PEMANFAATAN INSTAGRAM SEBAGAI MEDIA UNTUK MEMBANGUN BRAND IMAGE DALAM MENINGKATKAN MINAT KUNJUNGAN DI ERA PANDEMI
A. Latar
Belakang Penelitian
Dewasa ini, teknologi informasi dan
komunikasi telah mengalami perkembangan yang pesat. Dengan adanya perkembangan
teknologi, hampir seluruh kehidupan manusia dipengaruhi oleh teknologi canggih,
termasuk dalam kegiatan berkomunikasi. Dapat dilihat saat ini, betapa mudahnya
seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain hanya dengan melalui teknologi
yang semakin baik. Nuryanto dalam bukunya mengatakan, perkembangan yang terjadi
juga dikarenakan meratanya teknologi informasi dan komunikasi di kalangan
masyarakat (Nuryanto, 2012).
Sebagai dampak dari kemajuan teknologi,
saat ini banyak media-media yang digunakan sebagai alat komunikasi. Media-media
tersebut, dapat dikatakan sebagai media baru, dikarenakan penggunaan media
tersebut didukung dengan jaringan internet, bahkan mudah dan praktis dalam
penggunaannya. Dikatakan praktis karena hanya dengan menggunakan satu media,
dapat melakukan berbagai kegiatan seperti berkomunikasi bahkan berbagi
informasi. Contoh media baru atau juga disebut sebagai media sosial yang saat
ini paling banyak digunakan adalah, seperti Instagram, Facebook, Twitter,
Youtube, dan Whatsapp. Hal tersebut juga sesuai dengan laporan terbaru dari
agensi marketing We Are Social dan platform manajeman media
sosial Hootsuite pada awal tahun 2020, bahwa kelima media sosial tersebut,
merupakan media sosial popular di Indonesia dengan urutan teratas yaitu
Youtube, lalu disusul oleh Whatsapp, Instagram, Facebook, lalu Twitter
(Stephanie, 2021).
Dengan adanya
perkembangan teknologi dan munculnya media baru, maka kondisi saat ini dapat
membedakan bagaimana kehidupan masyarakat pada masa sebelumnya dan masa kini
ketika melakukan kegiatan komunikasi. Kegiatan komunikasi dapat digambarkan
seperti berbagi kabar, saling memberikan informasi satu dengan yang lain,
ataupun sekadar berbincang. Dahulu,
teknologi tidak secanggih saat ini dan media untuk berkomunikasi hanya berupa
surat dengan waktu pengiriman yang lama adapun telepon umum, dengan penggunaanya
yang terbatas waktu. Namun saat ini, hanya dengan membawa smartphone dan
memiliki sebuah media sosial, seseorang dapat berkomunikasi sekaligus mendapat
dan berbagi informasi dengan mudah, dan dimana saja tanpa ada batas waktu.
Kenyataannya saat ini,
kemajuan teknologi mempengaruhi beberapa sektor kehidupan, Salah satunya adalah
sektor bisnis. Banyak bisnis ataupun perusahaan besar yang saat ini
memanfaatkan media baru sebagai alat untuk berkomunikasi dan berbagi informasi.
Media baru atau media sosial yang paling banyak digunakan dalam sektor bisnis
saat ini adalah Instagram. Instagram sendiri saat ini menjadi salah satu media
sosial visual terbesar, dengan memiliki pengguna aktif lebih dari satu miliar
perbulan (Ariyanti, 2020). Berdasarkan survei yang juga dilakukan oleh
Hootsuite pada bulan Januari 2018, Indonesia merupakan negara dengan pengguna
Instagram terbanyak dibawah Amerika dan Brazil (Ariansyah dan Maharani, 2020).
Sebagai contoh perusahaan
yang saat ini menggunakan Instagram dalam aktivitas bisninya, adalah PT
Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk atau yang biasa dikenal dengan
perusahaan Sido Muncul. Sido Muncul telah berdiri sejak tahun 1975, dengan
produknya yang terkenal yaitu Tolak Angin. Pada tahun 2019, Sido Muncul
memiliki target yaitu menumbuhkan dua digit dari segi penjualan dan laba bersih
di tahun berikutnya. Target tersebut muncul dikarenakan adanya prospek positif
dari penjualan jamu, yang dikarenakan saat ini banyak masyarakat yang lebih
menyukai produk-produk berbahan alami. Karena hal itulah, Sido Muncul mengambil
peluang tersebut dengan mencoba menggandeng influencer, blogger, youtuber
untuk memperkuat brand awareness. Upaya tersebut memanfaatkan media
sosial seperti Instagram untuk lebih dekat dengan konsumen muda (Julian, 2019).
Dengan banyaknya pengguna
media sosial Instagram, maka Instagram dinilai mampu menjadi salah satu media
berkomunikasi yang baik, praktis, dan dapat menjangkau khalayak yang lebih
luas. Kehadiran media sosial juga dimanfaatkan dalam aktivitas public relations
untuk membangun hubungan dengan publiknya, seperti dalam berkomunikasi ataupun
berbagi informasi. Proses komunikasi dengan menggunakan media sosial, untuk
saat ini merupakan hal yang paling penting dalam aktivitas public relations. Dalam
praktiknya, melakukan kegiatan komunikasi melalui media sosial juga membutuhkan
strategi yang tepat. Seorang PR harus dapat mengenali karakter khalayak
terutama bagi khalayak yang ingin dijangkau, selain itu juga perlu menentukan
media sosial apa yang digunakan, serta mengetahui informasi apa yang saat ini
dibutuhkan oleh khalayak.
Terlebih dimasa saat ini bagaimana seluruh
dunia bahkan Indonesia mengalami masa pandemi yang terjadi karena Covid-19,
secara perlahan Indonesia mencoba untuk beradaptasi dengan kondisi pandemi, dan
menyebutnya sebagai era new normal. Dalam
masa pandemi bahkan masa new normal, seorang public relations
dituntut untuk membuat strategi komunikasi dimana setiap informasi yang
disampaikan harus akurat, berdasarkan data, berdasarkan kondisi, dan dapat
dipertanggungjawabkan (Suryanto, 2020). Dengan memiliki strategi komunikasi
yang tepat dan baik, tentunya akan membantu dalam menjaga reputasi dan dapat
membangun brand image (citra positif) dikalangan publik dari sebuah
bisnis ataupun instansi.
