KEBIJAKAN PENERTIBAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)
"Studi Implementasi Tentang Peraturan PKL dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima Perda No. 1 Tahun 2000"
Konsep
Kebijakan Publik
Sesuatu arah aksi yang diusulkan oleh
seorang, kelompok, ataupun pemerintah dalam sesuatu area tertentu yang
membagikan hambatan- hambatan serta peluang- peluang terhadap kebijakan yang
diusulkan, buat memakai serta menanggulangi dalam rangka menggapai sesuatu
tujuan ataupun merealisasikan sesuatu sasaran ataupun sesuatu iktikad tertentu
Carl Frederich dalam Budi Winarno
(2016: 20).
Riant Nugroho( 2014: 10) berkata kalau
kebijakan publik merupakan:
1. Upaya
pemerintah dalam menanggulangi segalah perkara dalam kehidupan sesuatu warga
baik Negeri ataupun wilayah.
2. Kebijakan
publik ialah kumpulan pemikiran atas perkara, yang diformulasikan oleh bermacam
pihak, baik langsung( pemerintah dalam secara universal) ataupun tidak
langsung( warga).
3. Kebijakan
publik ialah suatu ketentuan yang bertabiat resmi serta mengikat yang berarti
tiap anggota warga wajib bisa melaksanakannya.
4. Kebijakan
publik ialah usaha meramal masa depan dengan mencermati dinamika hari ini.
Selaku wujud prediksi hendak pergantian dalam mayarakat.
Thomas R Dye yang dilansir dari
Winarno( 2016: 19) berkata kalau kebijakan publik merupakan apapun yang
diseleksi oleh pemerintah buat dicoba ataupun tidak dicoba. Komentar Dye selaku
suatu batas buat memperjelas apa yang
jadi aksi
ataupun langkah yang dicoba ataupun tidak dicoba oleh pemerintah dalam menjawab
perkara dalam warga.
Riant Nugroho( 2014: 10) berkata
kalau kebijakan publik bukan ialah suatu proses ataupun gimana suatu kebijakan
nampak baik serta indah hendak namun gimana suatu kebijakan public dalam
merumuskan bersumber pada substansi permasalahan yang jadi bawah dari
terdapatnya formulasi suatu kebijakan. Jean Jacgues Rousseau( 1975) berkata
kalau ilham yang sangat sempurna dalam kebijakan publik, merupakan kontrak
antara rakyat dengan penguasa hendak hal- hal yang berarti apa yang wajib
dicoba buat menggapai tujuan bersama (
Riant Nugroho, 2014: 190).
2. 1. 1 Tujuan Kebijakan Publik
Guna utama
Negeri yakni kebijaksanaan, tanggung jawab dan sanggup menguasai apa yang jadi
kemauan dan gimana supaya biar warga bisa bergerak maju.
Perihal ini
amat sangat berhubungan dengan tujuan kebijakan publik( Riant Nugroho( 2017:
170):
1.
Mendistribusikan sumber energi Negeri kepada warga, tercantum alokatif,
realokatif, serta redistribusi, tercantum mengaborsi ataupun meresap sumber
energi kedalam Negeri.
2.
Mengendalikan versus menstabilisasi.
3.
Mendinamisasi versus menstabilisasi.
4. Menguatkan
Negeri versus menguatkan warga/ pasar.
2. 1. 2 Jenis- jenis kebijakan publik
Apa yang dicoba serta tidak dicoba oleh
pemerintah ialah suatu kebijakan, menunda kebijakanpun merupakan suatu
kebijakan sebab tiap kebijakan yang diambil.
jadi bawah apakah kebijakan tersebut
mempunyai nilai yang bernilai buat berjalannya roda pemerintahan dan kehidupan
ataupun keamanan warga ataupun tidak, hingga dalam kebijakan publik Riant
Nugroho( 2014: 187) membagi tipe kebijakan dalam sebagian tipe antara lain
selaku berikut:
1. Pembagian
awal dari kebijakan publik dijabarkan dalam arti dari kebijakan publik, ialah
awal hal- hal yang diputuskan oleh pemerintah buat tidak dikerjakan ataupun
dibiarkan.
2. Pembagian
tipe kebijakan publik yang kedua merupakan wujudnya. Kebijakan publik dalam
makna luas bisa dipecah jadi 2 kelompok ialah kebijakan dalam wujud peraturan-
peraturan pemerintah yang tertulis dalam peraturan perundang- undangan, serta
peraturan- peraturan tidak tertulis tetapi disepakati ialah yang diucap selaku
konveksi- konveksi.
3. Kebijakan
yang ketiga merupakan yang terbuat dalam wujud kerjasama antara pemerintah
serta legislative.
2. 1. 1 Mekanisme Kebijakan Publik
Konsep
sempurna dari hokum bagi Aristoteles dekat dengan keadilan( Nugroho: 2014).
Apalagi pada tingkatan yang sangat bawah bisa dikatakan kalau tujuan Negeri
bisa tercapai apabila terlah terbentuk keadilan dalam tingkatan yang sangat
bawah, barangkali kesejahteraan selaku prioritas setelah itu dibandingkan keadilan.
Kebijakan publik selaku suatu hukum berperan buat membenarkan tiap masyarakat
Negeri buat mendapatkan apa yang jadi haknya. Dengan demikian. Arti keadilan
tidak hanya distributive ataupun sama rata sama rasa melainkan pula yang
komunikatif ataupun bekerja hendak memetik hasil, serta yang bekerja lebih
banyak berhak atas hasil yang lebih banyak.
1. Ada isu kebijakan.
2. Isu kebijakan ini
setelah itu menggerakan pemerintah buat merumuskan kebijakan publik dalam
rangka menyelsaikan permasalahan tersebut.
3. Sehabis diformulasikan
setelah itu kebijakan publik ini dilaksanakan baik oleh pemerintah, warga, ataupun
pemerintah bersama warga.
4. Tetapi di dalamnya
proses formulasi, penerapan serta paksa penerapan dibutuhkan aksi pengendalian
yang mencakup monitoring, penilaian, pengganjaran selaku suatu siklus baru,
selaku evaluasi apakah kebijakan tersebut telah diformulasikan dengan baik
serta benar serta diimplementasikan dengan baik serta benar pula.
5. Implementasi kebijakan
bermuara kepada output yang bisa berbentuk kebijakan itu sendiri ataupun
khasiat langsung yang bisa dimanfaatkan oleh pemanfaat.
