Kamis, Desember 15, 2022

Komunikasi Antarpribadi Guru dan Anak Tunagrahita dalam Membentuk Perilaku Adaptif



Komunikasi Antarpribadi  Guru dan Anak Tunagrahita

dalam Membentuk Perilaku Adaptif


LATAR BELAKANG

Aktivitas manusia tidak  terlepas dari komunikasi dikarenakan komunikasi bagian integral  dari suatu sistem tatanan kehidupan bermasyarakat. Kegiatan komunikasi kita lakukan sejak bangun tidur pada pagi hari hingga  kembali tidur pada malam hari. Melakukan aktivitas sehari-sehari, secara tidak langsung juga terdapat komunikasi di dalamnya hanya saja terkadang manusia tidak menyadari itu. Melihat dari seberapa seringnya kita berkomunikasi menunjukan bahwa komunikasi memegang peranan penting dalam pembentukan masyarakat. kegiatan komunikasi terjadi  apabila terdapat pengirim pesan (komunikator), pesan,  media penyalur pesan, efek yang didapatkan, dan penerima pesan itu sendiri (komunikan). Komunikasi  terdiri dari  beberapa bentuk, salah satunya ialah komunikasi antarpribadi atau interpersonal.

Komunikasi antarpribadi merupakan proses  pertukaran pesan antara dua orang   yang bersifat verbal maupun non verbal  yang dapat menimbulkan umpan balik. Nuraini mengartikan “komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) sebagai interaksi antara seorang individu dan individu lainnya tempat lambang -lambang pesan secara efektif digunakan, terutama dalam hal komunikasi antar-manusia menggunakan bahasa” (Nuraini,2012:141). 

Dalam kehidupan sehari-hari komunikasi antarpribadi sering dilakukan dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan juga lingkungan tempat tinggal. Bagi semua orang  kegiatan komunikasi dapat dilakukan dengan mudah. Namun, pada dasarnya kegiatan  komunikasi yang dilakukan  tidak terlepas dari gangguan (noise). Gangguan pada komunikasi yang sering disebut noise dapat mempengaruhi proses komunikasi yang sedang berlangsung baik itu dalam penyampaian pesan, menerima pesan, bahkan dalam menanggapi pesan tersebut sehingga proses komunikasi menjadi tidak efekjtif. Adanya ganguan (noise) saat sedang berkomunikasi juga terjadi dalam dalam bidang pendidikan yaitu  antara guru dan siswa saat melakukan proses pembelajaran, bahkan hal ini pun  seringkali terjadi pada  guru dan siswa berkebutuhan khusus . Seorang guru harus bisa menyampaikan pesan dengan baik  dalam kegiatan pembelajaran  agar dapat diterima  oleh siswanya, begitupun siswa saat menanggapi apa yang telah  disampaikan sehingga proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif. Tetapi seperti yang diketahui pendidikan anak normal tidak dapat disamakan dengan anak berkebutuhan khusus. Anak berkebetuhan khusus mendapat pendidikan yang khusus pula.

Anak berkebutuhan khusus menurut Heward merupakan anak yang meiliki ciri-ciri khusus berbeda dari anak lain pada umumnya tidak selalu menunjukan ketidakmampuan baik pada mental, emosional atau fisik. Anak berkebutuhan khusus mendapat pendidikan di Sekolah Luar Biasa (SLB). Kelengkapan sarana dan prasarana yang didapatkan  disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan, mulai dari guru, materi yang dipelajari,hingga alat bantu yang diperlukan. Penanganan yang dilakukan pihak sekolah juga akan dimaksimalkan jika ada kerja sama dengan pihak orangtua. Salah satu ketunaan yang termasuk dalam anak berkebutuhan khusus ialah tunagrahita (mental reterdation) atau disebut juga sebagai anak dengan rendahnya perkembangan. Dikatakan tunagrahita apabila menunjukan beberapa  indikator penting seperti; intelegensia anak penyandang tunagrahita berada di bawah rata-rata anak pada umumnya,  mengalami hambatan dalam penyesuaian terhadap lingkungan, dan  terjadi pada rentang masa perkembangan (usia 0 sampai 18 tahun).

Istilah mengenai penyandang tunagrahita di Indonesia mengalami perubahan  dari tahun ke tahun, sekitar tahun 1967 istilah yang digunakan yaitu lemah pikiran, lemah ingatan,  masih pada tahun 1967 istilah yang juga yang digunakan yaitu terbelakang mental.Istilah tunagrahita sendiri digunakan sejak tahun 1983 sampai sekarang dan diperkuat dengan Peraturan Pemerintah No. 72/1991 tentang Pendidikan Luar Biasa.

Ketika  berinteraksi di  lingkungan, anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Mengalami kesulitan dalam belajar dikarenakan memiliki IQ di bawah rata-rata sehingga jika berada di lingkungan yang luas seperti lingkungan masyarakat mereka mengalami kesulitan dengan cara berkomunikasi. Adanya hambatan-hambatan yang dialami anak tunagrahita sehingga dalam pendidikannya mengalami kesulitan belajar yang  berpengaruh pada presetasi belajar.

Menurut Sudjana “prestasi belajar yang rendah pada anak tunagrahita dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : Kondisi jasmani yang tidak menguntungkan, pemusatan perhatian yang kurang, minat belajar yang rendah, dorongan ingin tahu rendah, disiplin yang kurang, intelegensi yang rendah, dan kemampuan daya ingat lemah”. (Sudjana, 2003).