Sejak adanya pandemi, kondisi dalam sektor
bisnis mulai tergoncang dan salah satunya adalah bisnis pariwisata yang ada
diberbagai daerah. Seperti Bali, yang merupakan salah destinasi wisata terkenal
di Indonesia juga ikut terdampak pandemi. Pandemi menyebabkan sektor pariwisata
di Bali mengalami penurunan pada tingkat kunjungan. Selain itu, melemahnya
sektor pariwisata juga membuat Bali mengalami ketepurukan pada pendapatan
daerah. Tidak hanya di Bali, melemahnya sektor pariwisata juga dirasakan oleh
beberapa destinasi wisata di Jawa Timur terutama yang ada di Kota Batu. Seperti
yang diketahui, bahwa Kota Batu merupakan Kota Wisata dengan 30 destinasi
wisata per tahun 2019 (Badan Pusat Statistik, 2019). Di Kota Batu, banyak
tempat wisata yang harus berhenti beroperasi dikarenakan larangan pemerintah,
dengan tujuan untuk menghindari penyebaran virus covid-19. Salah satu bisnis
pariwisata yang terdampak pandemi, adalah Kusuma Agrowisata yang telah memiliki
nama besar sebagai tempat wisata di Kota Batu.
PT Kusuma Satria
Dinasasri Wisatajaya (atau yang lebih dikenal dengan nama Kusuma Agrowisata),
merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang pariwisata di Kota Batu,
khususnya dalam bidang agrowisata. Selain menyediakan konsep agrowisata, Kusuma
Agrowisata menyediakan fasilitas berupa penyediaan kamar, ruang pertemuan, makanan,
dan minuman, yang kemudian dikenal sebagai Kusuma Agrowisata Resort and
Convention Hotel.
Kusuma Agrowisata
didirikan pada tahun 1989 oleh Ir Edy Antoro dan telah berkiprah selama 31
tahun pada pariwisata di Kota Batu. Sekalipun Kusuma Agrowisata merupakan
tempat wisata yang tergolong cukup lama berdiri,
namun Kusuma Agrowisata juga tidak dapat menghindar dari dampak pandemi.
Sebagai upaya untuk mempertahankan bisnis dalam kondisi yang tidak menentu
seperti saat ini, banyak hal-hal baru yang dimunculkan ataupun dikenalkan
kepada masyarakat. Salah satunya seperti spot foto, ataupun tempat nongkrong
dengan pemandangan pegunungan Kota Batu yang indah dimana, tempat semacam itu
banyak digemari oleh anak muda. Kusuma Agrowisata membuat sebuah tempat tujuan
dengan tema yang baru, serta dengan sebuah harapan dapat lebih menarik minat
masyarakat untuk berkunjung ke Kusuma Agrowisata meski dalam kondisi pandemi.
Namun di era saat ini, seorang public relations dari sebuah perusahaan
pun harus memiliki strategi yang tepat.
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya,
bahwa saat ini memanfaatkan media sosial seperti Instagram merupakan pilihan
yang tepat dikarenakan hampir seluruh masyarakat telah menggunakan Instagram.
Termasuk Kusuma Agrowisata yang memanfaatkan Instagram untuk mengenalkan apa
saja yang ada di Kusuma Agrowisata, serta hal baru apa yang layak untuk dicoba
oleh masyarakat. Tidak hanya itu, Kusuma Agrowisata juga memanfaatkan Instagram
sebagai media membangun brand image untuk mendapatkan kesan positif di
mata masyarakat, sehingga masyarakat merasa tertarik untuk berkunjung. Menurut
Rita (2018) dalam artikelnya, bahwa membangun brand image dapat
menguntungkan suatu perusahan, karena konsumen juga secara tidak sadar dapat
menjadi seperti seorang public relations yang dapat merekomendasikan
ataupun memberikan informasi terkait suatu produk kepada orang lain.
Saat ini pun, menjadi seorang public
relations dalam sebuah perusahaann juga dapat menjadi tanggung jawab dari
seluruh karyawan perusahaan. Seluruh karyawan memiliki tanggung jawab untuk
menyampaikan informasi kepada khalayak terkait perusahaannya. Hal tersebutlah
yang terjadi pada Kusuma Agrowisata dimana, media sosial yang biasa dikelola
oleh seorang public relations justru dipegang oleh divisi IT. Namun hal
tersebut tidak menghambat aktivitas public relations untuk berkomunikasi
dan berbagi informasi. Dan juga pemanfaatan media sosial untuk membangun brand
image sebelum pandemi tentunya berbeda. Dapat dilihat dari setiap konten,
foto, ataupun video yang diunggah pada akun Instagram Kusuma Agrowisata, yaitu
@agrowisata.
Sebelum pandemi, yang dilakukan Kusuma
Agrowisata sebagai salah satu upaya menarik minat pengunjung dengan
memanfaatkan Instagram adalah dengan mengunggah kembali (repost) foto
atau video dari pengunjung yang telah berwisata di Kusuma Agrowisata, serta
menggungah poster sebuah acara yang dilakukan di Kusuma Agrowisata seperti
acara menyambut tahun baru dengan sebuah keterangan (caption) yang
menarik. Namun saat ini ketika pandemi, Kusuma Agrowisata memiliki sesuatu yang
berbeda untuk dapat menarik minat pengunjung. Dengan memanfaatkan Instagram,
Kusuma Agrowisata memilih untuk menggunggah beberapa poster terkait diskon, dan
ada juga beberapa foto ataupun video yang bertujuan untuk memperkenalkan
beberapa spot foto baru, serta menambahkan caption yang menarik seperti
mengajak masyarakat untuk datang ke Kusuma Agrowisata, dikarenakan ada potongan
harga dan spot foto baru serta mengingatkan masyarakat untuk tetap menjaga
kesehatan dan mematuhi protokol kesehatan.
Dengan menggungah sesuatu yang menarik,
merupakan langkah Kusuma Agrowisata untuk membangun citra positif, serta
diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat untuk berwisata ke Kusuma
Agrowisata. Maksud dari meningkatkan minat kunjungan sendiri adalah dimana
melalui unggahan yang ada di Instagram Kusuma Agrowisata, masyarakat memiliki
keinginan untuk berwisata ke Kusuma Agrowisata. Terutama di era pandemi saat
ini, masyarakat hanya berada di rumah dan membutuhkan sesuatu yang baru sebagai
hiburan maka melalui setiap unggahan yang ada, Kusuma Agrowisata berupaya untuk
memancing hasrat masyarakat untuk berwisata sekaligus menaikkan jumlah
wisatawan.
Atas dasar inilah topik ini menjadi salah
satu topik yang menarik, karena membahas mengenai bagaimana sebuah perusahaan
memanfaatkan media baru untuk mendapatkan kesan yang positif di mata masyarakat
hingga nantinya masyarakat tertarik terhadap apa yang dimiliki oleh perusahaan
tersebut. Terutama dalam situasi era pandemi saat ini, masyarakat membutuhkan
sesuatu yang lebih menarik dengan disertai dengan informasi yang jelas selain
itu juga dikarenakan masyarakat saat ini banyak menggunakan Instagram sebagai
media informasi apakah suatu tempat tersebut menarik untuk dikunjungi. Untuk
itulah penelitian ini ingin mengetahui bagaimana Kusuma Agrowisata memanfaatkan
Instagram untuk membangun brand image dalam meningkatkan minat
kunjungan.