6. Didalam jangka panjang
kebijakan tersebut menciptakan outcome dalam wujud impak kebijakan yang
diharapkan terus menjadi tingkatkan tujuan yang hendak dicapai dengan kebijakan
tersebut.
Riant Nugroho(
2014: 199) membagikan nasihat yang bertabiat ideal- teoritis- metodologis ialah
tentang gimana siklus dari kebijakan publik.
2. 2. 1 Konsep Implementasi.
Sedangkan Merile S.
Grindle (1990) yang dilansir dari Winarno (2016: 135) membagikan pemikiran
tentang implementasi, berkata kalau secara universal, tugas implementasi
merupakan membentuk sesuatu kaitan( linkage) yang mempermudah tujuan- tujuan
kebijakan dapat direalisasikan selaku akibat dari satu aktivitas pemerintah.
Riplay serta Franklin yang
dilansir dari Winarno( 2016: 135) berkomentar kalau implementasi merupakan apa
yang terjalin sehabis undang- undang diresmikan yang membagikan otoritas
program, kebijakan, keuntungan( benefit) ataupun sesuatu tipe keluaran yang
nyata( tangible output). Sebutan implementasi menunjuk pada beberapa aktivitas
yang menjajaki statment maksut tentang tujuan- tujuan program- progam serta
hasil- hasil yang di idamkan oleh para pejabat pemerintah.
Van Metter serta Van Horn
yang dilansir dari( Anggara Sahya( 2014: 232) berkomentar kalau: implementasi
merupakan tindakan- tindakan yang dicoba oleh orang/ pejabat ataupun kelompok
pemerintah ataupun swasta yang ditunjukan pada tercapainya tujuan yang sudah
digariskan dalam keputusan kebijakan.
Charles Jones yang
dilansir dari Aneta Asna( 2010: 58- 59), berkata kalau implementasi kebijakan
merupakan sesuatu aktivitas yang dimaksutkan buat mengoperasikan suatu program
dengan mencermati 3 kegiatan utama aktivitas, ialah:
a) Organisasi, pembuatan
ataupun penyusunan kembali sumber energi, unit- unit dan tata cara buat mendukung
supaya program berjalan.
b) Interpretasi,
menafsirkan supaya program jadi rencana serta pengarahan yang pas serta bisa
diterima dan dilaksanakan, dan
c) Aplikasi( pelaksanaan),
berkaitan dengan pelaksanaaan aktivitas teratur yang meliputi penyediaan benda
serta jasa.
2. 2. 1 Model Implementasi
Edward III yang dilansir
dari Anggara Sahya( 2014: 250- 254), ialah terdapat 4 aspek kritis yang
pengaruhi keberhasilan ataupun kegagalan implementasi, ialah: komunikasi,
sumber energi, disposisi ataupun perilaku pelaksana, serta struktur birokrasi.
a. Komunikasi mempunyai
kedudukan/ guna yang lumayan berarti buat memastikan keberhasilan kebijakan
public dalam implementasinya. Berikutnya, dia mengemukakan 3 penanda
keberhasilan komunikasi dalam konteks kebijakan, ialah: selaku berikut: transmisi,
kejelasan dan konsistensi.
b. Sumber Energi. Sumber
energi yang dibutuhkan dalam implementasi bagi Edwards III, ialah selaku berikut:
Staf, Data, Kewenangan dan Sarana Raga.
c. Dis posisi merupakan
perilaku serta komitmen dari pelaksana terhadap kebijakan ataupun program yang
wajib dilaksanakan sebab tiap kebijakan memerlukan pelaksana- pelaksana yang
mempunyai hasrat kokoh serta komitmen yang besar supaya sanggup menggapai
tujuan kebijakan yang diharapkan. Terdapat 3 faktor utama yang pengaruhi
keahlian serta keinginan aparat pelaksana buat melakukan kebijakan, antara lain
semacam: Kognisi, Arahan serta Asumsi pelaksana dan keseriusan reaksi ataupun
asumsi pelaksana.
d. Struktur Birokrasi
Edwards III merupakan mekanisme kerja yang dibangun buat mengelola penerapan
suatu kebijakan. Dia menekankan butuh terdapatnya( Standart Operating
Procedure) dan fragmentasi. Foto 2: Model Implementasi Edward III. Sumber:
Anggara Sahya (2014: 250- 254).
Alibi:
aku memakai Teori dari
George C, Edward III sebab bagi aku teori gampang dimengerti serta lebih sesuai
buat mengukur suatu keberhasilan dalam implementasi tentang penertibaan orang
dagang Kaki di pasar Mergan Kota Malang. Implementasi kebijakan secara instan
membutuhkan terdapatnya sebagian komponen yang terpaut sehingga menjadikanya
lebih terencana. Model implementasi kebijakan publik yang dikemukakan oleh
Edward menunjuk 4 variabel yang berfungsi berarti dalam keberhasilan
impelementasi. 4 variabel tersebut merupakan Komunikasi, Sumber energi, Disposisi,
serta Struktur birokrasi.
2. 3 Partisipasi
Masyarakat
2. 3. 1 Konsep Partisipasi
Masyarakat.
Partisipasi Warga terdiri
atas 2 kata ialah partisipasi dalam Bahasa Inggris ialah participation yang
maksudnya pengambilan bagian dari pengikutsertaan. Sebaliknya Warga dalam
Bahasa Inggris ialah society yang berarti perkumpulan, perhimpunan serta
lembaga. Ini berarti partisipasi warga ialah mengikutsertakan banyak orang
ataupun perkumpuan. Bagi Aziz Turindra (2011: 11), terdapat sebagian tahapan
partisipasi warga ialah:
1. Sesi partisipasi dalam
pengambilan keputusan
Pada biasanya, tiap
kebijakan penetiban yang sasarannya orang dagang kaki 5 hendaknya tiap pihak
Birokrasi yang mempunya kedudukan berarti dalam membuat kebijakan wajib
mengaitkan warga berdagang supaya pengambilan keputusan dapat pas pada sasaran.
2. Sesi Partisipasi dalam
Perencanan penertiban.
Partisipasi dalam sesi
perencanan ialah sesi yang sangat timggi tingkatnnya yang diukur dari derajat
keterlibatnya. Dalam sesi perencanan, orang sekalian diajak buat turut membuat
keputusan yang mencakup merumuskan tujuan, iktikad serta sasaran.