Komunikasi  antarpribadi guru dan anak tunagrahita  yang terjadi  berpengaruh pada perkembangan anak tersebut. Seorang guru dituntut untuk menjadi lebih sabar, pengertian, dan juga memberikan perhatian lebih karena dalam menghadapi anak tunagrahita mengedepankan hati nurani. Tetapi, dengaan berbagi perhatian atau kasih sayang yang diberikan, seorang guru juga diusahakan memiliki sisi tegas agar dapat memberikan teguran tapi tidak bersifat membentak karena pada dasarnya anak yang memiliki ketunaan memiliki sifat yang sensistive terutama anak tunaagrahita. Selain mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan akademik saat berada di sekolah luar biasa, anak tunagrahita juga mempelajari mengenai hal-hal non akademik yang dapat membantu dalam proses perkembangan.

Memiliki berbagai hambatan dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial yang ada di lingkungannya,membuat anak tunagrahita memerlukan waktu yang lama dalam beradaptasi dengan lingkungan baru. Kemampuan seorang guru dapat dilihat ketika seorang anak baru bergabung dalam lingkungan sekolah luar biasa dan anak tersebut denngan cepat dapat berinteraksi dan bermain dengan guru maupun teman-teman lainnya.

Bergabung dalam lingkungan sekolah, salah satu yang diperhatikan yaitu perilaku. Perilaku yang sering berkaitan dengan anak tunagrahita yaitu perilaku adaptif. Lingkungan paling kecil yang dapat membimbing, membentuk  perilaku anak yaitu keluarga. Ketika keluarga memberikan kepercayaan  kepada sekolah sebagai lingkunga kedua bagi anak tunagrahita untuk beraktivitas dan mempelajari berbagai hal, peran sekolah juga membantu dalam pembentukan perilaku adaptif anak tunagrahita.

Sehingga tidak hanya keluarga yang mampu membentuk dan mengembangkan  perilaku adaptif  pada anak tunagrahita, sekolah juga berperan penting melakukan hal tersebut. Perilaku adaptif pada anak tunagrahita berkaitan dengan  kemampuan seseorang  untuk menguasai tuntutan sosial di lingkungan  mereka berada. Berdasarkan fenomena yang terjadi meski memiliki  kekurangan, anak tunagrahita mampu mengembangkan potensi yang dimiliki dan justru memiliki sikap yang baik. Dilihat dari situlah, pentingnya peran guru dalam memberikan pembelajaran kepada siswa khususnya anak tunagrahita. Komunikasi yang digunakan juga mempengaruhi perilaku adaptif anak tunagrahita. Pembelajaran perilaku adaptif sebaiknya dilakukan sedini mungkin agar keterlambatan dalam tugas tidak tetinggal jauh dari anak lainnya. Dibutuhkan strategi yang tepat yang sesuai dengan karakteristik anak. Pembentukan perilaku adaptif pada anak tunagrahita melalui pembelajaran  secara langsung oleh guru  dapat membantu  tunagrahita dengan cepat berinteraksi dengan lingkungan masyarakat.

             Berdasarkan pada penelitian terdahulu, dari Retno (2016), menyatakan bahwa adanya keterbatasan  intelegensia pada anak tunagrahita akan berpengaruh pada perilaku adaptifnya dengan metode pembelajaran langsung, ini menjadi acuan untuk peneliti dalam melakukan penelitian terkait komunikasi antarpribadi guru dan anak tunagrahita dalam membentuk perilaku adaptif, dimanaa penelitian ini juga dilakukan dengan cara pembelajaran langsung, dan Imanuela (2020) yaitu peran komunikasi antarpribadi guru dan murid dalam membentuk karakter anak berkebutuhan khusus, penelitian ini juga menjadi acuan peneliti dikarenakan  pada penelitian ini, peneliti  juga mengembangkan komunikasi antarpribadi yang lebih terperinci antara guru dan anak tunagrahita dan juga mengenai   membentuk perilaku adaptif dari anak tunagrahita itu sendiri

Pada umumnya, penyesuaian diri terhadap lingkungan yang dialami anak penyandang tunagrahita membutuhkan waktu yang relatif lama. Anak tunagrahita akan lebih cepat menyesuaikan diri, apabila ia mengenal lawan bicara atau mengenal orang-orang sekitarnya. Perbedaan rata- rata intelegensi berpengaaruh pada proses penyesuaian diri anak tunagrahita dengan lingkungan sekitar. Adanya hambatan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sehingga dibutuhkan asesmen yang dilakukan secara berkesinambungan. Pelaksanaan assesmen dapat diwujudkan melalui kegiatan akademik dan non akademik.

Melalui kegiatan akademik yaang dilakukaan dengan cara pembelajaran langsung dalam kelas, akan membantu dan mendorong keaktifan anak tunagrahita, semakin banyak proses komunikasi yang dilakukan maka akan berdampak baik pada penmbentukan perilaku adaptif.  Pada kegiatan non akademik, kegiatan-kegiatan yang mengasah keterampilan dan ketelitian  anak tunagrahita, apresiaasi yang diberikan oleh seoarang guru sangaat diperlukan dalam pembentukan perilaku adaptif.

1.B.          Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini ialah : Bagaimana  Komunikasi antarpribadi  guru dan anak Tunagrahita dalam membentuk  perilaku  adaptif  di SLBN Komodo?