A. Perumusan
Masalah
Berangkat
dari latar belakang yang ada, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah,
“Bagaimana pemanfaatan Instagram sebagai media membangun brand image
untuk meningkatkan minat kunjungan?”
B. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan dari rumusan masalah yang
telah disampaikan, maka tujuan dari penelitian ini, adalah untuk mengetahui
bagaimana pemanfaatan media sosial Instagram yang dilakukan oleh Kusuma
Agrowisata di masa pandemi untuk meningkatkan minat kunjungan.
C. Manfaat
Penelitian
1. Manfaat
Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai pemanfaatan media sosial sebagai media
membangun brand image, serta diharapkan melalui penelitian ini dapat
menambah ilmu pengetahuan yang secara teoritis dipelajari di bangku
perkuliahan.
2. Manfaat
Praktis
Manfaat praktis dalam penelitian ini
adalah sebagai media referensi dan tukar pikir oleh pihak Kusuma Agrowisata,
sehingga nantinya dapat diketahui bagaimana pemanfaatan Instagram sebagai media
untuk membangun brand image dalam meningkatkan minat kunjungan wisatawan
terutama saat era pandemi serta dapat menjadi pertimbangan untuk pihak Kusuma
Agrowisata dapat lebih mengembangkan penggunaan Instagram melalui konten-konten
yang diunggah, ataupun melalui fitur-fitur yang tersedia di Instagram.
KERANGKA DASAR TEORI
A. Konsep
Strategi Komunikasi
Komunikasi merupakan kegiatan untuk saling
memahami atau mengerti suatu pesan antara komunikator dan komunikan, yang
biasanya diakhiri dengan suatu hasil yang disebut sebagai efek komunikasi.
Kegiatan komunikasi akan berlangsung selama ada kesamaan makna dalam setiap
pesan yang disampaikan. Dalam kegiatan komunikasi, tidak hanya sekedar
memberikan sebuah informasi tetapi juga terdapat kegiatan persuasif. Yang
artinya, suatu kegiatan komunikasi dilakukan dengan cara membujuk dan bertujuan
agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan sehingga munculah
tindakan yang sesuai dengan yang diharapkan oleh pemberi pesan atau komunikator
(Caropeboka, 2017).
Sedangkan menurut Effendy dalam Kurnia
(2020), strategi sendiri adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai suatu
tujuan. Tetapi untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai
peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus mampu menunjukkan
bagaimana taktik operasionalnya. Kata strategi juga mengandung pengertian yang
terkait dengan hal-hal seperti kemenangan, kehidupan, atau daya juang. Artinya
menyangkut dengan hal-hal dengan mampu atau tidaknya suatu organisasi
menghadapi tekanan yang muncul dari dalam atau luar (Soemirat dan Ardianto,
2017). Maka, secara sederhana strategi adalah langkah-langkah atau sebuah cara
yang disusun sedemikian rupa untuk mencapai suatu tujuan.
Dalam sebuah organisasi, untuk dapat
bertindak secara strategis harus menyatu dengan visi dan misi organisasi
tersebut (Soemirat dan Ardianto, 2017). Kurnia (2020), mengatakan strategi
dirumuskan sebagai rencana yang komprehensif yang menyatakan bagaimana suatu
organisasi dapat mencapai misi dan tujuannya. Disebut rencana komprehensif
karena dalam penyusunannya mengkaji lingkungan strategis, dimana lingkungan
strategis adalah lingkungan yang mempengaruhi organisasi yaitu, seperti:
a. Lingkungan
Internal, yaitu lingkungan di dalam organisasi yang biasanya mencakup struktur
dan kultur serta sumber daya perusahaan.
b. Lingkungan
Eksternal, yaitu lingkungan di luar organisasi yang mempengaruhi perusahaan.
Dalam proses penyusunan rencana
komprehensif, biasanya juga melakukan analisis SWOT (Strenght, Weakness,
Opportunity, Treat) yaitu untuk memetakan kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman. Pada dasarnya kekuatan dan kelemahan itu ada pada lingkungan internal,
sementara peluang dan ancaman ada pada lingkungan eksternal. Dalam rencana
komprehensif bisa saja dirumuskan strategi untuk menggunakan kekuatan guna memanfaatkan
peluang yang ada (Kurnia, 2020).
Maka dapat dikatakan, untuk mencapai
tujuan dari komunikasi tentunya dibutuhkan sebuah strategi komunikasi yang
tepat. Dapat dijelaskan bahwa strategi komunikasi sendiri merupakan rangkaian
kegiatan yang berkelanjutan dan berhubungan yang sistematis, dilakukan secara
taktis yang memungkinkan pemahaman tentang khalayak yang dituju,
mengidentifikasi saluran yang efektif, dan mengembangkan serta mempromosikan
ide-ide dan pendapat melalui saluran tersebut untuk mempertahankan jenis
perilaku tertentu (Tatham, 2008). Berdasarkan pengertian tersebut, strategi
komunikasi merupakan sebuah alat atau cara untuk mencapai tujuan komunikasi
serta membutuhkan sebuah perencanaan yang tepat.
Dalam buku karya Cangara (2013), Middleton
menyatakan bahwa startegi komunikasi adalah kombinasi terbaik dari semua elemen
komunikasi mulai dari komunikator, pesan, saluran (media) penerima, sampai pada
pengaruh (efek) yang dirancang untuk mencapai tujuan komunikasi yang optimal
(Temaluru, 2021). Menurut Machfoesdz dalam Muntiani (2018), untuk menentukan
strategi komunikasi ada tahapan dalam mengembangkan komunikasi yang efektif
dimulai dari penetapan target, penetapan respon yang diinginkan, memilih pesan,
memilih media yang akan digunakan, memilih sumber pesan, dan menghimpun umpan
balik. Dalam memilih sumber pesan diharapkan dapat tepat sesuai dengan
keperluan sehingga dapat mempersuasi khalayak.
Hal tersebut juga sesuai dengan apa yang
dikatakan oleh Laswell melalui pertanyaan-pertanyaannya, yaitu (Mulyana, 2016):
a. Who?
(siapa komunikatornya?)
b. Says
what? (pesan apa yang disampaikan?)
c. In
which channel? (media apa yang digunakan?)
d. To
whom? (siapa komunikannya?)
e. With
what effect? (efek apa yang diharapkan?)
