamsuddin (2014) fungsi manajemen keuangan diantaranya adalah sebagai berikut:Merencanakan dan menganalisa pembelanjaan Perusahaan, bekenaan dengan data keuangan dari suatu Perusahaan dapat digunakan untuk memonitor keadaan finansial Perusahaan, menilai kemungkinan yang akan terjadi pada Perusahaan yang akan datang, perencanaan modal, peningkatan produktivitas dan yang paling utama yaitu membantu manajer dalam mengelola dengan baik.
Mengatur struktur modal dan struktur finansial Perusahaan, komponen - komponen yang saling beruhubungan diantaranya :
a) Penentuan modal jangka panjang dan jenis utang lancar yang sangat menguntungkan bagi Perusahaan,
b) penentuan alokasi antara modal jangka panjang dengan utang lancar. Penentuan tersebut dapat mempengaruhi liabilitas dan profitabilitas dari Perusahaan. Sehubungan dengan penentuan modal jangka panjang, maka tekanan yang memberikan adalah struktur modal, yaitu perbandingan antara modal sendiri dengan hutang jangka panjang. Berdasarkan uraian diatas mengenai peranan dari seorang manajemen keuangan sangat diperlukan keberadaanya untuk mengatur keadaan keuangan suatu Perusahaan. Mencoba memecahkan sebuah masalah, menemukan masalah yang dihadapi, agar tujuan dari suatu Perusahaan akan mudah dicapai.
2. Tujuan Manajemen keuangan Tujuan manajemen keuangan Perusahaan adalah untuk menganalisa dalam kegiatan perencanaan dan pengendalian dari manajer keuangan bagaimana keputusan manajer keuangan untuk mempertahankan keberlangsungan operasional Perusahaan. Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2015) Tujuan manajemen keuangan secara umum adalah untuk menghasilkan keuntungan atau laba yang maksimum dan optimal. Agar para pemilik saham dapat menerima deviden yang lebih besar dari investasi yang diberikan selama berjalannya Perusahaan.
Menurut Mustofa (2017) tujuan dari manajemen keuangan dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Pendekatan likuiditas dan profitabilitas
Likuiditas yaitu menjaga agar manajemen keuangan harus selalu menyediakan uang kas untuk memenuhi kewajiban finansialnya.
2) Profitabilitas yaitu agar manajemen keuangan berusaha untuk memperoleh laba dalam jangka panjang.
Pendekatan resiko dan keuntungan Dalam pendekatan ini manajemen keuangan harus menciptakan laba atau keuntungan dengan maksimal agar Perusahaan dapat memperoleh nilai tinggi yang dapat memakmurkan pemegang saham serta pemilik Perusahaan dengan meminimalisir resiko kerugian. Tingkat resiko minimal yang didapatkan Perusahaan berdampak pada target keuntungan dalam suatu periode. Misalnya setahun diharapkan dalam pencapaian target bisa terpenuhi.
3. Keputusan Manajemen Keuangan Menurut Mardiyanto (2008) ada tiga keputusan manajemen keuangan yang dapat diimplementasikan dalam meningkatkan kinerja Perusahaan diantaranya :
a. Keputusan Pendanaan Keputusan pendanaan atau kebijakan struktur modal dapat dilakukan oleh seorang manajer keuangan dalam mempertimbangkan dan menganalisa sumber dana yang digunakan untuk membelanjakan kebutuhan-kebutuhan dengan ekonomis serta kegiatan usahanya.
b. Keputusan Investasi Pada keputusan ini adalah bagaimana manajer Perusahaan harus mengalokasikan dana kedalam bentuk investasi yang dapat memperoleh laba atau keuntungan di masa yang akan datang. Memang dalam keputusan ini tidak dapat diperkirakan secara pasti, namun diharapkan dapat mempengaruhi dan meningkatkan komposisi tingkat keuntungan.
c. Kebijakan Deviden Dalam kebijakan deviden ini merupakan bagian dari penghasilan yang diharapkan oleh pemegang saham karena bagian dari keuntungan yang diperoleh dari Perusahaan.
B. Kinerja Keuangan
Menurut Rudianto (2013) pengertian dari kinerja keuangan yaitu prestasi atau hasil yang sudah dicapai oleh sebuah manajemen Perusahaan dalam hal mengelola aset, serta menjalankan tugas sesuai fungsinya secara efektif selama tahun-tahun tertentu. Sedangkan menurut Jumingan (2006) Kinerja keuangan adalah kondisi keuangan dari suatu Perusahaan dalam beberapa periode tertentu yang berhubungan dengan penyaluran dana atau penghimpunan dana. Dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan merupakan suatu pencapaian dari suatu Perusahaan dalam periode tertentu untuk memperlihatkan kondisi kesehatan keuangan. Kinerja keuangan sangat diperlukan oleh sebuah Perusahaan kerena untuk mengevaluasi dan mengetahui seberapa naiknya tingkat keberhasilan berdasarkan aktifitas keuangan yang telah dicapai Perusahaan. Kinerja keuangan menjadi hal yang krusial dalam dunia bisnis, karena memiliki peran sebagai penentu kelangsungan hidup sebuah Perusahaan dalam beroperasi. Laporan dan detail dari seluruh kinerja keuangan pasti terlihat dalam laporan keuangan. Sehingga jika tidak terjadi adanya laporan keuangan, maka Perusahaan akan kesulitan dalam menentukan operasionalnya.
1. Pengukuran Kinerja Keuangan Menurut Mahmudi (2019) pengukuran kinerja keuangan digunakan dalam pengendalian aktivitas yang berhubungan dengan manajemen Perusahaan. Setiap aktivitas harus tetap terstruktur dalam kinerjanya agar dapat mengetahui efektivitas dan efisiensinya. Menurut Mulyadi (2007) pengukuran atau penilaian kinerja merupakan suatu efektivitas operasional yang ditentukan dalam organisasi, agar tugas karyawan dibagi berdasarkan kriteria, standar dan sasaran yang telah ditetapkan. Dalam sektor publik terdapat 3E dalam mengukuran kinerjanya yaitu : ekonomis, efektivitas dan efisiensi. Jika suatu Perusahaan tidak memiliki pengukuran kinerja keuangan, maka sulit bagi Perusahaan untuk menentukan apakah aktivitas tersebut berhasil atau gagal. Ada dua macam dalam mengukur kinerja keuangan, antara lain:
a. Ukuran kinerja tunggal Ukuran kinerja tunggal merupakan suatu ukuran yang hanya menggunakan satu ukuran untuk menilai kinerja manajer.
b. Ukuran kinerja gabungan Ukuran kinerja gabungan merupakan ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran dalam menilai kinerja manajer. Tujuannya adalah agar usahanya dapat diarahkan manajer dengan menghitung rata-ratanya sebagai ukuran kinerja manajer.