1.C.          Tujuan Penelitian :

Berdasarkan rumusan masalah yang yang telah diuraikan maka tujuan dari peneliti yaitu :

 Mengetahui komunikasi antar pribadi guru dan anak tunagrahita dalam membentuk perilaku adaptif  di SLBN Komodo

1.D.     Manfaat Penelitian

            Berdasarkan tujuan yang telah diuraikan dalam melakukan penelitian ini, maka manfaat dari penelitian ini yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam mengembangankan ilmu komunikasi, khususnya komunikasi anatrpribadi.Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber bagi penelitian selanjutnya yang sejenis.

2. Manfaat Praktis

Diharapakan dengan penelitian ini dapat memeberi masukan kepada guru maupun lembaga terkait sebagai bahan evaluasi untuk meperhatikan komunikasi antarpribadi seperti apa yang dapat diterapkan antara guru dana anak penyandang tunagrahita.

3.Manfaat Sosial

Melalui penelitian ini juga diharapkan mampu memperluas wawasan mengenai komunikasi antarpribadi  kepada seluruh masyarakat luas, dan juga wawasan mengenai anak penyandang tunagrahita.

 

KERANGKA DASAR TEORI

       Konsep Komunikasi Antarpribadi

2.A.1.      Pengertian Komunikasi Antarpribadi

Dalam buku “The Interpersonal Communication Book” milik Joseph de Vito dipaparkan bahwa komunikasi antarpribadi merupakn komunikasi bersifat verbal dan non verbal yang merupakan interaksi antar dua orang ( atau terkadang lebih dari dua) yang  saling beruntung.

Dalam Ilmu Sosiologi yang mengkaji hubungan di antara sesama manusia, aksi dan reaksi dalam hubungan antar-manusia dinamakan “Interaksi Sosial ”. Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial.

Menurut Yusuf  secara umum komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai komunikasi secara langsung secara verbal dan non verbal yang memungkinkan adanya reaksi langsung (Yusuf, 2010 :53).

Dikarenakan hanya melibatkan dua orang dalam melakukan komunikasi antarpribadi sehingga umpan balik oleh sasaran akan segera didapatkan. Proses Komunikasi antarpribadi biasa dikaitakan dengan presepsi komunikator dan juga komunikan. Adanya presepsi menjadikannya salah satu aspek yang mempengaruhi kualitas komunikasi.

 

2.A.2.  Elemen Komunikasi Antarpribadi

Setiap konsep yang diidentifikasi dalam model dan  dianggap sebagai komunikasi antarpribadi  yang universal, karena ia hadir dalam semua  interaksi komunikasi interpersonal.Terdapat beberapa elemen dalam komunikasi antarpribadi seperti :

a)      Pengirimi- Penerima (Source –Receiver )

                              Komunikasi antarpribadi melibatkan setidaknya dua orang.  Setiap individu melakukan  fungsi pengirim  (merumuskan dan mengirim pesan) dan juga melakukan fungsi penerima (persepsi). dan memahami pesan). Istilah sumber-penerima menekankan bahwa kedua fungsi tersebut adalah: dilakukan oleh setiap individu dalam komunikasi interpersonal. Setiap orang itu unik; komunikasi setiap orang adalah unik.

b)      Encoding-Decoding

Encoding mengacu pada tindakan memproduksi pesan, seperti menulis dan berbicara.Sedangkan, decoding mengacu pada tindakan untuk memahami pesan. Istilah endcoding-decoding digunakan untuk menekankan  bahwa kedua  aktivitas tersebut dilakukan sesuai dengan kombinasi masing-masing.

c)      Pesan ( Messages)

                        Menurut De Vito  “Pesan merupakan  sinyal yang berfungsi sebagai rangsangan bagi penerima dan diterima oleh salah satu indera kita seperti pendengaran(auditory), melihat (visual), menyentuh (tactile), mencium(olfactory), mengecap( gustatory), atau kombinasi dari indra-indra ini”.(DeVito, 2013 :12).  Melakukan komunikasi antarpribadi selain menggunakan kalimat ataupun kata-kata diimbangi dengan gerakan dan sentuhan. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan cara apapun. Semakin berkembangnya teknologi, penyampain pesan dalam komunikasi interpersonal dapat dilakukan melalui  telepon gengam (handphone ). Berbagai fitur yang menarik memudahkan kita dalam berkomunikasi dan saling bertukar pesan seperti  dengan   melalukan panggilan video (video call). DeVito juga mengartikan “Pesan dapat merujuk ke dunia, orang, dan peristiwa serta pesan lainnya” (DeVito,2003a).

d)      Saluran  (Channel)    

                   Saluran komunikasi merupakan media yang dilalui pesan. Sebelum pesan disampaikan kepada komunikan, seorang komunikator berusaha agar menggunakan saluran yang dapat menyampaikan pesan dengan baik kepada komunikan. Saluran komunikasi berada di antara komunikator dan komunikan dengan kata lain saluran pesan dijadikan sebagai jembatan atau pengubung keduanya. Terkadang saluran juga mengalami gangguan secara fisiologis sehingga membutuhkan waktu penyesuaian.

e)      Gangguan atau Hambatan (Noise)

                   Melakukan komunikasi tidak terlepas dari gangguan atau hambatan.Gangguan (noise) secara teknis merupakan segala sesuatu yang dapat mendistorsi pesan, terlebih sesuatu yang dapat  mencegah  penerima untuk menerima pesan. Di sisi lain, noise dapat mencegah pesan dari pengirim pesan ke penerima pesan. Menurut Joseph De Vito terdapat empat jenis noise yang sangat relevan (De Vito, 2013 :14) yaitu :  

1)      Kebisingan Fisik (Physical Noise)

                                    Kebisingan jenis ini merupakn gangguan yang berasal dari luar baik itu  pembicara ataupun pendengar.Adanya kebisingan ini dapat menghalangi tansmisi dari pesan.Misalnya kacamata hitam, tulisan tangan yang tidak terbaca, dan juga munculnya iklan.