Dalam membuat strategi komunikasi, juga
tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Dalam tulisannya, Kurnia (2020)
menyebutkan beberapa langkah-langkah dalam menyusun strategi komunikasi agar
komunikasi dapat berjalan secara efektif. Adapun langkah-langkah dalam
penyusunan strategi komunikasi adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi
target khalayak
Pada
langkah ini, atau yang biasanya disebut dengan pemetaan pemangku kepentingan
dari organisasi, perlu dibedakan apakah khalayak yang akan dihadapi sifatnya
perorangan atau kelompok. Dikarenakan, menghadapi khalayak yang sifatnya
perorangan dan kelompok akan sangat berbeda. Artinya mengelola khalayak
perorangan akan lebih mudah.
b. Menetukan
tujuan
Dalam
langkah ini, seorang perencana diminta untuk menetapkan tujuan yang ingin
dicapai setelah ada gambaran yang diperoleh dari hasil pemetaan target sasaran
yang dilakukan pada langkah pertama.
c. Menetukan
pesan
Dengan
memahami khalayak atau target dan tujuan yang ingin dicapai, maka seseorang
perencana komunikasi harus dapat memilah pesan apa yang sesuai berdasarkan
pengetahuan, kebutuhan, dan pengalaman khalayak yang akan menjadi target
komunikasi.
d. Memahami
target
Dalam
langkah ini diperlukan tindakan untuk mencapai setiap khalayak, seperti apa
yang diinginkan khalayak, apakah ada perubahan sikap dan perilaku dari
khalayak, serta adakah hal pendukung yang membuat khalayak ingin melalukan
sesuatu sesuai dengan tujuan organisasi.
e. Memilih
media yang tepat
Sebelum
memilih media, diharuskan mengetahui atau mendapatkan informasi terkait
lapangan yang telah dipetakan, seperti apakah khalayak yang dituju memiliki
media seperti media sosial dan apakah media sosial yang digunakan oleh
khalayak.
f.
Membuat perencanaan
komunikasi
Langkah
yang terakhir adalah membuat perencanaan komunikasi untuk ditindaklanjuti.
Sebuah perencanaan harus memberikan gambaran lebih jauh, dan dengan perencaan
yang pantas tentunya dapat melakukan dan memperhitungkan tindakan yang akan
diambil (Soemirat dan Ardianto, 2017).
B. Instagram
Sebagai Media Membangun Brand Image
Dalam aktivitasnya, seorang public
relations dituntut memilliki kemampuan untuk memecahkan masalah dan menjadi
seorang yang dapat mengatur program kerja dengan sebuah strategi komunikasi
yang baik. Menurut Cutlip dan Center ada tahapan proses yang menjadi acuan
untuk menyusun strategi komunikasi, adapun tahapan proses tersebut sebagai
berikut (Temaluru, 2021):
1. Mendefinisikan
masalah atau peluang
Pada
tahap pertama ini, seorang PR harus mengetahui terlebih dahulu apa yang sedang
terjadi dengan melakukan penyeledikan dan memantau pengetahuan, opini, sikap
dan perilaku pihak-pihak terkait dan keterikatannya dengan kebijakan dan
kepentingan perusahaan. Tahap ini merupakan fungsi inteligen perusahaan yang
menyediakan dasar untuk semua langkah dalam proses ini dengan menentukan “Apa yang
sedang terjadi saat ini?”.
2. Perencanaan
dan Pemrograman pada tahapan selanjutnya, praktisi PR harus membuat keputusan
tentang program yang akan dibuat dengan menentukan strategi dan tindakan yang
akan diambil dalam tahapan selanjutnya. Dalam tahap ini, praktisi PR perusahaan
harus dapat membuat perencanaan dan mempertimbangkan temuan-temuan serta poin
yang terdapat pada tahap sebelumnya untuk dapat mulai diolah dan selanjutnya
dibuat perencanaan strategi yang baik yaitu “Berdasarkan apa yang kita ketahui
mengenai situasi, apa yang harus dilakukan?”.
3. Mengambil
Tindakan dan Berkomunikasi
Tahapan
ketiga dimana praktisi PR melakukan sebuah perencanaan strategi berdasarkan
analisis yang telah dilakukan di tahapan sebelumnya. Hal ini mencakup pembuatan
strategi tujuan perusahaan untuk mengambil tindakan dan melakukan kegiatan
komunikasi. Dalam tahap ini, seorang praktisi PR mulai menjalankan kegiatan
komunikasi dalam strategi yang telah dibuat untuk mencapai tujuan spesifik
untuk masing-masing publik dalam rangka mencapai tujuan program. Hal ini
dilakukan untuk menjawab pertanyaan “Bagaimana kita melakukannya dan kapan kita
akan mengatakannya?”.
4. Mengevaluasi
Program
Tahapan
terakhir, setelah tahapan implementasi, penting untuk meninjau kembali
keseluruhan strategi yang digunakan dengan meng-evaluasi program. Pada tahapan
terakhir ini, seorang praktisi PR mengadakan penilaian terhadap hasil-hasil
dari kegiatan yang sudah dilakukan. Evaluasi ini mencakup tinjauan kembali dan
mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukan dan didasarkan pada evaluasi atas
umpan balik tentang bagaimana keberhasilan program terlaksana dengan menjawab
pertanyaan “Seberapa baik langkah yang telah dilakukan?”.
Saat ini dalam praktik kerjanya, seorang
PR dapat memanfaatkan teknologi ataupun media sosial sebagai media dalam
menjalankan strategi komunikasi tanpa harus bertemu dengan khalayak. Banyak
perusahan atau organisasi yang saat ini sedang mengembangkan diri dengan
mencoba berbagai media sosial yang ada untuk menjangkau publik yang luas, berkomunikasi
dengan publiknya, hingga dalam upaya membangun brand image untuk menarik
perhatian publik. Adapun media sosial yang saat ini digunakan oleh perusahaan
atau organisasi untuk menjalankan strategi komunikasinya adalah seperti
Facebook, Twitter, Whatsapp, dan juga Instagram yang saat ini menjadi media
komunikasi yang banyak digunakan oleh publik. Langkah penyampaian informasi
dengan menggunakan media seperti itulah, yang disebut dengan cyber public
relations (Hidayat, 2014).