3. Sesi Partisipasi dalam
penerapan penertiban
Partisipasi warga dalam
pelaksanan penertiban dimaksud selaku keterlibatan serta pemahaman dari warga
berdagang sendiri, supaya melindungi keelokan serta kenyamanan pasar dengan
berkerja sama supaya daganganya di jual pada tempat yang telah disedikan
ataupun pakai tempat yang benar layak unuk berjual dagannya.
4. Sesi Partisipasi dalam
pemantauan serta Penilaian pelaksanan penertiban Partisipasi warga berdagang
dalam sesi pelaksanan menimpa kebijakan yang buat oleh pemerintah sangat
dibutuhkan. Perihal ini dimaksdukan bukan hanya buat tercapainya tujuan, namun
pula dibutuhkan buat mendaptkan umpan balik tentang masalah- permasalahan serta
hambatan yang timbul dalam pelaksanan penertiban orang dagang kaki
5.Partisipasi warga dalam mengumpulkan data yang berkaitan dengan pertumbuhan
tentang penertiban orang dagang kaki 5 serta sikap aparat dalam kebijkan
penertiban orang dagang kaki 5 sanga dibutuhkan.
1. Sesi Partisipasi dalam
Pemanfaatan dalam hasil implementasi Partispiasi dalam pemanfataan hasil
pelaksanan penertiban orang dagang kaki 5 ialah perihal yang berarti tetapi
kerap kali terlupakan. Sementara itu tujuan dari pelaksanan penertiban orang
dagang kaki 5 yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Kota Malang guna buat
memperbaik mutu
hidup warga banyak secara
universal, sehingga keelokan kota serta kebersihan jadi tujuan utama. Bila
warga orang dagang kaki 5 berpartisipasi dalam mempraktikkan seluruh kebijkaan
yang telah terbuat oleh pemerintah, hingga kasus penertiban dapat meminilisir
tiap problem yang berlawanan dengan kenyamanan serta keelokan sehingga
memwujudkan pasar yang tertata apik, nyaman serta tertib.
2. 3. 2. Penafsiran
Partisipasi
Partisipasi bisa berarti
selaku pengikutsertan ataupun kedudukan dalam sesuatu aktivitas bersama(
Sumaryadi, 2010: 14). Partisipasi bisa pula berarti kalau pembentuk keputusan
menganjurkan kelompok ataupun warga buat turut ikut serta dalam wujud
penyampaian anjuran ataupun komentar. Partisipasi pula bisa dimaksud selaku
keterlibatan aktif dari seorang ataupun sekelompok orang( warga) secara sadar
buat berkontribusi secara sukarela dalam mengimplementasikan kebijakan yang
telah diatur, dan ikut serta mulai dari sesi proses pelaksanan sampai samapai
di implementasikan dari kebijkan itu
(Hajar, dkk,, 2018). Utamanya partisipasi merupakan mengaitkan warga
dalam proses pengambilan keputusan, membagikan hak suara kepada masyarakat
dalam proses pengambilan keputusan, mendesak serta mengaitkan masyarakat dan
menyatukan tujuan. Tipologi Partisipasi Warga bagi Pretty (dalam Wignyo, 2009:
15) Memilki 7 tingkatan berbeda, mulai dari partisipasi pasif sampai ke
mobilisasi selaku berikut:
1. Sesi Partisipasi dalam
Pemanfaatan dalam hasil implementasi Partispiasi dalam pemanfataan hasil
pelaksanan penertiban orang dagang kaki 5 ialah perihal yang berarti tetapi
kerap kali terlupakan. Sementara itu tujuan dari pelaksanan penertiban orang
dagang kaki 5 yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Kota Malang guna buat
memperbaik mutu
hidup warga banyak secara
universal, sehingga keelokan kota serta kebersihan jadi tujuan utama. Bila
warga orang dagang kaki 5 berpartisipasi dalam mempraktikkan seluruh kebijkaan
yang telah terbuat oleh pemerintah, hingga kasus penertiban dapat meminilisir
tiap problem yang berlawanan dengan kenyamanan serta keelokan sehingga
memwujudkan pasar yang tertata apik, nyaman serta tertib.
2. 3. 2. Penafsiran
Partisipasi
Partisipasi bisa berarti
selaku pengikutsertan ataupun kedudukan dalam sesuatu aktivitas bersama(
Sumaryadi, 2010: 14). Partisipasi bisa pula berarti kalau pembentuk keputusan
menganjurkan kelompok ataupun warga buat turut ikut serta dalam wujud
penyampaian anjuran ataupun komentar. Partisipasi pula bisa dimaksud selaku
keterlibatan aktif dari seorang ataupun sekelompok orang( warga) secara sadar
buat berkontribusi secara sukarela dalam mengimplementasikan kebijakan yang
telah diatur, dan ikut serta mulai dari sesi proses pelaksanan sampai samapai
di implementasikan dari kebijkan itu ( Hajar, dkk,, 2018).
Utamanya partisipasi
merupakan mengaitkan warga dalam proses pengambilan keputusan, membagikan hak
suara kepada masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, mendesak serta
mengaitkan masyarakat
dan menyatukan tujuan.
Tipologi Partisipasi Warga bagi Pretty( dalam Wignyo, 2009: 15) Memilki 7
tingkatan berbeda, mulai dari partisipasi pasif sampai ke mobilisasi selaku
berikut:
1. Partisipasi pasif
Warga berpartisipasi
melalui pesan yang di informasikan menimpa apa yang sudah terjalin. Penyampaian
pesan ini merupakan sepihak oleh administrator ataupun pemimpin tanpa mendengar
tangapan warga. Data yang dibagikan cuma buat handal luar( bukan warga).
2. Partisipasi informatif
Warga berpartisipasi
dengan menanggapi persoalan yang diajukan oleh periset dengan memakai persoalan
survey ataupun pendekatan seragam. Mereka tidak memiliki peluang dalam proses.
Kelompok ini mengambil kendali atas keputusan, sehingga warga bisa
mempertahankan struktur- struktur yang terdapat.
3. Partisipasi lewat
konsultasi
Warga berpartisipasi
dengan konsultasikan serta orang luar mendengar komentar mereka. proses
konsultasi ini tidak mengaitkan dalam proses pengambilan keputusan, serta
handal luar tidak berkewajiban menumpang aspirasi warga.