2. Manfaat dari Penilaian atau pengukuran Kinerja sebagai berikut:
a. Untuk membantu dalam pengambilan keputusan yang berkaitan
b. Untuk menilai kinerja karyawan agar menjadi pertimbangan dari atasan mereka.
c. Memberikan motivasi kepada karyawan agar lebih efektif dan efisien dalam mengelola operasi organisasi.
d. Menyediakan dasar bagi distribusi penghargaan.
e. Menyediakan evaluasi program, kriteria seleksi pelatihan karyawan dan mengidentifikasi pengembangan dan kebutuhan pelatihan.
3. Tujuan Kinerja Keuangan Menurut Munawir (2012) tujuan dari kinerja keuangan adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui tingkat likuiditas Likuiditas_dapat memberikan_kemampuan Perusahaan_dalam meningkatkan_dan memenuhi kewajiban keuangan_yang harus segera_dibayarkan dalam_kurun waktu yang telah_ditentukan.
b. Mengetahui tingkat solvabilitas Solvabilitas dapat memberikan kemampuan suatu Perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang setelah Perusahaan tersebut dilikuidasi.
c. Mengetahui tingkat rentabilitas Rentabilitas atau profitabilitas dapat memberitahukan kemampuan Perusahaan dalam memperoleh keuntungan selama tahun-tahun tertentu.
d. Mengetahui tingkat stabilitas Stabilitas dari suatu Perusahaan adalah dapat memberikan kemampuan untuk melakukan kinerja dengan stabil dan diukur dengan mempertimbangkan Perusahaan dalam membayar beban bunga atas hutang dan membayar hutangnya dengan periode yang telah ditentukan.
C. Laporan Keuangan
Laporan Keuangan Perusahaan merupakan tahap akhir dalam proses pencatatan transaksi keuangan yang dapat memberikan informasi tentang konsisi keuangan dalam bentuk suatu periode tertentu sebagai gambaran untuk menunjukkan kinerja dari suatu Perusahaan. Laporan keuangan sangat penting bagi pihak manajemen dan pemilik Perusahaan, karena mencakup informasi yang dapat memberikan arah kebijakan dari suatu Perusahaan.
1. Prosedur Analisis Laporan Keuangan Menurut Prastowo (2002) ada beberapa langkah yang ditempuh dalam tahapan analisis laporan keuangan. Berikut ini adalah langkah-langkah yang ditempuh pada saat menganalisis laporan keuangan :
a. Memahami latar belakang data keuangan Perusahaan Pemahaman laporan keuangan sangat penting sebelum kita melakukan analisis laporan keuangan. Dalam tahapan awal ini, pemahaman yang dimaksud adalah mempelajari hal-hal umum ataupun data-data secara umum yang biasa terdapat dalam laporan keuangan.
b. Memahami kondisi-kondisi yang berpengaruh pada Perusahaan yang berpengaruh terhadap Perusahaan perlu juga untuk informasi mengenai tren (kecenderungan) usaha dimana badan usaha tersebut beroperasi, perubahan pasar, perubahan tingkat bunga, perubahan pendapatan dan perubahan yang terjadi dalam badan usaha itu sendiri.
c. Mempelajari dan Review laporan keuangan Kedua langkah pertama akan memberikan gambaran mengenai karakteristik (profil) Perusahaan. Sebelum teknik analisis diaplikasikan, perlu direview laporan keuangan secara menyeluruh. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk membandingkan apakah laporan keuangan tersebut benar dan sesuai dengan standar akuntansi keuangan.
d. Menganalisis laporan keuangan Setelah memahami profil Perusahaan dan mereview laporan keuangan, maka dengan menggunakan berbagai metode dan teknik analisis yang ada dapat menganalisis laporan keuangan dan mengimplementasikan hasil analisis tersebut.
2. Tujuan Analisis Laporan Keuangan Adapun tujuan dari analisis laporan keuangan menurut Bernstein (1998) adalah sebagai berikut:
a. Sebagai alat screening awal dalam memilih kemungkinan investasi atau marger.
b. Sebagai alat forecasting memprediksi kondisi dan kinerja keuangan dimasa mendatang.
c. Sebagai proses diagnosis.
d. Sebagai alat evaluasi dimaksud untuk menilai prestasi manajemen operasi, efisiensi, dan lain-lain.
3. Metode dan Teknik Analisis Laporan Keuangan Menurut Praswoto (2008) metode analisis laporan keuangan dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu :
a. Analisis Horizontal merupakan analisis dengan mengadakan perbandingan laporan keuangan untuk beberapa periode atau beberapa saat, sehingga dapat diketahui perkembangan. Metode ini disebut juga analisis dinamis.
b. Analisis Vertikal merupakan suatu laporan keuangan yang dinamis hanya meliputi satu periode atau satu saat saja. Dengan cara memperbandingkan antara pos yang satu dengan pos yang lainnya dalam laporan keuangan tersebut sehingga hanya akan diketahui keadaan keuangan pada saat ini saja. Metode ini disebut juga metode statis.
Teknik analisis laporan keuangan sebagai penjabaran dari metode analisis laporan keuangan, analisis trend (index), analisis sumber dan penggunaan dana, analisis perubahan laba kotor. Sedangkan dalam metode analisis vertikal, teknik analisis yang termasuk pada metode ini antara seain teknikanalisis presentase per komponen (common size), analisis rasio dan analisis impas. Sedangkan pengertian dari beberapa teknik analisis laporan keuangan diatas menurut Munawir (2012) adalah sebagai berikut:
a. Perbandingan laporan keuangan. Metode ini dimaksudkan untuk membandingkan laporan keuangan dari Perusahaan yang sama.
b. Trend, tujuannya adalah untuk mengetahui keadaan keuangan Perusahaan sehingga diperoleh gambaran tentang perkembangan akan tetap naik atau turun.
c. Common Size Statement, dalam metode ini digunakan untuk mengetahui presentase masing-masing aktiva terhadap total aktiva, juga untuk mengetahui struktur permodalan dan komposisi biaya yang terjadi dihubungkan dengan jumlah penjualannya
d. Analisis sumber dan penggunaan modal kerja merupakan suatu analisis untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan modal kerja atau untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya modal kerja dalam periode tertentu.
e. Analisis sumber dan penggunaan kas merupakan suatu analisis untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya jumlah uang kas atau untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan kas selama periode tertentu.
f. Analisis ratio merupakan suatu metode analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.
g. Analisis perubahan laba kotor merupakan suatu analisis untuk mengetahui sebab-sebab perubahan dari periode-periode yang lain atau perubahan laba kotor satu periode dengan laba yang di budgetkan untuk periode tersebut.
h. Analisis break even merupakan suatu analisis untuk menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai oleh suatu Perusahaan agar Perusahaan tersebut tidak mengalami kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan. Dengan demikian analisis break even ini juga akan diketahui berbagai tingkat penjualan.