Media sosial Instagram sendiri merupakan
layanan aplikasi berbagi foto dan video serta memfasilitasi penggunanya untuk
mengambil, mengedit, serta menyebarkan foto dan video. Namun, tujuan dari media
sosial Instagram ini tidak hanya untuk sebuah aplikasi foto dan video,
melainkan sebuah konsep atau cara baru untuk berkomunikasi melalui sebuah foto
dan video (Dewi, 2020). Instagram juga banyak digunakan oleh perusahaan atau
organisasi sebagai media dalam membangun brand image untuk dapat menarik
perhatian dari para targetnya. Instagram memiliki berbagai fitur yang dapat
digunakan oleh penggunanya untuk melakukan aktivitas komunikasi yang lebih
interkatif, seperti:
a. Menggungah
foto dan video
Instagram
merupakan media sosial yang yang memiliki kekuatan melalui gambar ataupun video
yang diunggah. Fitur ini biasa disebut sebagai feed Instagram, dan sebagai
fitur yang cocok untuk membangun brand image karena setiap gambar atau
video yang telah diunggah, tidak akan hilang kecuali pengguna Instagram
tersebut yang menghapusnya (Sas Digital, 2020).
b. Pengikut
(followers)
Pengikut
adalah setiap orang yang memiliki akun media sosial Instagram dan mengikuti
akun media sosial Instagram milik orang lain. Dalam fitur ini, memungkinkan
untuk setiap pengguna Instagram dapat saling berinteraksi dan berkomunikasi.
c. Caption
Caption
adalah keterangan yang diberikan pada sebuah foto atau video yang diunggah.
Dalam memberikan caption, harus dipastikan bahwa caption tersebut menarik dan
mampu menjelaskan maksud dari gambar atau video yang diunggah.
d. Komentar
dan suka (like)
Komentar
merupakan sebuah fitur yang dapat digunakan oleh pengguna Instagram untuk
memberikan komentar pada sebuah unggahan. Sedangkan fitur suka (like) yang
biasa berupa simbol hati, merupakan salah satu fitur yang dapat digunakan jika
menyukai sebuah unggahan.
e. Arroba
(@)
Arroba
atau yang direpresentasikan dengan tanda (@), merupakan fitur yang dapat
digunakan oleh para pengguna untuk melakukan interaksi dengan pengguna lainnya
dengan menggunakan tanda (@) yang diikuti dengan nama dari akun Instagram
pengguna yang dituju (Irfan dan Anastasya, 2020).
f.
Hastags
Hastags
adalah tanda pagar (#) yang memudahkan pengguna untuk mengelompokkan gambar atau
video. Hastags juga mempermudah pengguna untuk mencari sesuatu yang diinginkan
dengan kata kunci tertentu (Dewi, 2020).
g. Live
Instagram
Live
Instagram adalah sebuah fitur yang dapat digunakan untuk melakukan siaran
langsung terhadap apa yang sedang dilakukan oleh penggunanya.
h. Direct
message
Direct
Message adalah sebuah fitur yang digunakan untuk mengirim pesan secara pribadi
kepada pengguna lainnya.
i.
Instagram story
Instagram
story sendiri merupakan fitur untuk mengunggah foto atau video dalam 15 detik
dan hanya bertahan 24 jam saja (Dewi, 2020). Para pengguna dapat berbagi foto
atau video kepada pengguna lainnya dengan menggunakan efek atau filter yang
menarik. Selain itu ada juga fitur lain seperti QnA atau fitur tanya jawan,
polling, dll (Irfan dan Anastasya, 2020).
j.
Instagram TV (IGTV)
IGTV
merupakan fitur Instagram yang memperbolehkan pengguna mengupload video dengan
durasi lebih panjang. Fitur ini bisa dibilang merupakan salah satu cara yang
bisa dimanfaatkan oleh para influencers, brands, dan pengguna Instagram untuk
membuat video bagi pengikut mereka. Fitur tersebut dibuat dengan format yang
sama dengan Instagram story, bedanya hanya ada di durasi video. IGTV akan
mempunyai format vertikal dan dapat mengunggah video berdurasi 10 menit, bahkan
akun yang lebih besar dapat menggungah video sampai 1 jam (Ashari, 2021).
Menurut Irfan dan Anastasya (2020) dalam
bukunya yang berjudul Optimalisasi Instagram Sebagai Media Merketing, Instagram
juga memiliki beberapa fitur yang mendukung untuk kegiatan bisnis, yang dapat
dimanfaatkan oleh para pelaku usaha. Berikut fitur-fitur yang dapat digunakan
untuk kegiatan bisnis, yaitu:
a. Advertising
on Instagram
Fitur
ini berfungsi untuk membuat serta menampilkan konten promosi pada halaman utama
Instagram. fitur ini membutuhkan biaya yang tergolong murah bagi para pelaku
usaha. Dengan adanya fitur ini, banyak orang yang melihat akun Instagram serta
produk apa saja yang diperjual belikan oleh pelaku usaha yang memasang iklan.
b. Linking
Accounts
Fitur
ini berguna untuk menautkan beberapa akun media sosial ke akun Instagram yang
dimiliki. Akun media sosial lainnya yang dapat ditaukan, misalnya Facebook dan
Twitter. Hal ini dapat mempermudah suatu usaha dalam menjalankan social media
marketing, sebab unggahan pada Instagram juga dapat terunggah secara otomatis
pada akun media sosial lain yang sudah tertautkan.
c. Instagram
Business Tools
Fitur
Instagram business tools terdiri dari dua fitur, yaitu business profile dan
shopping on Instagram. Business profile merupakan fitur yang menghubungkan akun
Instagram dengan halaman bisnis Facebook. Dengan profil bisnis, pelaku usaha
mendapatkan insight mengenai para pengikut dan respon terhadap unggahan,
mempromosikan konten yang telah diunggah, dan memungkinkan menambahkan
informasi-informasi penting pada profil Instagram seperti alamat bisnis dan
info kontak. Sedangkan fitur shopping on Instagram merupakan fitur yang
menyediakan etalase yang menarik bagi para pelaku usaha sehingga calon konsumen
atau konsumen tetap dapat mengeskplor produk para pelaku usaha dengan sekali
tekan.
d. Branded
content on Instagram
Fitur
ini mempermudahkan para pembuat konten (content creator) untuk mengkomunikasikan
kerja sama antara mereka dengan sebuah bisnis. Para kreator yang memiliki akses
ke fitur branded content akan menerima pemberitahuan dalam akun Instagram dan
pemberitahuan ini dimaksudkan untuk mempermudah penggunaan tanda “paid
partnership with” dan mengedukasi komunitas menengai fitur branded content di
Instagram.
C. Brand
Image
1. Pengertian
Brand Image (Citra Merek)
Dalam
penelitian ini, akan membahas mengenai brand image (citra merek) yang
menurut Rita (2008), brand image merupakan persepsi masyarakat terhadap
sebuah perusahaan atau produk. Citra yang baik tentang suatu produk akan
menguntungkan perusahaan. Menurut Setiadi dalam Mulyadi dan Zuhri (2020), bahwa
citra merek mengacu pada skema memori akan sebuah merek yang berisikan
interpretasi konsumen atas atribut, kelebihan penggunaan, situasi, para
pengguna, dan karakteristik pembuat dari produk atau merek tersebut.