4. Partisipasi sebab
insentif material
Warga berpartisipasi
dengan dengan membagikan sumber energi semacam tenaga dengan imbalan santapan,
duit, ataupun wujud insentif lain.
Pendekatan ini
banyak digunakan dalam pengelolaan lahan pertanian tercantum dalam jenis ini,
petani sediakan lahan namun tidak ikut serta dalam proses eksperimen serta
pendidikan. Kedudukan dan semacam ini biasa nampak namun penduduk tidak
memiliki kepentingan lagi buat memperpanjang kegiatan ini begitu insentifnya
habis.
5. Partisipasi Fungsional
Warga berpartisipasi
dengan membentuk kelompok buat penuhi tujuan. Keterlibatan semacam ini cendrung
bergantung pada fasilitator serta orang luar, meski bisa jadi nantinya dapat
berganti jadi mandiri.
6. Partisipasi interktif
Warga berpartisipasi lewat
pengamatan bersama, yang diperuntukan pada penataan rencana kerja ataupun
memmperkuat lembaga yang terdapat.
7. Mobilisasi diri
Masyrakat berpartisipasi
dengan berinisiatif tanpa ketergantungan pada
lembaga luar buat
mengganti sistem. Mereka meningkatkan kontak dengan institusi luar buat
sumberdaya serta saran- saran yang mereka perlukan tetapi senantiasa
mempertahankan kontrol atas pemakaian sumberdaya tersebut.
1. Partisipasi sebab
insentif material
Warga berpartisipasi
dengan dengan membagikan sumber energi semacam tenaga dengan imbalan santapan,
duit, ataupun wujud insentif lain.
Pendekatan ini banyak digunakan dalam pengelolaan lahan pertanian tercantum dalam jenis ini, petani sediakan lahan namun tidak ikut serta dalam proses eksperimen serta pendidikan. Kedudukan dan semacam ini biasa nampak namun penduduk tidak memiliki kepentingan lagi buat memperpanjang kegiatan ini begitu insentifnya habis.
2. Partisipasi Fungsional
Warga berpartisipasi
dengan membentuk kelompok buat penuhi tujuan. Keterlibatan semacam ini cendrung
bergantung pada fasilitator serta orang luar, meski bisa jadi nantinya dapat
berganti jadi mandiri.
3. Partisipasi interktif
Warga berpartisipasi lewat
pengamatan bersama, yang diperuntukan pada penataan rencana kerja ataupun
memmperkuat lembaga yang terdapat.
4. Mobilisasi diri
Masyrakat berpartisipasi
dengan berinisiatif tanpa ketergantungan pada lembaga luar buat mengganti
sistem. Mereka meningkatkan kontak dengan institusi luar buat sumberdaya serta
saran- saran yang mereka perlukan tetapi senantiasa mempertahankan kontrol atas
pemakaian sumberdaya tersebut.
2. 4 Pedagang Kaki 5( PKL)
2. 4 1. Penafsiran Orang dagang kaki Lima
Padagang Kaki 5 dalam zona
ekonomi( LPPM USU, 2002: 10) bisa dikemukakan selaku berikut:
1. Penggunan ruang public
semacam jalan- jalan universal bukan buat guna semestinya bisa membahayakan
orang lain ataupun PKL itu sendiri.
2. Pencemaran yang dicoba
kerap diabaikan oleh PKL, pola kegiatannya tidak tertib baik dalam makna posisi
ataupun jam kerjanya.
3. Sebagian besar PKL
tidak menemukan proteksi dari ancaman jiwa, kesehatan ataupun jaminan masa
depan. Efek semacam itu belum menemukan atensi, Sebab atensi masih tertuju pada
pemenuhan kebutuhan pokok.
4. Mungkin terbentuknya
persaingan tidak sehat antara penguasa yang membayar pajak formal dengan
pelakon ekonomi informal yang tidak membayar pajak formal.
5. Munculnya“ parallel structure“ ialah kerangka aliran duit yang berbentuk setoran diluar aliran duit formal ataupun pajak ke pemerintah. Perihal tersebut menimbulkan ketergnatungan sebagian oknum pemerintah pada keberadaan PKL.
Dalam
Kurniadi( 2004: 32) mengartikan sebutan orang dagang Kaki 5 selaku orang dagang
yang melaksanakan usaha kegiatannya, sehingga usaha dagang perorangan ataupun
kelompok yang jalan dalam melaksanakan
usaha ataupun kegiatannya ataupun berjalan di trotoar yang dulu berdimensi
lebar berlima kaki, yang umumnya mengambil tempat ataupun lokasi didaerah-
daerah keramaian universal semacam didepan pertokoaan, pasar, perkantora,
sekolah serta lain- lain.
Bagi Damsar(
2002: 51) Orang dagang Kaki 5 merupakan mereka yang melaksanakan aktivitas
usaha dagang dalam perorangan ataupun kelompok yang dalam melaksanakan usahanya
memakai tempat- tempat sarana universal, semacam trotoal, pinggir- pinggir
jalur universal, serta lain sebagainya. orang dagang yang melaksanakan
aktivitas dalam jangka waktu tertentu dengan memakai fasilitas ataupun
peralatan yang gampang dipindahkan, dibongkar pasang serta mempergunakan lahan
sarana universal.
Bagi Nugroho(
2003: 159) Orang dagang Kaki 5 ataupun disingkat dengan PKL merupakan sebutan
buat menyebut penjala dagangan yang melaksanakan aktivitas dagangan yang
melaksanakan komersial diatas kepunyaan jalur yang diperuntukkan buat penjalan
kaki. sehingga terdapat pemikiran kalau terdapat 3 roda ataupun 2 roda serta
satu kaki. Orang dagang Kaki 5( PKL) Bagi Peraturan Wilayah Kota Malang Nomor 1
Tahun 2000 tentang pengaturan serta pembinaan pembinaan orang dagang kaki 5,
Bab 1 Syarat universal pasal 1 ayat 5, orang dagang kaki 5 merupakan orang
dagang yang melaksanakan usaha perdagangan non resmi dengan memakai lahan
terbuka serta ataupun tertutup, sebagian sarana universal yang didetetapkan
oleh pemerintah Wilayah selaku tempat aktivitas usahanya baik dengan mengunakan
perlengkapan bergerak ataupun tidak bergerak seseuai dengan pekerjaan yang
mereka jalani. Oleh karena itu, PKL bisa dikira selaku aktivitas ekonomi warga
kelas dasar.