4. Jenis Laporan Keuangan dan Bentuk Laporan Keuangan Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) (2009) jenis-jenis laporan keuangan diantaranya meliputi: neraca merupakan bentuk laporan keuangan yang sistematis tentang aktiva yaitu harta yang dimiliki oleh Perusahaan, hutang merupakan kewajiban kepada Perusahaan lain yang belum di penuhi serta modal yaitu bagian yang dimiliki oleh Perusahaan yang dapat menunjukkan keadaan keuangan Perusahaan pada waktu tertentu.
a. laporan laba rugi merupakan suatu laporan yang menunjukkan pendapatan dan biaya dari suatu unit usaha beserta laba rugi yang diperoleh oleh suatu Perusahaan dalam periode tertentu.
b. Laporan arus kas merupakan laporan yang bertujuan untuk menyajikan informasi relevan tentang pemasukan dan pengeluaran kas suatu Perusahaan selama periode tertentu.
c. Laporan perubahan posisi keuangan merupakan suatu laporan yang berguna untuk meringkas kegiatan-kegiatan pembelajaran dan investasi yang dilakukan oleh Perusahaan, termasuk dalam dana yang dihasilkan dari kegiatan usaha Perusahaan dalam tahun buku bersangkutan serta melengkapi penjelasan tentang perubahan-perubahan dalam posisi keuangan selama tahun buku bersangkutan.
d. Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan atas rincian jumlah yang tertera dalam neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas dan laporan perubahan ekuitas.
D. Analisis Rasio Keuangan
Menurut Munawir (2012) Analisis rasio keuangan adalah laporan laba/rugi dengan neraca yang menghubungkan satu dengan yang lainnya, dengan memberikan suatu penjelasan dan gambaran kepada pelaku analisa tentang posisi keuangan Perusahaan serta penilaian apakah memiliki rapor yang baik/buruk terutama angka rasio terhadap keadaan suatu Perusahaan tertentu. Analisis rasio keuangan memungkinkan manajer keuangan memprediksi para calon dan juga kreditor serta dapat ditempuh untuk memperoleh tambahan dana. Tujuannya adalah untuk menentukan efisiensi kinerja dari manajer Perusahaan dengan pencatatan keuangan dan laporan keuangan. Manfaatnya tidak hanya bagi kepentingan Perusahaan itu sendiri namun juga pihak luar. Seperti halnya membantu manajemen untuk membuat evaluasi mengenai hasil- hasil, menghindari keadaan yang dapt menyebabkan kesulitan keuangan, dan memperbaiki jika ada kesalahan. Rasio dapat dikelompokkan menjadi lima kategori, antara lain :
1. Rasio Solvabilitas (Laverage Ratio) Rasio Solvabilitas adalah rasio yang dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva suatu Perusahaan dibiayai dengan utang atau mengukur kemampuan Perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjang . Rasio Solvabilitas digunakan untuk mengukur berapa besar beban utang dibanding aktivanya yang harus ditanggung Perusahaan. Beberapa rasio Solvabilitas menurut Kasmir (2016) antara lain :
a. Rasio Hutang (Dept Ratio) Rasio hutang menghitung kemampuan Perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Rasio Hutang = Total Hutang Total Aktiva
b. Times Interest Earned (TIE) Rasio ini menghitung seberapa besar laba sebelum bunga dan pajak yang tersedia untuk menutupi beban bunga. Rasio yang tinggi bisa menunjukkan posisi yang “aman” meskipun terlalu rendahnya penggunaan hutang Perusahaan. Namun, jika rasio rendah maka harus ada perbaikan dari pihak manajemen. TIE = Laba Operasi Beban Bunga Pertahanan
c. Rasio kewajiban terhadap modal (Dept to Equity ratio) Rasio ini merupakan rasio hutang terhadap ekuitas atau biasa disebut rasio hutang modal. Ekuitas dan jumlah hutang yang digunakan untuk operasional Perusahaan harus berada dalam jumlah yang proposional. Dept to Equity Ratio disingkat DER menunjukkan kemampuan suatu Perusahaan dalam memenuhi total kewajiabannya dengan menggunakan modal sendiri. DER = Total Hutang Ekuitas(Modal sendiri)
2. Rasio Likuiditas atau Liquidity Ratio Rasio Likuitas adalah rasio yang menggambarkan kemampuan Perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang akan jatuh tempo. Rasio ini mengukur kemampuan dari suatu Perusahaan dengan cara melihat aktiva lancar relatif terhadap hutang lancarnya. Rasio Likuiditas yang sering digunakan menurut Kasmir (2016) antara lain:
a. Rasio Lancar (Cirrent Ratio) Rasio lancar adalah ukuran yang sering digunakan dalam suatu Perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya karena dapat menunjukkan seberapa jauh aktiva yang dipenuhi dari jangka pendek atas tuntutan kreditor, yang diperkirakan menjadi keuntungan dalam periode yang sama dengan jatuh tempo. Rasio ini dihitung dengan membagi aktiva lancar dengan utang lancar. 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟 = Aktiva Lancar Utang Lancar
b. Rasio Cepat (Quick Ratio) Rasio cepat adalah alat ukur untuk mengukur tingkat likuiditas dari suatu Perusahaan dalam tingkatan yang lebih akurat. Rasio ini dihitung dengan menguragi persediaan dari aktiva lancar kemudian membagi hasilnya dengan utang lancar. 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐶𝑒𝑝𝑎𝑡 = Aktiva Lancar - Persediaan Utang Lancar
3. Rasio Aktivitas atau Activity Ratio Rasio Aktivitas adalah rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan Perusahaan dan mengukur tingkat efisiensi Perusahaan dalam mengelola. Rasio aktivitas dapat diukur dengan enam rasio menurut Ibid (2017) Antara lain :