2)      Kebisingan  Fisiologis (Physiological Noise)

                                    Kebisingann fisiologis merupakan hambatan yang berasal dari dalam pembicara dan pendengar dengan kata lain merupakan faktor internal.Salah satu contohnya; masalah artikulasi.

3)      Kebisingan Psikologi(Psychological Noise)

                                    Kebisingan Psikologis merupakan hambatan atau gangguan mental yang terjadi pada pembicara atau pendengar dan juga prasangka.

4)      Kebisingan Semantic (Semantic Noise)

                                 Kebisikan jenis ini, merupakan gangguan yang terjadi apabila adanya perbedaan anatar pembicara dan pendengar.Salah satu contohnya yaitu perbedaan dialek atau bahasa.

f)       Umpan Balik

                          Menurut Lilweri dalam buku “ Komunikasi Antar Personal” Umpan balik merupakan respon atau reaksi yang diberikan oleh penerima pesan terhadapa pesan dari pengirim. Menunjukan reaksi atau respon dapat beruba verbal maupun nonverbal. Apabila proses komunikasi tidak memiliki umpan balik, maka akan sulit melihat apakah makna pesan telah tersampaikan dengan baik atau tidak.

g)      Konteks

                    Kegiatan komunikasi selalu terjadi dalam konteks, lingkungan  yang dapat mempengaruhi bentuk dan isi  pesan itu sendiri.Terkadang, konteks yang tidak jelas dan seringkali terabaikan yang dapat mempengaruhi pesan contohnya seperti ada yang memasang musik.

 

2.A.3.      Tujuan Komunikasi Antarpribadi

Melakukan komunikasi pasti memiliki berbagai tujuan yang ingin dicapai. Komunikasi antarpribadi yang terjadi, memiliki beberapa tujuan seperti ( Maulana & Gumelar, 2013 : 105)

a). Menemukan diri sendiri

        Ketika melakukan interaksi dengan orang lain, seorang individu kita dapat lebih mengenal dan membicarakan diri kita sendiri. Berkenalan dengan lawan bicara, secara tidak langsung kita berkomunikasi dan menyebutkan beberapa hal mengenai diri sendiri, pada saat itulah kita mengetahui apa yang ada pada diri kita.

b).  Menemukan dunia luar

        Melakukan komunikasi antarpribadi secara tidak sengaja dengan orang yang baru kita jumpai, membuat kita bisa saling mengenal dan mengetahui mengenai apa yang ada di luar selain diri kita sendiri.

c ). Membentuk dan menjaga hubungan penuh arti

      Komunikasi antarpribadi seringkali digunakan untuk membentuk hubungan dengan orang laian, dan agar komunikasi yang terjalin dapat berdampak pada hubungan yang lebih baik.

d). Berubah sikap dan tingkah laku

    Seringkali melakukan komunikasi antarpribadi yang mana bertemu secara langsung dapat mempengaruhi seseorang, sehingga dapat berdampak pada perubahan sikap dan tingkah laku.

 e).  Untuk bermain dan kesenangan

     Dalam berkomunikasi juga membutuhkan waktu untuk tetap rileks, sehingga kita dapat melakukan komunikasi antarpribadi dengan topik pembicaraan yang lebih ringan sehingga bisa bersenang-senang.

f). Untuk membantu

    Komunikasi antarpribadi yang terjadi dalam lingkungan kegiatan profesional dapat membantu saat mengarahkan klien. Begitu pun dalam kehidupan sehari- hari informasi yang kita berikan kepada lawan bicara bisa saja membantunya.

Sesuai yang telah diuraikan diatas kita dapat mengetahui bahwa setiap individu ketika melakukan komunikasi antarpribadi memiliki tujuan yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.

2.A.4.      Bentuk- bentuk komunikasi antarpribadi

Sebagai makhluk sosial yang melakukan interaksi hany dengan kegiatan komunikasi, terdapat bentuk-bentuk komunikasi antarpribadi yaitu :

a)    Komunikasi Verbal

 Komunikasi verbal merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan kata-kata atau simbol-simbol, yang dapat dinyatakan dengan lisan maupun tulisan. Komunikasi tulisan apabila seorang pimpinan ingin menyampaikan pesan mengunakan simbol yang ditulis pada kertas atau media lain, dan diberikan kepada orang yang dituju. Komunikasi lisan ketika seorang pembicara menyampaikan pidato secaraa langsung dan didengarkan oleh pendengar yang dapat mempengaruhi perilaku pendengar tersebut.

b)    Komunikasi Nonverbal

Komunikasi nonverbal merupakan bentuk komunikasi yang dalam melakukan pertukaran pesan tidak menggunakan kata-kata melainkan menggunakan bahasa tubuh, kontak mata, sentuhan, dan ekspresi muka. Penggunaan komunikasi nonverbal sering digunkan sebagai penegasan  makna komunikasi verbal.