PKL memanglah
pelakon ekonomi di pinggir jalur serta ialah warga miskin serta warga marjinal.
PKL dalam melaksanakan aktivitasnya dimana benda dagangnya dinaikan dengan
gerobak dorong. Bertabiat sedangkan,
dengan alas tikar tanpa meja dan mengenakan ataupun tanpa tenda, mayoritas
jarak tempat usahannya antara mereka tidak dibatasi oleh batas- batasan yang
jelas. Para PKL saat ini tidak memiliki
kepastian sebagaiaman dalam hak atas
tempat usahanya.
. 4. 2 Ciri- ciri Orang dagang Kaki Lima
Buat dapat
membedakan PKL dengan orang dagang lain para pakar juga mengemukan komentar
mereka menimpa identitas PKL warga dapat membedakan PKL dengan orang dagang
lain, Identitas universal PKL yang dikemukakan oleh kartono dkk( 1998: 3- 7),
ialah:
a. ialah orang
dagang pula sekalian produsen.
b. terdapat
yang menetap pada posisi tertentu, terdapat yang bergerak dari tempat satu
ketempat yang lain.( Memakai pikulan, kereta dorongan, tempat ataupun stan yang
tidak permanen dan bongkar pasang).
c. mutu
beberapa barang yang diperdagangkan relatif rendah serta umumnya tidak
berstandar.
d. volume
peredaran tidak seberapa besar, para pembelimerupakan pembeli yang berdaya beli
rendah.
e. biasanya
bermodal kecil, kadangkala cuma ialah perlengkapan untuk owner modal dengan
memperoleh hanya komisi selaku imbalan atas jerih payanya.
f. Tawar-
menawar buat penjual serta pembeli ialah kedekatan karakteristik yang khas pada
usaha orang dagang kaki 5.
Ada pula
identitas bagi susanto( 2006: 25), yakni:.
a) Aktivitas
usaha, tidak terorganisir dengan baik.
b) Tidak
mempunyai pesan izin usaha.
c) Tidak
tertib dalam aktivitas usaha, baik ditinjau dari tempat usaha ataupun jam
kerja.
d) Bergerombol
di trotoar
e) Menjajakan
benda dagangannya sembari berteriak, kadang- kadang mereka berlari mendekati
konsumen.
2. 5. Ciri
orang dagang Kaki Lima
2. 5. 1 Pedagang Kaki 5 mempunyai identitas pokok zona
informal.
Berdasarakan
penelitian- riset yang sudah dicoba terdapat sebagian ciri orang dagang Kaki 5.
Bagi kartini kartono, dkk( dalam A. Widodo, 2000: 29) terdapat 21 ciri orang
dagang kaki 5.
1) Kelompok
orang dagang yang kadang- kadang selaku produsen, ialah orang dagang santapan
serta minuman yang memasaknya sendiri.
2) Orang
dagang kaki 5 membagikan konotasi pada mereka biasanya menjajakan benda
daganganya pada gelaran tikar pada pingiran jalur serta di depan toko yang di
anggap strategis, orang dagang yang memakai meja, kereta dorong, serta kios
kecil.
3) Orang
dagang kaki 5 pada biasanya bermodal kecil, apalagi kerap dimanfaatkan owner
modal dengan membagikan komisi selaku jerih payah.
4) Orang
dagang Kaki 5 yang biasanya bermodal kecil, apalagi kerap dimanfaatkan owner
modal dengan membagikan komisi selaku jerih payah.
5) Pada
biasanya PKL merupakan kelompok marginal apalagi terdapat pula yang masuk dalam
kelompok sub marginal.
6) Pada
biasanya mutu pada benda yang dijual kualitasnya relatif rendah, apalagi
terdapat yang spesial menjual barang- barng dengan keadaan sedikit cacat dengan
harga murah.
7) Omzet
penjualan PKL pada biasanya tidak besar.
8) Pada
pembeli pada biasanya berdaya rendah.
9) Tidak
sering ditemui PKL yang berhasil secara ekonomi sehingga kesusahan bertambah
dalam jenjang hirarki orang dagang.
10) Pada
biasanya PKL ialah usaha. Diamana anggota keluarga ikut menolong dalam usaha
tersebut.
11) Mempunya
watak one man enterprise
12) Benda yang
ditawarkan PKL umumnya lebih rendah serta biayanya tidak tetap
13) Tawar
menawar antara pembeli serta orang dagang ialah karakteristik yang khas pada
usaha perdagangan kaki 5.
14) Sebagian
PKL melakukan secara penuh dalam waktu senggang dalam rangka usaha menggapai
pemasukan bonus.
15) Sebagian
PKL melakukan pekerjaan secara musiman serta tipe benda daganganya berubah-
ganti.
16)
Benda–barang yang dijual PKL umumnya ialah benda yang universal, tidak sering
sekali PKL menjual benda yang spesial.
17) Pada
biasanya PKL berdagang pada keadaan tidak tenang, sebab khawatir sewaktu- waktu
usaha mereka ditertibkan serta diberhentikan oleh pihak yang berwenang.
18) Warga
kerap berangapana kalau para PKL merupakan kelompok yang menduduki status
sosial yang rendah dalam warga.
19) Mengingat
terdapatnya aspek pertentangan kepentingan, kelompok PKL merupakan kelompok
yang susah bersatu dalam bidang ekonomi walaupun perasan setia kawan yang kokoh
diantara mereka
20) Pada
biasanya waktu kerja tidak menampilkan pola yang senantiasa, perihal in
menampilkan pada karakteristik perusahan
21)
Perorangan.
22) PKL
memiliki jiwa yang kokoh.
2. 5. 2.
Pemicu Timbulnya Orang dagang Kaki Lima ( PK).
Bagi Gilang
Permadi, S. S ( 2007: 67) dalam bukunya, pemicu timbulnya orang dagang kaki 5
merupakan selaku berikut:
1. Kesusahan
Ekonomi.
Krisis
keuangan yang terjalin disekitar tahun 1997- 1999, menimbulkan banyak orangn
yang kehilagan pekerjaan ataupun menggangur serta memilah buat jadi warga orang
dagang kaki 5.
2. Sempitanya
Lapangan Pekerjaan.
Dari sempitnya
lapangan pekerjaan, banyak orang yang menggangur, dari sana mereka memilah jadi
orang dagang kaki 5 sebab modalnya kecil serta tidak butuh kios ataupun toko
buat membuka usahanya.