a. Perputaran Piutang Perputaran piutang adalah efektifitas dalam mengelola piutang, sehingga semakin cepat perputarannya berarti semakin efektif piutang Perusahaan dalam mengelolanya. Perputaran piutang dapat digunakan untuk mengghitung berapa kali dalam satu tahun. Posisi piutang dan taksiran waktu pengumpulannya dapat dinilai dengan menghitung tingkat perputaran piutangnya dengan membagi total penjualan kredit dengan piutang rata-rata. Perputaran Piutang = Penjualan Kredit Piutang Rata - rata
b. Perputaran Aktiva PerputaranAktiva adalah ukuran efektifitas pemanfaatan total aktiva dalam menghasilkan penjualan. Cara perputaran dilihat dari semua aktiva atau aset Perusahaan dihitung dengan membagi penjualan dengan aktiva. Perputaran Aktiva = Penjualan Total Aktiva
c. Perputaran Aktiva Tetap (Fixed assets turnover) Menurut munawir (2012) menyatakan bahwa perputaran aktiva tetap, yaitu antara penjualan denganaktiva tetap. Biasanya digunakan untuk mengukur penggunaan aktivitas tetap sebagai sarana untuk mendapatkan penghasilan dan barang yang dijual. Perputaran Aktiva Tetap = Penjualan Aktiva Tetap
d. Perputaran Persediaan (Inventory Turnover) perputaran persediaan adalah rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali perputaran dalam satu periode dana yang ditanam dalam persediaan. Perputaran Persediaan = Harga Pokok Penjualan Rata - rata Persediaan
e. Rasio Perputaran modal kerja Rasio Perputaran modal kerja adalah perbandingan dari penjualan dan modal kerja bersih. Modal kerja bersih merupakan aktiva lancar dikurangi utang lancar. Rumus dari perputaran modal kerja, sebagai berikut: 𝑃𝑒𝑟𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝐾 = Penjualan Modal Kerja Bersih = Penjualan Aktiva Lancar - Utang Lancar
f. Rata-rata umur piutang Rata-rata umur piutang dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah piutang dengan penjualan perhari. Rumus dari Rata-rata umur piutang adalah sebagai berikut: 𝐷𝑎𝑦, 𝑠 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 𝑂𝑢𝑡𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 = Piutang Penjuaan 360 h𝑎𝑟𝑖
4. Rasio Profitabilitas atau Profitability Ratio Rasio Profitabilitas adalah kemampuan suatu Perusahaan untuk mendapatkan profit atau laba dari pendapatan terkait penjualan, aset dan ekuitas berdasarkan pengukuran. Ada tiga Rasio menurut Ibid (2017), antara lain :
a. Margin Laba Kotor (Gross Profit Margin) Margin Laba Kotor adalah rasio yang digunakan untuk mengukur persentase laba kotor terhadap pendapatan dari penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan (HPP) dengan tingkat penjualan. Rumusnya adalah sebagai berikut: Margin Laba Kotor= Laba kotor Penjualan Bersih
b. Return On Total Asset (ROA) Rasio ini untuk mengukur kemampuan suatu Perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan (netto). ROA juga sering disebut ROI (Return On Investment). Rumus ROA adalah sebagai berikut: ROA= Laba Sebelum Pajak Total Aktiva
c. Pengembalian atas ekuitas atau Return On Total Equity (ROE) Rasio ini digunakan oleh Perusahaan untuk mengukur kemampuan menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu. Biasanya diukur dari sudut pandang pemegang saham, baik saham biasa maupun saham preferen. ROE= Laba Setelah Pajak Ekuitas Pemegang Saham
d. Margin Laba Bersih (Net Profit margin) Rasio ini merupakan kemampuan suatu Perusahaan untuk menekan biayabiaya pada periode tertentu, dapat dihitung dari laba bersih pada tingkat penjualan Perusahaan dan bisa dilihat pada analisis Common-size pada laporan laba rugi. Margin Laba Bersih = Laba Setelah Pajak Penjualan Bersih
5. Rasio Penilaian Pasar Rasio penilaian pasar merupakan rasio yang mahal murahnya suatu saham yang digunakan para investor dalam mencari potensi keuntungan dividen sebelum penanaman modal berupa saham. Rasio ini mampu memberi pemahaman bagi pihak manajemen Perusahaan terharap kondisi penerapan yang akan dilaksanakan dan dampaknya pada masa yang akan datang. Rasio penilaian pasar yang umum digunakan adalah :
a) Rasio harga pasar terhadap nilai buku (market to book ratio) Rasio harga terhadap nilai buku = Harga per saham Niai buku per saham
b) Rasio harga pasar terhadap arus kas Rasio harga terharap arus kas = Harga per saham Arus kas per saham
c) Rasio harga terhadap laba atau (Price to Earnings Ratio) PER Rasio harga per saham terhadap laba per saham Rasio Harga terhadap laba = Harga per saham Laba per saham
E. Financial Distress
Kegiatan operasional Perusahaan tidak selalu berjalan sesuai rencana. Ada beberapa Perusahaan mungkin akan mengalami financial distress atau kesulitan keuangan contoh kecil tidak bisa menggaji karyawannya, bunga utang bertambah. Jika kesulitan ringan tidak segera teratasi dan tidak diselesaikan dengan benar, maka kesulitan kecil bisa menjadi besar yang berakibat kebangkrutan. Hapsari (2012) Financial distress merupakan keadaan dimana suatu Perusahaan tidak mewadahi untuk melunasi kewajiban lancar (seperti halnya hutang dagang atau beban bunga) sedangkan Perusahaan harus melakukan sebuah perbaikan. Pada kondisi seperti ini kegagalan suatu perusahan dapat digolongkan menjadi empat istilah menurut Altman dalam Patunrui dan Yati (2017) :
1) Legal Bankruptcy Sebuah Perusahaan belum dikatakan bangkrut ataupun pailit secara hukum, sebelum Perusahaan yang bersangkutan dinyatakan bangkrut oleh putusan pengadilan.