 

2.A.5.      Pentingnya Komunikasi guru dalam pendidikan

Dalam dunia pendidikan, pekerjaan guru ialah mendidik, membina segala kemampuan sikap dan perilaku peserta didik. Pembinaan yang dilakukan, mulai ditarapkan apabila seorang anak berada di dalam lingkungan sekolah, terlebih lagi di dalam kelas.

Seorang guru, dalam melaksanakan tugasnya, juga memiliki ketentuan seperti, memiliki kualifikasi tertentu dengan kata lain sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan belajar, pendidik untuk pendidikan formal harus berasal dari perguruan tinggi yang terakresitasi, dan kentuan kulifikasi yang diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Menurut Devito, terdapat lima sikap positif yang dapat membuat komunikasi anatrpribadi berjalan efektif. menerapkan komunikasi antarpribadi kepada siswa  dalam mempermudah guru apabila memiliki ciri-ciri antara lain: 1) Keterbukaan, 2) Empaty, 3) Dukungan, 4) Perasaan Positive, 5) Kesamaan.(Maulana & Gumelar, 2013:105)

 

2.A.6.  Bentuk Komunikasi guru dan anak tunagrahita

Komunikasi guru dan anak tunagrahita sangat berperan penting pada tumbuh dan perkembangan anak. Komunikasi guru dan anak tunagrahita dapat berlangsung ketika mereka berada di lingkungan sekolah. Melakukan aktivitas biacara membuat mereka memahami dan mengenali kata atau kalimat. Beberapa anak tunagrahita memiliki kesulitan atau hambatan berbicara dengan jelas. Sehingga penggunaan bahasa sangat diperhatikan agar dapat diterima baik oleh mereka. Penggunaan bahasa dan perbendaharaan kata dan tata bahasa sangat diperlukan.Perbendaharaan kata artinya pengunaan isyarat atau simbol-simbol yang digambar pada kertas. Tata bahasa berarti kaidah dalam meletakan kata-kata bersama-sama. Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi pada orang lain, penyampaian informasi ini bisa menggunakan bahasa, isyarat, dan simbol lainnya.

Komunikasi sangat penting bagi semua orang termasuk pada anak tunagrahita. Adanya berbagai hambatan membuat mereka kesulitan dalam  mempelajarai keterampilan berkomunikasi, sehingga sulit berkomunikasi dengan lingkungan sekitar. Memiliki itelegensi rata-rata dibawah 80, mempengaruhi kemampuan mereka dalam berbahasa baik menangkap informasi, atau pun mengucapkannya. Kondisi tunagrahita yang dialami menempatkan mereka kesulita berkomunikasi secara sederhana, seperti menggunakan tulisan dan ucapan. Komunikasi yang dilakukan guru dan anak tunagrahita memerlukan peran dari medium komunikasi yang sederhana sehingga proses pertukaraan pesan dapat dilakukan seperti penggunaan gambar.

Sistem berkomunikasi dengan menggunakan gambar pada anak tunagrahita merupakan salah satu model komunikasi yang dapat digunakan pada saat melakukan komunikasi anatrpribadi guru dan anak tunagrahita. Beberapa peneliti terdahulu meyakini bahwa penyampaian informasi menggunakan gambar dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Guru yang menangani anak penyandang tungrahita sebaiknya, mendorong anak – anak agar sering berkomunikasi tidak hanya sesuai dengan pelajaran bahasa yang telah dirancang tetapi juga saat berada diluar lingkungan kelas. Sebagain anak tunagrahita dapat berkomunikasi  dengan cara yang sama seperti anak lainnya,  hanya saja mereka belajar lebih lambat.

Pada anak berkebutuhan khusus termasuk anak tunagrahita salah satu sifat yang dimiliki yaitu meniru(imitasi), dengan meilihat apa yang dilakukan mereka akan meniru tindakan tersebut. Oleh karena itu pada saat berkomunikasi dengan anak tunagrahita seorang guru, dihharapkan menggunakan tindakan-tindakan yang apabila ditiru dapat berpengaruh pada pembentukan perilaku yang lebih positif.

Jika dilakukan secara berkelanjutan, maka akan terlihat perkembangan komunikasi antar guru dan anak tungrahita, yang awalnya sulit berkomunikasi dapat sedikit demi sedikit mulai berkomunikasi dengan orang sekitar baik itu menggunakan bahasa ataupun isyarat gerakan tubuh. Perkembangan tersebut, menujukan terbentukannya seorang anak menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar (perilaku adaptif).

 

2.B.                       Konsep Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus merupakan seorang anak yang pada memiliki perbedaan dengan anak-anak lain pada umumnya.(Yamin dan sanan,2010:163)

Memiliki kebutuhan khusus, berarti memerlukan material, metode, dan cara penanganan yang beda pula dikarena mereka memiliki cara belajar yang berbeda dan juga kecepatan belajar yang berbeda. Anak berkebutuhan khusus, memiliki potensial dan bakat walaupun mereka digolongkan sebagai anak yang memiliki ketunaan dan cacat (Mulyono, 2003 :26)

Penggunaan istilan anak berkebutuhan khusus,dikarenakan adanya pandang yang lebih luas bagi anak yang memiliki keberagaman, bukan semata- mata menggantikan anak luar biasa dan penyandang cacat. Anak berkebetuhan khusus membutuhkan pelayanan yang khusus pula, agar  dapat mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal. Menurut klasifikasi  dan jenis kelainan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dikelompokan menjadi tiga yaitu;kelainan fisik, kelainan mental, dan kelainan karakteristik sosial.