Berdasarkan pengertian-pengertian
tersebut, brand image juga dapat dikatakan sebagai kesan dari sebuah
merek. Sebagai contoh, sebuah perusahaan akan berusaha untuk untuk membangun brand
image yang artinya perusahaaan tersebut sedang membangun sebuah kesan
positif di mata masyarakat. Seperti yang dikatakan sebelumnya, ketika
perusahaan memiliki citra ataupun kesan yang baik dan menarik, maka akan sangat
menguntungkan perusahaan tersebut serta masyarakat akan selalu ingat terhadap
perusahaan tersebut.
Menurut Rosalina dalam Firmansyah (2019),
dalam proses pengembangan brand image harus diketahui bahwa merek yang
kuat memiliki identitas yang jelas. Konsumen umumnya menginginkan sesuatu yang
unik dan khas yang berhubungan dengan merek. Ketidakcocokan brand image dengan
harapan konsumen akan memberikan kesempatan pada pesaing. Dalam bukunya,
Firmansyah (2019) menyampaikan bahwa Brand image yang kuat, terbetuk
dari tiga unsur, yaitu:
a. Favorability
of brand association
Keunggulan asosiasi merek dapat membuat konsumen
percaya bahwa atribut dan manfaat yang diberikan oleh suatu merek dapat
memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen sehingga menciptakan sikap yang
positif terhadap merek tersebut. Akhir dari keputusan konsumen saat memakai
atau mengkonsumsi suatu produk adalah mendapatkan kepuasan akan kebutuhan dan
keinginan. Dengan adanya kebutuhan dan keinginan, maka munculah sebuah harapan
dalam diri konsumen. Seorang konsumen akan berharap bahwa produk yang dipakai
ataupun dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan dari konsumen
tersebut, serta jika harapan tersebut terpenuhi makan konsumen akan merasa
puas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keunggulan asosiasi merek terdapat
pada manfaat produk, tersedianya banyak pilihan untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan, harga yang ditawarkan bersaing, dan kemudahan mendaptkan produk yang
dibutuhkan serta nama perusahaan yang bonafit juga mampu menjadi pendukung
merek tersebut.
b. Strength
of brand association
Kekuatan asosiasi merek, tergantung pada bagaimana
informasi masuk dalam ingatan konsumen dan bagaimana informasi tersebut
dikelola oleh data sensoris di otak sebagai bagian dari brand image. Ketika
konsumen secara aktif memikirkan dan menguraikan arti informasi pada suatu
produk atau jasa maka akan tercipta asosiasi yang semakin kuat pada ingatan
konsumen.
c. Uniqueness
of brand associations
Sebuah
merek diharuskan memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, untuk membedakan
dengan merek yang lain dan supaya tidak ditiru oleh pihak pesaing. Dengan
memiliki keunikan, maka suatu produk akan memberi kesan yang membekas terhadap
ingatan pelanggan terkait keunikan dari merek tersebut. Sebuah merek yang
memiliki ciri khas haruslah dapat melahirkan keinginan pelanggan untuk mengetahui
lebih jauh tentang dimensi merek yang terkandung di dalamnya. Sebuah merek
hendaknya mampu menciptakan motivasi pelanggan untuk mulai mengkonsumsi produk
dari merek tersebut. Merek juga seharusnya mampu menciptakan kesan yang baik
bagi pelanggan yang mengkonsumsi produk dari merek tersebut.
Menurut Kartajaya dalam Yunaida (2017), brand
image juga memiliki faktor-faktor pembentuk, seperti komunikasi dari sumber
lain yang belum tentu sama dengan yang dilakukan pemasar, komunikasi bisa
datang dari konsumen lain, pengecer dan pesaing. Faktor selanjutnya yaitu
pengalaman konsumen melalui suatu eksperimen yang dilakukan konsumen dapat
mengubah persepsi yang dimiliki sebelumnya. Oleh sebab itu, berbagai persepsi
yang timbul itulah yang akan membentuk total image of brand (citra
keseluruhan sebuah merek). Dan faktor yang terakhir yaitu, pengembangan produk.
Posisi brand terhadap produk memang cukup unik, disatu sisi merupakan
payung bagi suatu produk, artinya dengan dibekali brand tersebut, produk
dapat naik nilainya. Disisi lain, performa ikut membentuk brand image
yang memayungi dan tentunya konsumen akan membandingkan antara performa produk
yang telah dirasakan dengan janji brand dalam slogan.
Keller dalam Rantri (2007), menyatakan
bahwa citra merek juga terdiri dari beberapa komponen, seperti:
a. Attributes
(Atribut), merupakan deskripsi terkait fitur-fitur yang ada dalam sebuah produk
atau jasa. Dalam komponen ini terdapat atribut produk yang berhubungan dengan
komposisi fisik, atau persyaratan dari suatu jasa yang ditawarkan. Selain itu
ada juga atribut produk, yang merupakan aspek eksternaldari suatu produk yang
berhubungan dengan pembelian dan konsumsi suatu produk atau jasa. Dalam atribut
non produk ini berisikan informasi tentang harga, kemasan dan desain produk,
orang atau selebriti yang menggunakan produk atau jasa tersebut, serta
bagaimana dan dimana produk atau jasa itu digunakan.
b. Benefits
(Keuntungan), dalam komponen ini berbicara mengenai nilai personal yang
berkaitan dengan konsumen pada aktibut produk atau jasa. Dalam komponen ini
terdapat yang pertama, functional benefits yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan dasar seperti kebutuhan fisik dan keamanan atau pemecahan
masalah. Kedua, experiental benefits
Menurut Rangkuti dalam Yunaida (2017), terdapat
langkah-langkah dalam membangun brand image, yaitu sebagai berikut:
a. Memiliki
positioning yang tepat, merek harus dapat menempati atau memposisikan
diri secara tepat untuk selalu menjadi nomor satu dan utama dibenak konsumen.
b. Memiliki
brand value yang tepat, produsen harus membuat brand value yang
tepat untuk membentuk brand personality yang baik terhadap merek untuk
membuat merek semakin bernilai dan kompetitif dibenak konsumen. Brand
personality lebih cepat berubah dibandingkan brand positioning karena
brand personality mengikuti permintaan atau kehendak konsumen setiap
saat.
c. Memilik
konsep yang tepat, untuk mengkomunikasikan brand value dan positioning
yang tepat maka dibutuhkan konsep yang tepat sesuai sasaran baik terhadap
produk, segmentasi pasar, cara memasarkan, target pasar, dan kualitas
pelayanan. Hal ini membantu perusahaan untuk membangun brand image yang baik
dibenak konsumen.