2) Insolvency Insolvency dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu
a) technical Insolvency merupakan suatu kondisi Perusahaan yang gagal dalam memenuhi kewajiban jatuh tempo yang ditentukan walaupun total aktivanya melebihi total hutangnya dan
b) Insolvency in Bankruptcy Sense merupakan suatu kondisi Perusahaan bila kekayaan bersih negatif dalam nilai sekarang atau neraca konvensional dan arus kas yang diharapkan lebih kecil hari hutangnya.
3) Kegagalan Ekonomi (Economic Distressed) Economic Failure yaitu suatu kondisi dimana Perusahaan kehilangan pendapatan atau uang yang berakibat tidak mampu menutupi biayanya sendiri, dapat dikatakan nilai sekarang dari arus kas Perusahaan lebih kecil dari kewajiban atau tingkat laba lebih kecil dari biaya modal. Kegagalan terjadi karena arus kas perbandingannya sangat jauh dengan arus kas yang diharapkan Perusahaan.
4) Kegagalan Keuangan (Business Distressed) Business Failure adalah suatu kondisi dimana ketika bisnis sudah tidak lagi menguntungkan dalam beroperasi dan bisa mengarah kepada penutupan bisnis tersebut. Perusahaan tidak dapat menghasilkan uang karena pendapatan tidak bida menutupi biaya.
Menurut Fachrudin (2008) ada 3 alasan Perusahaan mengalami Financial Distress diantaranya adalah:
1) Neoclassical model Dalam teori model neo klasik ini financial distress bisa saja terjadi jika dalam suatu Perusahaan alokasi sumber dayanya tidak tepat, sehingga manajemen kurang dalam mengelola aset untuk kegiatan operasional Perusahaan.
2) Financial model Sistem keuangan dalam model ini terkendala pada likuiditas struktur keuangan, namun pada percampuran asetnya baik. Hal ini dikarenakan bahwa Perusahaan mampu bertahan dalam jangka panjang akan tetapi harus menanggung resiko bangkrut dalam jangka pendek.
3) Corporate governance model Pada model tata kelola Perusahaan ini kebangkrutan memiliki percampuran antara struktur keuangan dan aset yang benar akan tetapi dikelola dengan buruk. Ketidak efisienan ini mendorong suatu Perusahaan menjadi keluar dari pasar sebagai konsekuensinya dan mengakibatkan masalah dalam tata kelola Perusahaan yang tidak dapat dipecahkan penyelesaiannya.
1. Manfaat dari melakukan prediksi Financial Distress Prediksi dalam menganalisis potensi Financial distress sangat penting bagi banyak pihak, karena dapat mengetahui sejauh mana tingkat kondisi keuangan bagi suatu Perusahaan dalam beberapa periode tertentu apakah meningkat atau menurun. Pihak-pihak seperti investor dan kreditur dapat mengambil keputusan dalam memberikan dana serta untuk pemilik dapat memperbaiki keadaan jika kurang stabil keuangannya agar terhindar dari kebangkrutan. ada berbagai metode-metode yang dapat menghitung potensi financial distress. menurut Almilia (2006) ada berbagai pihak yang dapat memprediksi atas kemungkinan terjadinya financial distress diantaranya :
a. Memprediksi financial distress dalam periode tertentu dapat membantu investor untuk memutuskan investasi pada suatu Perusahaan.
b. Bagi kreditur dapat menentukan sebuah kebijakan sebelum memberikan pinjaman kepada Perusahaan. Selain itu, digunakan untuk menilai kemungkinan masalah yang terjadi dalam Perusahaan untuk melakukan pembayaran kembali pokok dan bunga.
c. Bagi pemerintah, prediksi ini sangat penting untuk melakukan peraturan antimonopoli.
d. Bagi manajemen harus mengambil tindakan untuk dapat mengatasi keuangan yang terjadi dan mencegah kebangkrutan Perusahaan, karena jika suatu Perusahaan mengalami kebangkrutan,maka dampaknya adalah Perusahaan akan menanggung biaya langsung (pengacara dan fee akuntan) dan biaya tidak langsung (kerugiaan paksaan akibat tuntutan pengadilan dan kerugian penjualan).
e. Badan regulator atau pembuat keputusan mengawasi kesanggupan dalam membayar hutang dan menstabilkan perushaan individu dan harus mempunyai tanggungjawab. Hal ini menyebabkan pihak pembuat keputusan perlu untuk mengetahui kesanggupan Perusahaan dalam menilai stabilitas Perusahaan dan membayar hutang.
F. Kebangkrutan
Kebangkrutan atau yang biasa dikenal dengan sebutan Pailit. Menurut UU no.37 Tahun 2004 pasal 1 ayat 1 kepailitan merupakan sita umum atas semua kekayaan debitor yang pemberesan dan kepengurusannya dibawah pengawasan hakim. Jadi apabila kreditor menagih setidaknya dua atau lebih para debitur tidak membayar utang yang sudah jatuh tempo, maka para kreditor berhak menagih dan dapat dinyatakan pailit atas putusan pengadilan. Baik atas permohonan kreditor maupun permohonan sendiri. Berdasarkan pengertian diatas maka bangkrut atau pailit merupakan habisnya seluruh aset dan sama sekali tidak dapat membayar hutang-hutangnya. Menurut mamduh (2014) Perusahaan yang terus menerus mengalami kerugian hinga tidak memiliki aset untuk menutupi hutang-hutangnya.
1. Faktor-faktor penyebab Kebangkrutan Menurut Darsono (2005) penyebab dari Kebangkrutan dapat digolongkan menjadi dua yaitu faktor Internal dan Eksternal. Faktor_Internal merupakan_faktor yang berasal_dari dalam Perusahaan_itu sendiri seperti_pengelolaan manajemen. Sedangkan faktor eksternal merupakan^faktor dari luar^yang berhubungan^dengan perekonomian secara^makro atau faktor^operasi perusaahan. Faktor-faktor internal^yang menyebabkan kebangkrutan antara lain :
a. Ketidakseimbangan antara modal yang dimiliki dengan hutang-piutang. Jika Hutang suatu Perusahaan lebih besar maka akan mengakibatkan banyaknya biaya bunga yang memperkecil laba sehingga bisa berakibat kerugian.
b. Adanya ketidakadilan yang dilakukan oleh pihak manajemen Perusahaan, misalnya melakukan korupsi atau memberikan sebuah informasi yang salah pada investor atau para pemegang saham.
c. Manajemen yang tidak konsisten juga berakibat pada kerugian Perusahaan, seperti kurangnya keahlian dan ketrampilan dalam bekerja, pemborosan dalam pengeluaran biaya. Akhirnya menyebabkan Perusahaan tidak dapat membayar kewajiban. Sedangkan faktor eksternalnya yang tidak berhubungan langsung dengan Perusahaan antara lain persaingan global, kondisi perekomoniamn secara makro. Sedangkan faktor eksternal yang masih berhubungan langsung dengan Perusahaan antara lain supplier, kreditor, debitor, pelanggan, pemerintah maupun pesaing. Faktor-faktor eksternal yang bisa mengakibatkan kebangrutan meliputi :
a. Supplier tidak dapat menyediakan kebutuhan bahan baku sehingga dapat menghambat kebutuhan produksi. Untuk meminimalisir hal tersebut Perusahaan tidak hanya bergantung pada satu supplier akan tetapi harus menjalin hubungan baik dengan pemasok lain sehingga resiko kekurangan bahan baku segera teratasi.
b. Kekurangan dana dari pelanggan yang tidak diantisipasi oleh suatu Perusahaan berakibat penurunan dalam pendapatan dan pelanggan lari dari tanggungjawab pelunasan. Untuk mengatasi hal tersebut Perusahaan harus meminta sebuah jaminan kepada pelanggan, akan tetapi Perusahaan harus menciptakan sebuah produk yang sesuai.
c. Debitor harus diantisipasi agar tidak melakukan kecurangan dalam hutang piutang. Karena terlalu banyak piutang yang diberikan debitor dengan jangka waktu pengembalian yang lama, maka berakibat banyak aktiva menganggur yang tidak memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi Perusahaan. Untuk mengantisipasi dari kejadian tersebut, maka Perusahaan harus memonitor piutang yang dimiliki supaya bisa melakukan perlindungan dini terhadap aktiva Perusahaan.
d. Hubungan kreditor dengan Perusahaan yang tidak harmonis juga bisa merusak kelangsungan hidup Perusahaan, karena dalam UUD no.4 Tahun 1998 Perusahaan bisa dipailitkan oleh pihak kreditor, Perusahaan bisa mengantisipasi dengan pengelolaan hutang yang baik dan tetap membina hubungan yang akrab dengan kreditor.
e. Perusahaan harus mempu bersaing secara ketat, agar selalu memperbaiki diri dengan memenuhi kebutuhan pelanggan dengan kualitas yang baik, memperbaiki produk yang dihasilkan akan menjadi nilai tambah bagi Perusahaan tersebut.
f. Perkembangan perekonomian global juga harus diantisipasi oeh Perusahaan, karena semakin terpadunya dengan persaingan perekonomian dari negara-negara lain. Berdasarkan teori yang dipaparkan diatas, maka faktor penyebab kebangkrutan yang dialami oleh sebuah Perusahaan dengan kondisi keuangan yang tidak sehat, baik itu faktor internal, eksternal ataupun faktor ekonomi.
2. Metode analisis kebangkrutan
a. Model Altman Z-Score Menurut Hanafi dan Halim (2005) Analisis Model Altman Z-Score merupakan model prediksi kebangkrutan yang sudah dikembangkan di berbagai negara diantaranya Jepang, Swiss, Brasil, Inggris, Amerika Serikat, Jerman, Kanada, Perancis, Irlandia, dan Belanda Pada Tahun (1983-1984) Alman melakukan model-model Survei tersebut.
Berikut Rumus Model Altman Z-Score antara Lain :
Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1,0 X5 Dimana : X1 = WCTA (Working Capital to Total Assets) Modal Kerja terhadap Total Aset. Rasio pada X1 dihitung dengan membagi modal kerja bersih dengan total asetnya. Modal kerja didapatkan dengan cara aset lancar (aktiva lancar) dikurangi liabilitas jangka pendek (kewajiban lancar).
Kesimpulan dari penjabaran diatas adalah rasio ini digunakan untuk mengukur modal kerja terhadap total seluruh aset pada Perusahaan yang dimilikinya.
X2 = RETA (Retained Earning to Total Assets) Laba Ditahan terhadap Total aset. Rasio pada X2 dihitung dengan membagi laba tahun berjalan (laba ditahan) dengan total aset (total aktiva) Perusahaan.
Laba tahun berjalan adalah laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham. Kondisi tidak sehat jika perhitungan rasio ini semakin kecil dan sangat berpengaruh dalam kondisi keuangan perusahan. tetapi apabila rasio ini semakin besar, maka peranan laba tahun berjalan dalam membentuk keuangan Perusahaan.
X3 = EBITTA (Earning Before Interest and Taxes to Total Assets) Laba usaha terhadap Total Aset. Rasio pada X3 dihitung dari laba usaha (laba sebelum bunga dan pajak) dibagi dengan total aset (total aktiva) didapatkan dari neraca Perusahaan.
Rasio ini menunjukkan bagaimana Perusahaan mendapatkan keuntungan sebelum bunga dan pajak dalam mengelola total asetnya.
X4 = MVEBVL (Market Value of Equity to Book Value of Liabilities) Ekuitas terhadap Liabilitas Rasio pada X4 dihitung dengan cara membagi ekuitas (nilai pasar sendiri) dengan total liabilitas. Rasio ini menunjukkan nilai buku ekuitas untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dari suatu Perusahaan.
Nilai buku dari hutang didapatkan dari penjumlahan liabilitas jangka pendek (kewajiban lancar) dengan liabilitas jangka panjang (kewajiban jangka panjang).
X5 = STA (Sales to Total Assets) Penjualan terhadap Total Aset. Rasio pada X5 dihitung dari sales atau penjualan yang dibagi dengan total aset (total aktiva).
Berdasarkan Rumus keterangan diatas bahwa penilaiannya adalah sebagai berikut:
1) Jika Total keseluruhan Z-Score kurang dari 1,81 maka dapat dikategorikan bahwa Perusahaan tersebut memiliki tingkat kesulitan keuangan yang beresiko tinggi sehingga besar kemungkinan terhadap potensi kebangkrutan.
2) Jika total keseluruhan Z-Score diantara 1,81 sampai 2,99 maka dapat dikategorikan bahwa Perusahaan tersebut berada didaerah abu-abu (Grey area) pada titik rawan memiliki kesulitan keuangan, Namun kemungkinan dapat dikatakan bangkrut dan kemungkinan dapat diselamatkan dari ancaman potensi kebangkrutan. sehingga manajemen harus lebih hati-hati dalam mengelola aset Perusahaan agar tidak berpotensi bangkrut.