3. Urbanisasi.
Perpindahan
dari Desa ke kota dengan tujuan buat mencari pekerjaan tetapi sebab bermodal
pembelajaran serta keahlian yang tidak menunjang, sehingga membuat orang buat
memilah jadi orang dagang kaki 5. Dengan terdapatnya peraturan menimpa
tanggunag jawab pemerintah dalam UUD 1945, perihal ini menampilkan kalau
Neagara Indonesia merupakan Negeri Hukum.
Fenomena orang
dagang kaki 5 telah ialah kasus yang nasional, sebab di tiap kota tentu
terdapat permasalahan orang dagang kaki 5. Orang dagang kaki 5 timbul sebab:
1. Terdapatnya
sesuatu keadaan pembanguann perekonomian serta pembelajaran yang tidak
menyeluruh di segala Negeri kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah dalam
perihal ini sesungguhnya mempunyai tanggung jawab didalam melakukan pembangunan
bidang pembelajaran serta bidang perekonomian.
2. PKL ini
pula mencuat sebab akibat tidak tersedianya lapangan pekerjaan untuk rakyat
kecil yang tidak mempunyai keahlian serta berproduksi. Dalam perihal ini
pemerintah memiliki tanggung jawab penuh dalam penyediaan lapangan pekerjaan
buat warga kecil yang tidak sanggup.
3. Terdapatnya
sifat ataupun mental dari pihak Birokrat yang Korupsi. Telah terdapat Dana baik
itu Rancangan Anggaran Penadapatan Belanja Negara ( APBN), Rancangan Anggaran
Pemasukan Bealanja Daerah ( APBD),
ataupun
dorongan dari Negara- negara maju yang didalamnya guna buat menuntaskan
masalaah kemiskinan namun dana tersebut tidak di realisasikan dananya kemana.
Kejelasan serta keguanan dari dana tetsebut warga tidak menerima ataupun
meraskan dorongan dari dana tersebut.
2. 5. 3. Wujud Fasilitas Perdagangan Orang dagang Kaki 5( PKL).
Wujud fasilitas
perdagangan yang dipergunakan oleh para orang dagang kaki 5 dalam menkalankan
aktivitasnya sangat bermacam- macam. Fasilitas yang digaunakan selaku berikut:
1. Gerobak/ Kereta Dorong
Wujud fasilitas ini
terdiri dari 2 berbagai ialah gerobak dorong yang terdapat atap fan gerobak
dorong yang tidak terdapat atap buat melindungi benda dagangannya dari cuaca.
2. Pikulan/ keranjang
Wujud fasilitas
perdagangan ini dugunakan PKL keliling ataupun semi permanen yang kerap
ditemukan pada PKL yang berjualan tipe benda serta minuman. Wujud ini diartikan
supaya benda dangangan gampang dibawah ataupun bisa berpindah temapat.
3. Warung semi permanen.
Terdiri dari sebagian
gerobaak ataupun kereta dorong yang diatur sedemikian rupa yang secara berderet
serta dilengakapi dengan sofa serta meja. Bagian atap serta sekelilimgnya dapat
ditutup dengan pelindung yang dibuat dari kain plasti, terpal ataupun yang yang
lain yang tidak bisa tembus air. Berdasarakan fasilitas usaha tersebut,
peadagang kaki 5 ini bisa dikategorikan orang dagang permanen yang biasanya
buat tipe dagangan santapan serta minuman.
4. Kios
Wujud fasilitas orang
dagang kaki 5 yang memakai papan yang diatur sedemikian rupa sehingga menyamai
suatu dinding semi permanen, yang mana orang dagang bersangkutan pula tinggal
ditempat tersebut. Orang dagang kaki 5 bisa dikategorikan selaku pedagang
menetap.
5. Jengko/ Meja.
Kios wujud fasilitas Orang
dagang kaki 5 ini memakai mejak Jongko serta beratap, fasilitas ini
dikategorikan tipe orang dagang kaki 5 yang menetap.
6. Gelaran/ Alas.
Orang dagang kaki 5
memakai alas berbentuk tikar, kain ataupun yang lain buat menjajakan dagangannya.
Bersumber pada fasilitas tersebut, orang dagang kaki 5 ini bisa dikategorikan
dalam kegiatan semi permanen. Biasanya bisa ditemukan pada orang dagang kaki 5
yang berjualan benda kelontong serta santapan ataupun tipe dagangan yang jualan
yang lain.
2. 5. 3. Wujud Fasilitas
Perdagangan Orang dagang Kaki 5( PKL).
Wujud fasilitas
perdagangan yang dipergunakan oleh para orang dagang kaki 5 dalam menkalankan
aktivitasnya sangat bermacam- macam. Fasilitas yang digaunakan selaku berikut:
1. Gerobak/ Kereta Dorong
Wujud fasilitas ini
terdiri dari 2 berbagai ialah gerobak dorong yang terdapat atap fan gerobak
dorong yang tidak terdapat atap buat melindungi benda dagangannya dari cuaca.
2. Pikulan/ keranjang
Wujud fasilitas
perdagangan ini dugunakan PKL keliling ataupun semi permanen yang kerap
ditemukan pada PKL yang berjualan tipe benda serta minuman. Wujud ini diartikan
supaya benda dangangan gampang dibawah ataupun bisa berpindah temapat.
3. Warung semi permanen.
Terdiri dari sebagian
gerobaak ataupun kereta dorong yang diatur sedemikian rupa yang secara berderet
serta dilengakapi dengan sofa serta meja. Bagian atap serta sekelilimgnya dapat
ditutup dengan pelindung yang dibuat dari kain plasti, terpal ataupun yang yang
lain yang tidak bisa tembus air. Berdasarakan fasilitas usaha tersebut,
peadagang kaki 5 ini bisa dikategorikan orang dagang permanen yang biasanya
buat tipe dagangan santapan serta minuman.
4. Kios
Wujud fasilitas orang
dagang kaki 5 yang memakai papan yang diatur sedemikian rupa sehingga menyamai
suatu dinding semi permanen, yang mana orang dagang bersangkutan pula tinggal
ditempat tersebut. Orang dagang kaki 5 bisa dikategorikan selaku pedagang menetap.
5. Jengko/ Meja.
Kios wujud fasilitas Orang
dagang kaki 5 ini memakai mejak Jongko serta beratap, fasilitas ini
dikategorikan tipe orang dagang kaki 5 yang menetap.