Anak Berkebutuhan khusus memiliki ketunaan yang berbeda-beda, beberapa karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) antara lain :

a)        Tunanetra

Penggunaan istilah tunanetra diperuntukan bagi anak-anak yang memiliki gangguan penglihatan. Menurut para ahli, ketunanetraan dikategorikan menjadi tiga yaitu, low vision, buta fungsional, dan buta buta. Memiliki penglihatan berkisar 20/200 ataupun dibawahnya, seseorang akan disebut kebutaan legal.

b)      Tunarungu

Seseorang yang memiliki ganggua pada indera pendengaran dikenal dengan sebutan tunarungu. Ketunaan ini berkaitan dengan seorang anak yang memiliki masalah pada kemampuan pendengaran.Soemantri mengatakan bahwa jika seseorang kurang mampu mendengar atau tidak mampu mendengar dikatan sebagai tunarungu. Menurut soemantri, tunarungu dikategorikan menjadi dua yaitu tuli dan kurang dengar. Seseorang apabila benar-benar tidak  dapat mendengar dikarenakan  adanya masalah pada fungsi telinga disebut tuli. Sedangkan, seseorang  yang memiliki kerusakan pada organ pendengaraan tetapi masih bisa mendengar dengan atau tanpa alat bantu disebut kurang dengar.

c)      Tunadaksa

Istilah tunadaksa dipergunakan bagi mereka yang memiliki gangguan motorik. Istila lain  yang digunakan bagi penyandang tunadaksa yaitu anak  dengan hambatan gerak. Adanya kerusakan  atau terganggunya pada organ tulang, otot, sendi , dan bentuk abnormal mengakibatkan tunadaksa.

d)    Tunalaras

Anak-anak yang memiliki masalah pada tingkah laku karena adanya batasan –batasan disebut tunalaras. Penyebutan anak tunalaras aapabila seorang anak memiliki gangguan perilaku yang ditunjukan dengan adanya penentakan terhadap norma dan aturan sosial yang ada di masayarakat, seperti melukai orang lain, mendusri dan lain-lain.

e)      Tunagrahita

Penggunaan istila tunagraahita diperuntukan bagi anak yang memiliki masalah pada kemampuan intelegensia.

 

2.C.Konsep Tentang Tunagrahita

2.C.1.     Pengertian Tunagrahita

Tunagrahita merupakan salah satu ketunaan dalam golongan Anak Berkebutuhan Khusus(ABK). Berkebutuhan khusus, begitu juga dengan bidang penidikannya.Pendidikan khusus bagi anak tunagrahita dilakukan pada Sekolah Luar Biasa (SLB). Tunagrahita memiliki berbagai definisi.

Istilah tunagrahita digunakan bagi anak yang memiliki kemampuan intelektual  di bawah rata-rata. Selain tunagrahita, istilah lain yang digunakan yaitu hendaya atau penurunan kemampuan dalam segi kekuatan.kualitas dan juga kuantitas.

Pengertian lain mengenai tunagrahita (mental reterdation) yaitu anak dengan rendahnya perkembangan. Pada dasarnya seseorang dikatakan penyendang tunagrahita apabila menunjukan  beberapa  indikator penting seperti; intelegensia anak penyandang tunagrahita berada di bawah rata-rata anak pada umumnya,  mengalami hambatan dalam penyesuaian terhadap lingkungan, dan  terjadi pada rentang masa perkembangan (usia 0 sampai 18 tahun).

Tunagrahita juga biasa disebut penyandang cacat ganda artinya memiliki kelainan mental karena kecerdasan terganggu dan juga mengalami cacat fisik.Namun, tidak semua anak penyandang tunagrahita mengalami cacat fisik. Secara umum  definisi  tunagrahita merupakan  anak berkebutuhan khusus yang memiliki keterbelakangan dalam intelegensi, fisik, emosional, dan sosial yang membutuhkan perlakuan khusus supaya dapat berkembang pada kemampuan yang maksimal.

2.C.2.     Klasifikasi Anak Tunagrahita

 Memiliki perbedaan pada tiap individunya, sehingga penyandang tunagrahita juga diklasifikasikan ke dalam bebebrapa golongan tergantung pada cara pengelompokannya. Berikut klasifikasi penyandang tunagrahita :

a)       Tunagrahita Ringan

              Tingkat kecerdasan IQ mereka berkisar 50-70,kemampuan pada tingkat ini setara dengan anak kelas 5 SD,mampu membaca dan menulis,juga mampu bergaul dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar

b)      Tunagrahita sedang

 Tingkat IQ mereka berkisar antara 30-50, kemampuan akademik pada tingkatan ini setara dengan anak kelas 2 SD, mampu melakukan aktivitas mengurus diri sendiri.

c)      Tunagrahita berat dan sangat berat, mereka sepanjang kehidupannya selalu tergantung bantuan dan perawatan orang lain. Berkomunikasi secara sederhana, mereka memiliki tingkat kecerdasan IQ kurang dari 30. Klasifikasi yang dikemukakan oleh Leo Kanner (amin, 1995:22-24), dan ditinjau dari sudut tingkat pandangan