3) Jika total keseluruhan Z-Score lebih dari 2,99 maka dapat dikategorikan bahwa Perusahaan tersebut memiliki kondisi keuangan yang sehat dan tidak mempunyai masalah dalam hal keuangan (non-bankrupt company).
b. Model Zmijewski X-Score Model X-Score yang ditemukan oleh Zmijewski pada tahun 1983 adalah riset yang diteliti selama 20 tahun dan dikaji ulang. Model ini menggunakan analisis rasio Leverage, Likuiditas dan mengukur kinerja dari suatu Perusahaan.
Rumusnya dihasilkan sebagai berikut:
X = -4,3 -4,5X1 +5,7X2 -0,004X3 Yang mana : X1 = ROA (Return on Assets) atau Net Income / Total Assets = Laba Bersih terhadap total aset X2 = Leverage (Dept Ratio) atau Total Liabilitas terhadap total aset X3 = Likuiditas (Current Ratio) atau Aset Lancar terhadap Kewajiban Lancar.
Berdasarkan keterangan rumus diatas jika skor yang didapatkan dari suatu Perusahaan dengan model Zmijewski X-Score kurang dari 0 maka Perusahaan diprediksi tidak berpotensi mengalami kebangkrutan. Sebaliknya, jika suatu Perusahaan memiliki skor melebihi 0 maka Perusahaan tersebut diprediksi mengalami kebangkrutan.
c. Model Grover Model Grover adalah model yang dikaji dalam penilaian ulang dan diciptakan untuk pendesainan baru terhadap model Altman Z-Score pada tahun 1968. Dalam model Grover menambahkan 13 rasio-rasio keuangan lain. Jeffrey S. Grover (2001) menggunakan 70 sampel Perusahaan dengan Perusahaan yang tidak bangkrut dan Perusahaan yang bangkrut pada tahun 1982 sampai 1996.
Menghasilkan rumus-rumus sebagai berikut:
G Score = 1,650X1 + 3,404X2 - 0,016X3 + 0,057
Keterangan :
X1 = Working capital / total assets
X2 = Earning before interest and taxes / total assets
X3 = ROA (net income/total assets)
Pada model Grover mengkategorikan suatu Perusahaan jika tidak mengalami kebangkrutan maka hasil dari perhitungan lebih atau sama dengan 0,01. Sedangkan Perusahaan yang dikategorikan mengalami kebangkrutan jika skor kurang dari atau sama dengan -0,02.
d. Model Flumer Flumer (1984) dalam analisis kebangkrutannya menggunakan analisis step wise multiple discriminant menggunakan 70 sampel Perusahaan dengan 30 tidak mengalami kebangkrutan dan 30 mengalami kebangkrutan.
Dalam model Flumer mengevauasi 40 rasio keuangan yang dilakukan menghasilkan rumus-rumus sebagai berikut:
H-Score = 5,52X11 + 0,212X21 + 0,073X31 + 1,27X41 – 0,12X51 +2,335X1 + 0,575X7 + 1,082X81 + 0,894X91 – 6,0751
Keterangan :
X1 = Retained_Earning_ / Total_ Assets1
X2 = Revenue / Total_Assets.
X3 = EBT / Total_Equity.
X4 = Cash_Flow_from_Operation_/ Total_Liabilities.
X5 = Total_Liabilities_/ Total_Equity.
X6 = Current_Liabilities_ / Total_Assets.
X7 = Log_(Fixed Assets).
X8 = Working_ Capital_/ Total_Liabilities.
X9 = Log_EBIT_/ Interest_Expense.
Pada model Flumer mengkategorikan suatu Perusahaan jika tidak mengalami kebangkrutan maka hasil dari analisisnya adalah H › 0. Sedangkan Perusahaan yang dikategorikan mengalami kebangkrutan jika skor kurang dari 0.
e. Model Springate Springate (1978) menggunakan metode yang sama dengan Altman Z- Score yaitu Multiple Discriminant Analysis (MDA) dengan mengumpulkan rasio rasio keuangan yang popular yang dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan. jumlah keseluruhan rasio awalnya yaitu 19 kemudian setelah diuji springate memilih 4 rasio yang dipercaya dapat membedakan antara Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan atau tidak mengalami kesulitan keuangan. Sampel yang digunakan springate berjumlah 40 Perusahaan dengan rumus sebagai berikut:
S = 1,03 X1 + 3,07 X2 + 0,66 X3 + 0,40 X4
Dimana :
X1 = Working capital to assets
X2 = Net profit before interest and taxes to total assets
X3 = Net profit before taxes to current liability
X4 = Saes to total assets
Pada model Springate mengkategorikan suatu Perusahaan jika tidak mengalami kebangkrutan maka hasil dari analisisnya adalah S > 0,862. Sedangkan Perusahaan yang dikategorikan mengalami kebangkrutan jika S < 0,862.
f. Model Ohlson Y-Score Ohlson (1980) analisis kebangkrutannya menggunakan analisis logistik menggunakan 1163 sampel Perusahaan dengan 105 tidak mengalami kebangkrutan dan 2058 mengalami kebangkrutan. dalam model Ohlson mengevauasi 9 rasio keuangan yang dilakukan menghasilkan rumus-rumus sebagai berikut:
O = -1,32 – 0,407 X1 + 6,03 X2 – 1,43 X3 + 0,0757 X4 – 2,37 X5 – 1,83 X6 + 0,285 X7 – 1,72 X8 – 0,521 X9
Keterangan :
X1 = LTAGNP_(log Total Assets / GNP indeks tingkat harga)
X2 = TLTA (Total liabilitas / Total Assets)
X3 = WCTA (Working Capital /Total Assets)
X4 = Current liabilitas / Current Assets
X5 = (1) jika total kewajiban melebihi total aset ; (0) jika yang lainnya
X6 = Laba bersih / Total aset
X7 = Dana yang tersedia dari kegiatan operasi / total hutang
X8 = (1) Jika laba bersih adalah negatif untuk dua tahun terakhir; (0) jika yang lainnya
X9 = Ukuran atas perubahan pada laba bersih
Berdasarkan nilai akhir pada model Ohlson maka profitabilitas dilihat dari 0 dan 1 mengkategorikan suatu Perusahaan jika tidak mengalami kebangkrutan maka hasil dari analisisnya adalah skor Ohlson < 0. Sedangkan Perusahaan yang dikategorikan mengalami kebangkrutan jika skor Ohson > 0.
G. Penelitian Terdahulu Metode analisis
Hasil Penelitian
1. Effendi (2017), Analisis prediksi Kebangkrutan dengan menggunakan Altman, Springate, Zmijewski, Foster dan Grover pada Emiten Jasa Transportasi. Model Zmijewski XScore, Model Altman ZScore, Model Springate SScore, Model Foster dan Model Grover Hasil rata-rata nilai Altman Z-Score selama periode 2012-2016 lima emiten Perusahaan jasa transportasi darat mengalami kondisi tidak sehat dan berpotensi bangkrut karena nilai Z dibawah 2,99. Dengan menggunakan model Springate diindikasikan lima emiten Perusahaan jasa transportasi darat mengalami kondisi keuangan tidak sehat karena nilai rata-rata tidak lebih dari 0,862. Sementara dengan menggunakan model Zmijewski empat Perusahaan berdasarkan nilai rata-ratanya skor yang di dapat kurang dari nol maka Perusahaan dalam kondisi sehat, sedangkan satu perusahaan berpotensi bangkrut karena nilai rata-rata di atas 0. Model Foster mengindikasikan bahwa ada tiga Perusahaan berpotensi mengalami kondisi keuangan tidak sehat karena nilai kurang dari 0,640, sementara dua Perusahaan lainnya dalam kondisi sehat dan keuangan Perusahaan stabil. Model Grover mengindikasikan dua Perusahaan berpotensi bangkrut dengan nilai rata-rata dibawah -0,02.
2. Damayanti (2019) Analisis Perbandingan Model Prediksi Kebangkrutan Altman dan Zmijewski di BEI periode 2011-2015 Model Altman ZScore dan Zmijewski XScore Hasil analisis diketahui bahwa periode tiga tahun model Altman mengklasifikasikan 4 Perusahaan berada pada kondisi kesulitan keuangan dan 3 Perusahaan diantaranya kondisi keuangannya sehat, sedangkan model zmijewski mengklasifikasikan 5 Perusahaan pada kondisi kesulitan keuangan dan 2 Perusahaan diantaranya kondisi keuangannya sehat.
3. Zahroh (2014), Prediksi kebangkrutan Analisis Model Altman pada sub sektor Textile mill product Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Model Altman ZScore Berdasarkan penelitiannya dengan menggunakan metode Altman dengan lima periode berturut-turut dari delapan Perusahaan, ada 6 Perusahaan berpotensi bangkrut, 1 Perusahaan mengalami grey area atau rawan dan 1 Perusahaan diantaranya kondisi keuangannya sehat.
4. Chairunisa (2015) Analisis Tingkat Kebangkrutan Pada Perusahaan Pertambangan Batubara Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Model Zmijewski XScore dan Altman ZScore Hasil analisis penelitiannya diketahui bahwa menggunakan metode Altman Z-Score jumlah Perusahaan yang berkategori sehat pada periode 2012-2014 terdapat 2 Perusahaan. Untuk Perusahaan yang mengalami gray area terdapat 2 Perusahaan, dan 13 diantaranya berpotensi bangkrut, Sedangkan analisis menggunakan metode Zmijewski X-Score ada 11 Perusahaan berkategori sehat pada tahun 2012 dan 2013. untuk 6 Perusahaan diantaranya berpotensi bangkrut
5. Supriati (2018) Anlisis perbandingan metode altman Zscore, springgate,Zmijewsky untuk memprediksi financialdistress pada Perusahaan manufaktur yang terdafar di bursa efek Indonesia (BEI) periode 2015-2017.
hasil analisis prediksi financial distress pada Perusahaan manufaktur dengan ketiga model tersebut sebagai berikut:
a. Model Springate mengklasifikasikan 44 Perusahaan terindikasi mengalami financial distress, dan 4 Perusahaan tidak terindikasi mengalami financial distress.
b. Model Zmijewski mengklasifikasikan 16 Perusahaan terindikasi mengalami financial distress, dan 32 Perusahaan tidak terindikasi mengalami financial distress.
c. Model Altman mengklasifikasikan 33 Perusahaan terindikasi mengalami financial distress, 8 Perusahaan berada pada zona rawan (grey) atau menuju kondisi terindikasi mengalami financial distress, dan 7 Perusahaan tidak terindikasi mengalami financial distress.
Sumber data Sekunder diolah tahun 2021
H. Kerangka Berfikir
Analisis kebangkrutan sangat dibutuhkan dalam memprediksi keuangan Perusahaan. Informasi ini sangat dibutuhkan para investor untuk mengambil langkah awal para manajemen guna mengantisipasi adanya potensi kesulitan keuangan dalam suatu Perusahaan yang akan di investasikan. Uraian tersebut maka dapat dilakukan penelitian untuk kedua motode yaitu Altman Z-Sore dan Zmijewski X-Score bagaimana hasil perbedaan dari kedua metode tersebut. Berdasarkan uraian penelitian, maka kerangka pemikiran yang diajukan dalam penelitian ini dapat menunjukkan melalui Perbedaan hasil dari Altman dan Zmijewski kebangkrutan Altman Z-Score Zmijewski X-Score Berdasarkan gambar kerangka berfikir diatas bahwa untuk menganalisis tingkat potensi kebangkrutan dari suatu perusahaan peneliti menggunakan dua metode yakni metode Altman Z-Score dan metode Zmijewski X-Score, dimana dapat memperbandingkan dari kedua metode tersebut, kemudian dari perbedaan hasil metode Altman Z-Score dan Zmijewski X-Score akan didapatkan hasil akurasi yang telah diperoleh.
I. Hipotesis
Menurut Martono (2010) hipotesis merupakan dugaan sementara yang kebenarannya bersifat praduga dan harus diuji atau rangkuman kesimpulan secara teoristis yang diperoleh dari tinjauan pustaka. Hipotesis juga memiliki arti sebagai pernyataan sebuah proposisi yang menyebutkan diantara sejumlah fakta ada hubungan tertentu. Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Diduga terdapat perbedaan hasil penilaian model Altman Z-Score dan Zmijewski X-Score dalam memprediksi potensi kebangkrutan pada Perusahaan semen yang Listing di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2016-2020”.
0 komentar:
Posting Komentar