6. Gelaran/ Alas.
Orang dagang kaki 5
memakai alas berbentuk tikar, kain ataupun yang lain buat menjajakan
dagangannya. Bersumber pada fasilitas tersebut, orang dagang kaki 5 ini bisa
dikategorikan dalam kegiatan semi permanen. Biasanya bisa ditemukan pada orang
daang kaki 5 yang berjualan benda kelontong serta santapan ataupun tipe
dagangan yang jualan yang lain.
2. 5. 3. Wujud Fasilitas
Perdagangan Orang dagang Kaki 5( PKL).
Wujud fasilitas
perdagangan yang dipergunakan oleh para orang dagang kaki 5 dalam menkalankan
aktivitasnya sangat bermacam- macam. Fasilitas yang digaunakan selaku berikut:
1. Gerobak/ Kereta Dorong
Wujud fasilitas ini
terdiri dari 2 berbagai ialah gerobak dorong yang terdapat atap fan gerobak
dorong yang tidak terdapat atap buat melindungi benda dagangannya dari cuaca.
2. Pikulan/ keranjang
Wujud fasilitas
perdagangan ini dugunakan PKL keliling ataupun semi permanen yang kerap
ditemukan pada PKL yang berjualan tipe benda serta minuman. Wujud ini diartikan
supaya benda dangangan gampang dibawah ataupun bisa berpindah temapat.
3. Warung semi permanen.
Terdiri dari sebagian
gerobaak ataupun kereta dorong yang diatur
sedemikian rupa yang
secara berderet serta dilengakapi dengan sofa serta meja. Bagian atap
serta sekelilimgnya dapat
ditutup dengan pelindung yang dibuat dari kain plasti, terpal ataupun yang yang
lain yang tidak bisa tembus air. Berdasarakan fasilitas usaha tersebut,
peadagang kaki 5 ini bisa dikategorikan orang dagang permanen yang biasanya
buat tipe dagangan santapan serta minuman.
4. Kios
Wujud fasilitas orang
dagang kaki 5 yang memakai papan yang diatur sedemikian rupa sehingga menyamai
suatu dinding semi permanen, yang mana orang dagang bersangkutan pula tinggal
ditempat tersebut.
Orang dagang kaki 5 bisa
dikategorikan selaku pedagang
menetap.
5. Jengko/ Meja.
Kios wujud fasilitas Orang
dagang kaki 5 ini memakai mejak Jongko serta beratap, fasilitas ini
dikategorikan tipe orang dagang kaki 5 yang menetap.
6. Gelaran/ Alas.
Orang dagang kaki 5
memakai alas berbentuk tikar, kain ataupun yang lain buat menjajakan
dagangannya. Bersumber pada fasilitas tersebut, orang dagang kaki 5 ini bisa
dikategorikan dalam kegiatan semi permanen. Biasanya bisa ditemukan pada orang
dagang kaki 5 yang berjualan benda kelontong serta santapan ataupun tipe dagangan
yang jualan yang lain.
5. 5. 4. Posisi serta
Waktu Berdagang PKL.
Tujuan utama dari
aktivitas perdagangan adalah buat menjual benda dagangan buat guna menemukan
keuntungan. Biasanya suatu aktivitas perdagagan dicoba ditempat- tempat yang
gampang dijangkau oleh konsumen. Begitu pula dengan aktivitas perdagangan PKL
yang menjual dengan dilokasi– lokasi yang ramai, guna buat mendapatkan
keuntungan ekonomi. Sasaran penjualan produk PKL diperuntukan pada warga yang
dari kalangan ekonomi yang menengah ke dasar, sehingga harga yang ditawarkan
relatif murah bila dibnadingkan dengan harga terdapat jual di pertokohan
biayanya jauh berbeda serta cendrung harga yang mahal dan sangat susah benda
jualannya buat ingin ditawarkan oleh para warga konsumen ataupun pembeli.
Haryeti ( 2002)
menerangkan ada sebagian aspek yang pengaruhi posisi aktivitas dagang PKL
ialah:
1. Faktor keramaian
Posisi.
2. Mungkin Para konsumen
belanjanya besar,
3. Kenyamanan serta
Keamanan. Posisi Peadgang kaki Lima yang nyaman serta aman, merupakan sesuatu
posisi yang leluasa dari ancaman yang menggangu. Semacam kendala dari orang–orang
yang rampok dagangannya.
2. 5. 5. Ketertibaan Umum.
Kedisiplinan universal
diketahui dengan bermacam sebutan, dalam bahasa prancis“ orde publik”, dalam
bahasa jerman“ vorbehhaltklausel”, serta di Negara- negara dengan sistem diucap
publik policy. Sebutan policy dipergunakan buat membuktikan pengaruh yang besar
dari faktor- faktor politik, dalam perihal memastikan terdapat tidak ketrtibaan
universal. Kekertibaan universal memegang peranan berarti, dalam makna tiap
sistem Negeri manapun membutuhkan ancaman ataupun“ rem darurat“ yang diucap
dengan sebutan ketertibaan universal( Limbong, 2006: 113).
Bagi Kantamadja( Dalam
Limbong, 2006: 34) ketertibaan universal dalam makna luas ialah kata lain dari
kepentingan universal, merupakan menggapai tujuan Negeri” warga adil serta
makmur”. Aspek ketertibaan universal ialah sesuatu kebutuhan warga kota ataupun
warga pedesaaan.
Dengan ketertibaan
universal ada sesuatu kondisi yang menyangkut penyelenggaran kehidupan manusia
selaku kedidupan bersama dalam kebutuhan tiap hari yang sangat erat kaitannya.
keadaaan tertib yang universal sesuatu kepantasan minimun yang dibutuhkan,
sehingga kehidupan bersama tidak berganti. mengingkatnya aktivitas PKL sampai
memahami trotoar sampai sebagian besan tubuh jalur bisa menggagu kepentingan
kehidupan bersama, dimana para penjalan kaki tergangu kenyamanannya karena
trotoar dimanfaatkan buat tempat berdagang( soegeng, 2005: 15).
Pada dasarnya PKL
mengetahuai berdagang di trotoar, jalur sangat menggangu ketertibaan universal.
Terdapatnya pengetahuan PKL terhadap ketertibaan universal nyatanya tidak
menyimbuklkan pemahaman hukum hendak ketertibaan area. Perihal tersebut sebab
dorong rasa lapar para PKL. Di samping itu, kepedulian pemerintah terhadap
kalangan warga tersebut sangatlah kurang, sehingga dengan memandang ruang
kosong serta memiliki kemampuan ekonomi hingga para PKL Menggunakan posisi
tersebut buat berjualan.( LPPM USU, 2002: 13).
Pada dasarnya PKL
Mengetahuai terdapatnya larangan berjualan dipinggir jalur universal ataupun
luar jalur universal buat digunakan selaku tempat herjualan sehingga sangat
menggagu terdapatnya ketertibaan universal yang telah diresmikan cocok dengan
peraturan yang berlaku. Perihal ini membuktikan kalau para warga orang dagang
kaki 5 sama sekali tidak menaati serta mengimpelemntasikan peraturan yang telah
diterapkan buat kepentingan bersama serta kenyamanan dalam beraktifitas. Dari
kondisi tersebut terdapat sebagian perihal yang jadi tolak ukur uraian yang
jadi alibi orang dagang kaki 5 tidak terggangu dengan terdapatnya larangan
jualan tersebut merupakan selaku berikut:
a) Para penegak hukum
tidak tegas dalam mempraktikkan sanksi hukum apabila terdapat masyrakat yang
melanggarar.
b) Para PKL merasa kalau
mereka selaku orang dagang sah berjualan kaki 5 sebab retribusi di jalani oleh
petugas dari pemerintah wilayah.
c) Para PKL tidak memiliki
opsi lain buat mencari nafkah dalam penuhi kebutuhan keluarganya, sehingga bisa
dikatakan orang dagang tersebut terserang aktivitas penertibaan hingga secara
kenyataan perihal ini dianalogikan selaku hari yang tidak butuh disesali, sebab
orang dagang tersebut masih dapat berjualan serta beraktivatas semacam biasa..
2. 5. 5. Penertibaan orang
dagang kaki lima
Peordarminta,( 2001:
1064). Penertibaan orang dagang kaki 5 ialah usaha pemerintah yang diarahkan
buat ketertiban ketentraman serta ketertibaan warga yang dalam pelaksanannya
bisa terjalin paksaan dari pemerintah sendiri. Penertibaaan orang dagang kaki 5
ini dicoba dengan metode merekoleksi dari tempat yang ditertibkan ke posisi
yang sudah disediakan cocok dengan peraturan. Tidak hanya itu pula bisa dicoba
dengan membiarkan PKL berdagang dengan pengaturan tertentu dalam
mengintergrasikan PKL secara resmi.
2. 5. 6. Tujuan
penertibaan
Tujuan penertibaan
merupakan buat melenyapkan ataupun kurangi seluruh wujud ancaman dan ganguan
terhadap ketertibaan dalam warga yang terdapat di dekat pasar yang masih
melaksanakan proses transaksi jual beli dalam pasar itu sendiri dan roda
pemerintah serta peraturan perundang- undangan yang telah di tetapkan supaya
berjalan dengan mudah cocok dengan harapan dari kebijakan yang di buat cocok
harapan dengan menjunjung besar proses aktivitas masyrakat bisa di laksanakan
dengan melaksanakan aktivitas secara universal, tertib, tertib, serta aman
sehingga tidak lagi perihal–hal yang membuat orang lain merasa tersendat.
Penertibaan bersumber pada
Perda Kota Malang Nomor 2 Tahun 2012, terhadap terhadap zona orang dagang kaki
5 guna diarahkan supaya:
a) Optimalisasi
pendayagunaan tempat- tempat penampungan Usaha Informal yang disediakan serta
diarahkan oleh pemerintah Kota Malang, semacam lahan parkir, halte yang
bergeser guna selaku tempat berjualan.
b) Terhindarnya
disfungsional sarana- sarana perkotaan dari akibat negative aktivitas zona
informal orang dagang kaki 5.Sebaliknya kebijakan penertibaan bagi Wiliam Dun(
2001: 21) ditunjukan tercapinya hal- hal selaku berikut:
a. Penempatan zona informal
orang dagang kaki 5 tidak formal ke pasar–pasar tradisional.
b. Penempatan ke lahan-
lahan yang sudah di sajikan.
c. Penempatan ke posisi
pertokoan, pusat pembelanjaan ataupun tempat- tempat yang layak di pakai.
d. Pembinaan manajemen
usaha- usaha dan pemberian penyuluhan.
2. 5. 7. Penertiban PKL
yang diijinkan serta tidak dijinkan
1. Yang di perbolehkan
dalam penertiban ini yang diatur pada Peraturan Daerah Kota Malang pada Pasal
3, selaku berikut:
a) Ada penumpukan orang
yang melaksanakan aktivitas bersama- sama pada waktu relatif sama, selama hari.
b) Terletak pada kawasanan
tertentu yang ialah pusat- pusat aktivitas perekonomian kota serta pusat non
ekonomi perkotaan, namun kerap didatangi dalam jumlah besar.
c) Memiliki kemudahan buat
terjalin ikatan antara orang dagang Kaki 5 serta calon pembeli, meski dicoba
dalam ruang yang relatif kecil.
d) Tidak membutuhkan
ketersediaan sarana serta utilitas pelayanan universal.
e) Buat kepentingan
pengembangan usaha Orang dagang Kaki 5, Kepala Wilayah ataupun penjabat yang
tunjuk berkewajiban melaksanakan pendataan, berupa tutorial serta penyuluhan
berkesinambungan.
2. Tiap aktivitas usaha
Orang dagang Kaki 5 dilarang:
a) Melaksanakan aktivitas
usahanya di dalam alun- alun serta sekitarnya.
b) Mealakukan kegaitan
usahanya di jalur, trotoar, sarana universal kecuali di kawasan tertentu yang
diresmikan lebih lanjut oleh kepala Wilayah.
c) Melaksanakan kegaitan
usaha dengan mendirikan tempat usaha yang bertabiat semi permanen.
d) Melaksanakan kegaitan
usaha yang memunculkan kerugian dalam perihal kebersihan, keelokan,
kedisiplinan, keamanan serta kenyamanan bersama.
e) Mengunakan lahan yang
melebihi syarat yang sudah diijinkan oleh kepala Wilayah.
f) Berpindah tempat tanpa
sepengetahuan serta seijin Kepala Dearah.
g) Mengharuskan agar bisa Melantarkan serta membiarkan kosong tanpa aktivitas secara terus- menerus sepanjang satu bulan.
0 komentar:
Posting Komentar