 

       2.C.3. Faktor Penyebab  Tunagrahita

          Seseorang menjadi tunagrahita karena disebabkan oleh  beberapa faktor. Staraus menyebutkan dua faktor  penyebab seseorang mengalami ketunagrahitaan yaitu endogen dan eksogen. Pertama, faktor endogen penyebabnya terletak pada sel keturunan.Sedangkan, faktor kedua yaitu eksogen penyebabnya berasal dari luar seperti, mengalami infeksi, terserang virus pada otak, benturan keras pada kepala, dan lain-lain. Beberapa faktor ketunagrahitaan yang sering ditemui, baik berasal dari faktor keturunan maupun faktor dari luar atau lingkungan :

a)      Faktor Keturunan

             Beberapa hal yang berkaitan dengan faktor keturunan yaitu: Kelainan kromosom dan kelainan gen. Pertama, kelainan kromosom  dilihat dari bentuk dan nomornya.dilihat dari bentuknya berupa inversi (kelainan yang menyebabkan berubahnya urutan gene karena melihatnya kromosom; delesi (kegagalanmeiosis, yaitu salah satu pasangan tidak membelah sehingga terjadi kekurangan kromosom pada salah satu sel).Kedua, kelainan gen dapat terjadi setelah melakukan imunisasi ,tidak selamnya dapat dilihat dari luar.   

b)      Gangguan Metabolisme

          Metabolisme atau gizi merupakan bagian atau faktor yang penting dalam perkembangn manusia, terutama perkembangan sel-sel yang ada pada otak. Apabila terjadi kegagalan pada metabolisme atau gizi seseorang dapat menyebabkan gangguan pada fisik dan mental.

c)       Infeksi dan Keracunan

          Kondisi ini terjadi pada saat masih berbentuk janin terjangkit dari penyakit-penyakit. Penyakit yang dimaksut seperti rubella yang dapat menyebabkan ketunagrahitaan dan gangguan pendengaran.

d)      Trauma dan Zat Radioktif

          Adanya trama yang dirasakan menyerang sel-sel pada otak dan juga zat-zat radioaktif yang menyerang ketika bayi baru saja dilahirkan tidak menutup ke ungkinan dapat menyebabkan ketunagrahitaan.

e)      Masalah Pada Kelahiran

              Terjadinya masalah pada masa kelahirandi sertai hypoxia , dipastikan pada bayi tersebut akan mengalami kerukan pada  otak dan menjadi kejang, sehingga mengakibatkan ketunagrahitaan.

f)       Faktor Lingkungan

              Lingkungan merupan salah satu faktor uga seseorang mengalami ketunagrahitaan. Adanya pengalaman- pengalaman yang negatif dapat membuat seseorang mengalami ketunagrahitaan.

  2.C.4. Kebutuhan Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita

              Menurut Suhaeri HN (1980) menyebutkan beberapa  tujuan pendidikan anak tunagrahita ialah sebagai berikut :

a)      Tujuan pendidikan bagi anak tunagrahita ringan, bertujuan agar mereka dapat membina diri mereka sendiri dan dapat bergaul dengan orang lain.

b)      Tujuan pada anak tunagrahita sedang, bertujuan agar meraka dapat mengiurus diri dalam melakukan hal-hal dasar seperti  makan dan minum, dan juga mereka dapat bergaul dengan orang-orang terdekaat seperti keluarga dan tetangga.

c)      Tujuan pendidikan pada anak tunagrahita berat, bertujuan agar mereka dapat melakukan hal-hal sederhana terlebih dahulu.

 

2.D.                      Perilaku Adaptif Anak Tunagrahita

                   Berbagai istilah mengenai perilaku adaptif seperti, kompetensi sosial, kapasitas adaptif, dan ketepatan menyesuaikan diri.Adanya berbagai istilah tersebut, tetapi tetap mengacu pada kemampuan dalam menyesuaikan diri.

    Perilaku adaptif suatu kemampuan seseoarang dalam mengatasi keadaan yang terjadi dalaam masyarakat dan lingkungan. Dikatakan seseoarang mengalami hambatan perilaku adaptif apabila;1) Perkembangan atau Maturation 2) kemampuan belajar atau learning capacity 3) Penyesuaian perilaku sosial termasuk kebebasan pribadi dan rasa tanggungjawab.(Sloan & Birch) Setiap manusia harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar, sehingga perilaku adaptif tidak hanya dibutuhkan oleh anak tunagrahita tapi juga oleh anak pada umumnya.  

Hambatan perilaku adaptif yang dialami oleh seorang anak tunagrahita dikarenakan kemampuan intelektual yang rendah, sehingga sulit mengartikan arti dari norma-norma atau aturan yang berlaku di lingkungaan.   Selain keluarga yang merupakan lingkungan terkecil  melatih anak tunagrahita dalam perilaku adaptif, lingkungan pendidikan atau sekolah juga sangat berperan aktif. Perilaku adaptif hendaknya dapat berfokus pada kebutuhan sehari-hari anak tunagrahita.Fokus perilaku adaptif meliputi perkembangan fisik, komunikasi, keterampilan sosial, menolong diri dan masih banyak lagi.

    Oleh karena itu, anak tunagrahita perlu mengenal perilaku adaptif dan juga sedini mungkin mampu dibentuk perilaku adaptifya.