D. Minat
Kunjungan
Minat menurut Slameto dalam Munawwaroh
(2018), adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau
aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Dapat dikatakan juga bahwa minat merupakan
sebuah dorongan untuk seseorang melakukan apa yang disukai atau yang diinginkan
sehingga mendapatkan kepuasan. Minat berkunjung pada dasarnya adalah dorongan
dari dalam diri konsumen berupa keinginan untuk mengunjungi suatu tempat atau
wilayah yang menarik perhatian seseorang tersebut. Kotler mengamsusikan bahwa minat
pembelian pada konsumen dapat disamakan dengan minat berkunjung pada wisatawan.
Hal tersebut dapat dilihat pada perilaku yang sama dalam diri seorang konsumen
ataupun wisatawan dalam memutuskan untuk berkunjung, memiliki berbagai
pertimbangan seperti halnya sebelum melakukan pembelian (Munawwaroh, 2018).
Suryandana dalam Siregar dkk (2019),
mengatakan terdapat rangkaian proses yang dijalani seorang wisatawan untuk
memutuskan berkunjung ke suatu tempat, yaitu seperti:
a. Pengenalan
kebutuhan, proses berkunjung dimulai saat calon wisatawan mengenali sebuah
kebutuhan. Dalam proses pengenalan kebutuhan, calon wisatawan mempersepsikan
perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk
membangkitkan dan mengaktifkan proses keputusan berwisata.
b. Pencarian
informasi, tahap proses keputusan berkunjung di mana calon wisatawan ingin
mencari informasi lebih banyak mengenai suatu destinasi wisata. Minat utama
pemasar berfokus ada sumber-sumber informasi utama yang menjadi acuan wisatawan
dan pengaruh relatif tiap sumber tersebut kepada keputusan berkunjung.
c. Evaluasi
alternatif, tahap proses keputusan berkunjung di mana calon wisatawan
menggunakan informasi untuk mengevaluasi alternatif dalam sekelompok pilihan.
d. Keputusan
berkunjung, calon wisatawan membentuk preferensi atas alternatif pilihan.
Kemudian akan terbentuk niat untuk mengunjungi daerah tujuan wisata yang mereka
sukai.
e. Perilaku
pasca berkunjung, tahapan proses keputusan berkunjung di mana wisatawan
mengalami tindakan selanjutnya atau pengalaman setelah kunjungan dilakukan
berdasarkan kepuasan dan ketidakpuasan wisatawan. Jika kunjungan tidak memenuhi
ekspektasi maka wisatawan akan merasa kecewa, jika kunjungan memenuhi
ekspektasi maka wisatawan akan merasa puas, dan jika kunjungan melebihi
ekspektasi wisatawan akan sangat merasa puas.
E. Teori
New Media
Teori media baru (new media)
pertama kali dikembangkan oleh Pierre Levy pada sekitar tahun 2000 yang
mengemukakan tentang perkembangan media. Istilah media baru biasa digunakan
untuk sebutan penggabungan media konvensional dengan internet. Dalam teori
media baru, terdapat dua pandangan yang pertama yaitu pendangan interaksi
sosial dan pandangan integrasi sosial (Pradana, Azainil, Arsyad, 2019). Menurut
Stephen dan karen, dalam bukunya yang berjudul “Teori Komunikasi: Theories
of human communication”, bahwa pandangan interaksi sosial membedakan media
menurut seberapa dekat media dengan model interaksi tatap muka.
Media tradisional dianggap sebagai media
informasional karena hanya menekankan pada penyebaran informasi saja sehingga
tidak adanya interaksi. Sedangkan media baru, saat ini dikatakan lebih
interaktif dan menciptakan sebuah pemahaman baru tentang komunikasi pribadi.
Media baru tidak ada aktivitas interaksi tatap muka, namun memberikan bentuk
interaksi lain dengan konsep yang baru dimana dapat membawa seseorang pada
hubungan yang lebih dekat jika dibandingkan dengan media sebelumnya. Menurut
Stephen, media baru memberikan penggunaan yang terbuka dan fleksibel, serta
memberikan keluwesan waktu dalam penggunaan (Littlejohn & Foss, 2019).
Dalam media baru, khalayak tidak sekedar ditempatkan sebagai objek yang menjadi
sasaran dari pesan namun, saat ini peran khalayak lebih interaktif terhadap
pesan (Nasrullah, 2014).
Menurut Gane dan Beer dalam Muntiani
(2018), media baru memiliki beberapa karakteristik, yaitu:
1. Network,
disebut jaringan untuk massa yang
memungkinkan pengguna dapat dengan mudah memperluas partisipasi dalam media.
2. Interactivity,
jika istilah broadcast mewakili
kondisi media lama, maka interaktif mewakili media baru.
3. Information,
yaitu tersajinya informasi yang membanjiri dunia virtual di internet.
4. Interface,
merupakan karakteristik yang menghubungkan interaksi antara pengguna, komputer
dan jaringan sehingga menghilangkan hambatan jarak dan waktu dalam
berkomunikasi.
5. Archive,
yaitu karakteristik yang memungkinkan pengguna dapat mengubah, mengakses,
menghasilkan, dan menyimpan informasi dari internet.
6. Simulated,
yaitu realitas dalam internet yang memungkinkan seseorang memanipulasi
identitas dan representasi dirinya.
Dengan hadirnya media baru saat ini, telah
mengubah potensi perkembangan komunikasi yang dilakukan oleh seorang PR dan
menghadirkan kesempatan serta tantangan daam dunia komunikasi (Temaluru, 2021).
Adanya media baru sebagai bentuk dari perkembangan teknologi, menjadikan
seluruh aktivitas PR tidak dapat lepas dari perkembangan teknologi komunikasi.
Pengaruh teknologi komunikasi terhadap PR dapat berbentuk sebagai media untuk
berkomunikasi dengan publiknya.
Menurut Holtz dalam Soemirat dan Ardianto
(2017), saat ini banyak praktisi PR yang mengaku bahwa perusahaan-perusahaan
telah mempertimbangkan untuk menggunakan media baru sebagai salah satu strategi
komunikasi PR. Setiap perusahaan yang menggunakan media dengan berbasis
internet, akan mengalami perkembangan dan kemajuan ditengah-tengah masyarakat
yang paham akan teknologi serta dapat menjangkau khalayak yang lebih luas.
F. Technology
Acceptance Model (TAM)
Pada sebuah penelitian terdapat teori
besar (grand theory) yang dapat dijadikan acuan untuk lebih fokus dalam
melaksanakan penelitian. Dalam penelitian ini, menggunakan technology
acceptance model (TAM) yang pertama kali diperkenalkan oleh Fred Davis pada
tahun 1986. Dalam model ini, disampaikan bahwa setiap pengguna sistem akan
cenderung menggunakan sistem apabila sistem tersebuh mudah digunakan dan
bermanfaat bagi penggunanya. Konsep TAM dilandasi oleh teori tindakan beralasan
(theory of reasoned action) yang dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen.
Dalam TAM, penerimaan pemakai sistem informasi ditentukan oleh dua faktor kunci
yaitu perceived usefulness dan perceived ease of use (Wida dkk,
2016).
Dalam model ini, Davis memberikan sebuah
teori yang menjadi landasan untuk mempelajari dan memahami perilaku pengguna dalam
menerima dan menggunakan sebuah sistem informasi. Melalui konsep ini diharapkan
dapat membantu dalam memprediksi sikap seseorang terhadap teknologi, apakah
seseorang tersebut menerima atau tidak teknologi yang ada serta dapat memahami
faktor apa saja yang menjadi pendorong sikap seseorang tersebut.
Model TAM akan lebih menjelaskan bahwa
penerimaan penggunaan teknologi dipengaruhi oleh dua faktor kunci, seperti yang
telah disampaikan sebelumnya yaitu manfaat yang diterima (perceived
usefulness) dimana pada faktor ini, ada rasa percaya dari seseorang bahwa
dengan memanfaatkan teknologi akan meningkatkan kinerja dan persepsi kemudahan
penggunaan (perceived ease of use) dimana seseorang percaya dengan
adanya teknologi yang mudah digunakan, akan mempermudah dalam menyelesaikan
pekerjaan.
Dalam model ini juga dijelaskan suatu
hubungan sebab akibat antara keyakinan dan perilaku, tujuan, serta penggunaan
aktual dari pengguna suatu sistem informasi. Model TAM menjelaskan lebih rinci
mengenai penerimaan internet dengan dimensi-dimensi tertentu yang bisa
mempengaruhi pengguna internet dengan mudah (Wida dkk, 2016). Menurut nasution
dalam Wida dkk (2016), bahwa aspek perilaku dalam penggunaan teknologi
informasi merupakan hasil pengaruh dari persepsi, sikap, dan afeksi sebagai
aspek keperilakuan yang ada pada diri seseorang sebagai pengguna.
Dimasa saat ini, dimana kehidupan manusia
berdampingan dengan kemajuan teknologi maka sebagian besar aktivitas dilakukan
dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Ketika seseorang menerima dan
memanfaatkan kemajuan teknologi dengan baik dan maksimal, maka akan akan
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Seperti yang saat ini banyak dilakukan
oleh sebuah perusahaan atau organisasi, mereka memanfaatkan teknologi dengan
menggunakan media sosial untuk dapat berkomunikasi dengan publiknya. Tidak
hanya itu, untuk mencapai tujuan yang lebih besar seperti menjangkau khalayak
yang lebih luas, membangun brand image, ataupun membangun brand
awareness, saat ini perusahaan atau organisasi memanfatkan media sosial
sebagai bentuk dari menerima kemajuan teknologi.
1. Perceived
Usefulness
Perceived usefulness
(persepsi kegunaan) adalah suatu tingkatan dimana seseorang mempercayai bahwa
menggunakan suatu sistem teknologi akan dapat meningkatkan kinerja dan prestasi
kerja (Tyas dan Darma, 2017). Tolak ukur dari kemanfaatan tersebut, dapat
dilihat dari frekuensi seberapa sering menggunakan sistem teknologi informasi
tersebut dan aplikasi apa saja yang digunakan. Setiap sistem teknologi
informasi yang digunakan dapat dikatakan bermafaat ketika membuat pekerjaan
menjadi lebih mudah, dapat dimanfaatkan untuk aktivitas sehari-hari, ataupun
meningkatkan produktifitas.
Dengan begitu, kemanfaatan dalam teknologi
informasi merupakan sesuatu yang diharapkan oleh para penggunanya dalam
melakukan pekerjaan atau aktivitasnya. Oleh sebab itu, tingkat kemanfaatan
teknologi informasi mempangaruhi sikap dari para penggunanya dalam menggunakan
teknologi tersebut.
2. Perceived
ease of use
Perceived ease of use
(persepsi kemudahan penggunaan) merupakan suatu tolak ukur untuk seseorang yang
percaya bahwa teknologi dapat dipahami dan digunakan dengan mudah. Beberapa
indikator yang dapat digunakan untuk mengukur persepsi kemudahan penggunaan
yaitu seperti fleksibel, mudah dipelajari, mudah digunakan, dan dapat
mengontrol pekerjaan (Tyas dan Darma, 2017). Suatu
teknologi dikatakan mudah dalam penggunaanya, dapat dilihat dari intensitas
penggunanya menggunakan teknologi tersebut. Semakin sering pengguna tersebut
terlihat memanfaatkan teknologi, maka dapat dapat disimpulkan bahwa teknologi
tersebut mudah digunakan ataupun mudah dipelajari bagi para pengguna baru.
Seperti saat ini, bagaimana banyak
khalayak dari berbagai golongan dan usia telah mengenal teknologi dan segala
cakupannya seperti media sosial. Hampir semua kalangan telah mengenal media
sosial, salah satunya seperti Instagram. Hal tersebut dikarenakan aplikasi
Instagram mudah dipelajari sehingga para penggunanya merasa mudah dalam
mengoperasikan aplikasi Instagram. Oleh karena itu, tidak sedikit para pengguna
Instagram berasal dari kalangan usia lanjut, yang memanfaakan Instagram sebagai
media hiburan.
3. Attitude
toward using
Menurut Davis dalam Wida dkk (2016), Attitide
toward using dalam TAM dikonsepkan sebagai sikap terhadap penggunaan sistem
yang berbentuk penerimaan atau penolakan sebagai dampak bila seseorang
menggunakan teknologi dalam pekerjaanya. Seorang pengguna dapat dikatakan
menolak atau menerima dapat dilihat dari sikap atau kesan awal pengguna tersebut
terhadap teknologi yang ada. Jika pengguna memiliki kesan positif terhadap
suatu teknologi, maka akan muncul keinginan untuk menggunakan teknologi
tersebut sehingga dikatakan pengguna tersebut menerima teknologi yang ada.
4. Actual
use
Actual use (perilaku nyata) diartikan sebagai bentuk respon dari seorang pengguna teknologi dengan perilaku yang nyata, seperti seseorang akan dikatakan merasa puas dengan teknologi yang digunakan jika seseorang tersebut merasa yakin dan telah membuktikan bahwa teknologi yang digunakan memang dapat membantu dalam mengerjakan aktivitas sehari-hari, bahkan dapat membantu untuk menjadi lebih produktif
0 komentar:
Posting Komentar