2.E.    Konsep Program Pembelajaran Individual

Program pembelajaran individual ( PPI) merupakan bentuk pembelajaran yaang difokuskan pada kompentensi peserta didik baik untuk kemampuan maupun kelemahan. Tiga komponen pertama yang berkaitan dengan PPI yaitu : 1). Tingkat prestasi atau kemampuan,2). Sasaran program tahunan,dan 3). Sasaran jangka pendek. Sasaran utama dari program pembelajaran individual ini yaitu sasaran jangka panjang atau sasaran tahunan. Sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai oleh karena itu, tugas-tugas yang diberikan kepada anak didik diusahakan menggarah pada perkembangan anak tersebut.

Beberapa kompponen yang masuk dalam program pembelajaran individual yaitu : deskripsi kemampuan awal, tujuan jangka panjang, dan tujuan jangka pendek.  Proses pembuatan PPI harus mengikutsertakan semua pihak yang berkaitan dengan peserta didik.


2.F.    Konsep Teori Pembelajaran Behaviorisme

Menurut Reigeluth dalam teori pembelajaran terdapat tiga variabe yaitu variabel kondisi, variabel metode , dan variabel hasil belajar. Komponen- komponen tersebut menjadi satu kesatuan sehingga dapat dikatakan bahwa pembelajaran merupakan proses perkembangan situasi belajar melaui pelaksanaan tujuan pembelajaran seperti metode, media, waktu dan materi  yang tujuannya ialah pencapaian hasil belajar anak.

Salah satu teori  pembelajaran yang dapat dilakukan guru dan peserta didik, yang dapat dikembangan yaitu teori  belajar behaviorisme atau tingkah laku. Pada teori  ini, prinsip utamanya yaitu faktor rangsangan (stimulus), respon, serta penguatan. Seseorang dianggap telah belajar apabila adanya perubahan tingkah laku seperti dari tidak bisa membaca menjadi bisa membaca. Hal ini juga terjadi pada anak tunagrahita, penerapan teori ini dilihat rangsangan atau  stimulus yang dinberikan seorang guru mendapat respon dari sasaran yaitu anak tungrahita. Perubahan perilaku akan terjadi apabila teori belajar ini diterapkan dengan baik.

2.G.   Konsep Teori Adaptasi Interaksi

Teori Adaptasi Interaksi merupakan teori yang dikembangkan oleh Judee Burgoon, Lesa Stern, dan Leesa Dillman. Pengembangan teori ini dikarenak mereka tertarik pada cara satu samaa lain dalam pasangan beradaptasi. Terdapat lima konsep dasar dalam teori adaptasi interaksi ini, antara lain :

1)      Persayaratan

Salah satu faktor yang merupakan bagian dari kebutuhan dasar biologis manusia. Konsep dasar ini, berkaitan dengan keamanan dan kelangsungan hidup manusia ataau individu.

2)    Harapan

Konsep dasar harapan berkaitan dengan perilaku komunikasi ditentukan konteks dan dipengaruhi lingkungan sosial.

3)      Keinginan

Konsep dasar keinginan merupakan tujuan khusus  seseorang dalam melakukan interaksi yang menggambungkan suasana hati, kepribadian, dan variabel perbandingan manusia.

4)      Posisi Interaksi

Posisi interaksi meliputi perilaku individu maupun orang lain dalam berinteraksi.menurut Burgon, jika seseorang memiliki posisi interaksi apabila mulai berkomunikasi dengan orang lain.

5)      Perilaku Aktual

Berkaitan dengan apabila berinteraksi maka dilihat perilaku individu tersebut.

Pada teori adaptasi interaksi, posisi inetraksi seseorang dan perilaku aktual menetukan pola interaksi diadik itu sendiri. Menurut teori adaptasi interaksi, seseorang cendrung memberikan bentuk tanggapan kepada orang lain dengan membalas perilaku individu tersebut.

 

2.H.    Konsep Teori Interaksionisme Simbolik

Manusia selalu melakukan kegiatan interaksi dengan manusia lainnya. Melakukan interaksi menggunakan simbol-simbol, baik tu secara verbal maupun nonverbal. Penggunaan simbol-simbol atau isyarat-isyarat memiliki makna yang hanya dapat dipahami oleh anggotanya saja, dengan kata lain dalam kegiatan interaksi yang sedang berlangsung. Adanya maknaa atau arti pada saat interaksi berlangsung  dapat berpengaruh pada individu dalam hal berprilaku ataupun bertingkah laku.

Interaksionisme simbolik merupakan suatu proses perilaku orang lain dapat dibentuk dan diatur seseoarang. Penggunaan teori interaksionisme dalam penelitian ini dapat membantu pada saat melakukan analisis penelitian. Menurut  Herbert Blumer, ide dasar dari teori interaksionisme simbolik adalah: 1) Manusia bertindak atau bersikap terhadap orang lain dilandasi atas pemaknaan kepada orang lain; 2) Pemaknaan muncul dari interaksi sosial yang dipertukarkan di antara manusia; 3) Interaksionisme simbolik menggambarkan proses berpikir sebagai perbincangan dengan diri sendiri. Fokus dari pendekatan  teori ini yaitu pada penggunaan simbol baik itu gerak tubuh, kata-kata, nilai dan norma saat melakukan interaksi dengan manusia lainnya. Makna dari simbol dapat dipahami apabila mereka memiliki interpretasi yang sama mengenai simbol tersebut.

Lokasi: Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar