PENGEMBANGAN SEKTOR PARIWISATA DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
Pengertian Kebijakan Publik
2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik
Thomas Dye
menyebutkan ” kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu (whatever governments chosee to do or not to do )”.
Defenisi
ini dibuat dengan menghubungkan beberapa defenisi lain dari David
Easton, Lasswell dan Kaplan, serta Carl Friedrich. Easton menyebutkan kebijakan
pemerintah sebagai ‘kekuasaan pengalokasian nilai- nilai untuk masyrakat secara
keseluruhan’. Hal ini mengandung konotasi tentang kewenangan pemerintah yang meliputi keseluruhan
kehidupan bermasyrakat.
H. Hugh
Heglo menyebutkan kebijakan sebagai “a course of action intended to accomplish
some end atau sebagai suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan
tertentu”. Heglo mengatakan bahwa
kebijakan lebih dapat digolongkan sebagai suatu alat analisis daripada sebagai
suatu rumusan kata- kata. Setelah kebijakan adapun pengertian publik dalam rangkaian
kata public policy memiliki tiga
konotasi , yaitu pemerintah, masyrakat, dan umum. Hal ini dapat dilihat dalam
dimensi subjek, objek, dan lingkungan dari kebijakan. Dalam dimensi subjek,
kebijakan publik adalah kebijakan dari pemerintah, sehingga salah satu ciri
kebijakan publik adalah “what government
do or not to do”. Kebijakan dari pemerintahlah yang dapat di anggap sebagai
kebijakan yang resmi, sehingga mempunyai kewenangan yang dapat memaksa
masyrakat untuk mematuhinya.
2.1.2 Ciri – ciri kebijakan:
Ciri
merupakan keteragan yag menunjukan sifat khusus dari sesuatu. Demikian pula
dengan kebijakan. Tanpa mengetahui sifat khusus atau ciri-ciri dari kebijakan,
sulit dibedakan antara kebijakan dengan keputusan biasa dalam birokrasi pemerintah.
Kebijakan adalah keputusan, namun tidak semua keputusan merupakan kebijakan.
Oleh sebab itu, Anderson dan kawan- kawan mengemukakan ciri dari kebijakan
sebagai berikut :
1. Public policy is
purposive, goal- oriented behaviour rather than random or chance behaviour.
Setiap kebijakan harus ada tujuannya. Artinya, pembuatan suatu kebijakan
tidak boleh sekedar asal buat atau karena kebetulan ada kesempatan membuatnya.
Karena tanpa tujuan tidak perlu ada kebiajkan.
2. Public policy consist
of course of action rather than separate, discrete decision, or actions,
performed by government officials.
Artinya, suatu kebijakan tidak dapt berdiri sendiri, terbisah dari
kebijakan yang lain. Namun, ia berkaitan dengan berbagai kebijakan dalam
masyrakat, dan berorientasi pada implementasi, interpretasi, dan penegakan hukum.
3. Policy is what
government do, not what they say will do or what they intend to do.
Kebijakan adalah apa yang dilakukan oleh pemerintah, bukan apa yang diinginkan atau dikehendaki untuk dilakukan
pemerintah.
4. Public policy may
either negative of positive.
Kebijakan dapat berbentuk negative atau melarang dan juga dapat berupa
pengarahan untuk melaksanakan atau menganjurkan.
5. Public policy is
based on law and is authoritative.
Kebijaksanaan harus berdasarkan hukum, sehingga mempunyai kewenangan untuk
memaksa masyrakat mengikutnya.
2.1.3 Unsur- unsur kebijakan :
·
Tujuan kebijakan.
Suatu kebijakan dibuat untuk karena adanya tujuan yang
ingin dicapai. Tanpa adanya tujuan, maka tidak perlu ada kebijakan. Dengan
demikian, tujuan menjadi unsur utama dari suatu kebijakan. Tetapi tidak semua
kebijakan mempunyai tujuan yang sama. Perbendaanya bisa terletak pada jangka
waktu dari kebijakan itu sendiri, posisi da ri kebijakan, gambaran kebijakan,
orientasi kebijakan, dan dukunga kebijakan itu sendiri.
·
Masalah
Masalah merupakan unsur yang sangat penting dlam
kebijakan. Kesalahan dalam menentukan masalah yang tepat, dapt menimbulkan
kegagalan total dalam seluruh proses kebijakan.
·
Tuntutan
Munculnya tuntutan dikarenakan adanya hal- hal yang tidak
sesuai dengan apa yang telah direncakan atau apa yang telah disepakati.Tuntutan
biasanya berasal dari pihak- pihak yang terdampak dari keputusan atau kebijakan
yang dibuat.
·
Dampak
Dampak ini merupakan tujuan lanjutan yang mucul sebagai
pengaruh dari pencapaian suatu tujuan.
Sebagai suatu konsep yang mengandung nilai, kebijakan
pemerintah diramu dari dua konsep dasar, yaitu konsep kebijakan dan konsep
pemerintah. Proses perumusan kebijakan publik biasanya dilihat dari konteks
pemahaman terhadap kebijakan publik sebagai ilmu sosial terapan (applied social science). Hal ini yang
membedakan kebijakan publik dengan ilmu- ilmu sosial lainnya. Menurut Aderson
dalam kebijakan public mencakup beberapa elemen- elemen,sebagai berikut :
1. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi
pada tujuan tertentu.
2. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-
pejabat pemerintah.
3. Kebijakan adalah apa yang benar- benar dilakukan oleh
pemerintah dan bukan apa yang bermaksud akan dilakukan.
4. Kebijakan public bersifat positif (merupakan tindakan
pemerintah mengenai suatu masalah tertentu ) dan bersifat negative ( keputusan
pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu ).
5. Kebijakan publik (positif) selalu berdasarkan pada
peraturan perundangan tertentu yang bersifat memaksa (otoritatif).
”Berdasarkan pengertian dan
elemen yan terkandung dalam kebijakan sebagaimana telah disebutkan, maka kebijakan publik
dibuat dalam kerangka untuk memecahkan masalah dan untuk mencapai tujuan dan sasaran
tertentu yang diinginkan. Kebijakan publik ini berkaitan dengan apa yang
senyatanya dilakukan oleh pemerintah dan bukan sekedar apa yang ingin dilakukan”
(Wahab, 1991:13).
2.1.4 Proses kebijakan publik
Kebijakan
publik tidak bisa terjadi begitu saja melainkan melalui proses atau tahapan-
tahapan yang panjang. Menurut Thomas R.
Dye (1992:328) proses kebijakan meliputi beberapa hal berikut :
·
Identifikasi masalah
kebijakan (identification of policy
problem)
Identifikasi masalah kebijakan dapat dilakukan melalui identifikasi apa
yang menjadi tuntutan (demands) atau
tindakan pemerintah.
·
Penyusunan agenda (agenda setting)
Penyusunan agenda (agenda setting)
merupakan aktivitas memfokuskan perhatian pada pejabat publik dan media masa
atau keputusan apa yang akan diputuskan terhadap masalah publik tertentu.
·
Perumusan kebijakan (policy formulation)
Perumusan (formulation) merupakan
tahap pengusulan rumusan kebijakan melalui inisiasi dan penyusunan usulan
kebijakan melalui organisasi perencanaan kebijakan, kelompok kepentingan,
birokrasi pemerintah, presiden, dan lembaga legislative.
·
Pengesahan kebijakan (legitimating of policies)
Implementasi kebijakan dilakukan melalui tindakan politik oleh partai
politik, kelompok penekan, presiden, dan kongres.
·
Implementasi
kebijakan (policy implementation)
Implementasi kebijakan dilakukan melalui birokrasi, anggaran publik, dan
aktivitas agen eksekutif yang terorganisasi.
·
Evaluasi kebijakan (policy evaluation )
Evaluasi kebijakan dilakukan oleh lembaga pemerintah sendiri, konsultan di
luar pemerintah, pers, dan masyrakat.
2.2 Pengertian Implementasi kebijakan
2.2.1 Konsep
implementasi kebijakan
Secara etimologi,
kata implementasi merupakan terjemahan dari kata ‘implementation’, yang berasal dari kata kerja “to implement”. Secara etimologis, implementasi merupakan suatu
aktivitas yang berkaitan dengan penyelesaian suatu perkerjaan dengan sarana
(alat) untuk memperoleh hasil. Termonologi implementasi kebijakan publik dapat
diartikan sebagai aktivitas penyelesaian atau pelaksanaan suatu kebijakan
publik yang telah ditetapkan/ disetujui dengan pengunaan sarana (alat) untuk
mencapai tujuan kebijakan. Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang
bersifat praktis dan dibedakan dari formulasi kebijakanyang dapat dipandang
sebagai tahapan yang bersifat teoritis. Impelmentasi kebijakan publik merupakan
salah satu tahapan dari proses kebijakan publik, dimana tujuan serta dampak
kebijakan dapat dihasilakan. Artinya implementasi kebijakan menentukan
keberhasilan suatu proses kebijakan dimana tujuan serta dampak kebijakan dapat
dihasilakan. Implementasi bersifat crucial, karena sebaik apapun suatu
kebijakan atau keputusan yang dibuat, tetapi jika proses implementasinya tidak
dipersiapkan atau direncanakan secara baik dan benar, maka tujuan dari
kebijankan itu sendiri tidak dapat dicapai. Demikian pula sebaliknya, sebaik
apapun persiapan dan perencanaan implementasi kebijakan jika dalam kalau tidak
dirumuskan dengan baik maka tujuan kebijakan itupun tidak dapat dicapai. Oleh
sebab itu dapat disimpulkan bahwa jika menginginkan tujuan kebijakan itu
tercapai maka bukan saja tahap implementasi yang harus diperhatikan dengana
baik tetapi tahap perumusan masalah
harus juga direncanakan dan dipersiapkan secara baik.
Selanjutnya konsep
implementasi yang dikemukakan oleh Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (
dalam Abdul Wahab, 1997 : 65 ) yang menyatakan bahwa “memahami apa yang
senyatanya terjadi sesudah suatu program
dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi
kebijakan, yakni kejadian- kejadian dari kegiatan- kegiatanyang timbul sesudah
di sahkannya pedoman- pedoman kebijakan Negara yang mencakup baik usaha-usaha
untuk mengadministrasikan maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada
masyrakat atau kejadian- kejadian’’.
Implementasi
merupakan usaha mendeskripsikan hubungan antara ciri- ciri kebijakan publik,
hubungan dengan implementasinya. Sebuah kebijakan publik tidak akan berarti
jika tidak diwujudnyatakan dalam bentuk program, kegiatan atau proyek.
Seperti yang dikatan oleh
Grindle dalam Tachjan (2006 : 31) bahwa “program merupakan rencana yang
bersifat komprehsif yang sudah menggambarkan sumber daya yang akan digunakan
dan terpadu secara satu kesatuan”. Program
tersebut menggambarkan sasaran, kebijakan, prosedur, metode, standard dan
budjet. Maka itu sebuah program harus memiliki ciri- ciri sebagai berikut :
·
Sasaran yang
dikendaki.
·
Jangka waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu.
·
Besarnya biaya yang
diperlukan beserta sumbernya.
·
Jenis- jenis kegiatan
yang aka dilaksanakan, dan
·
Tenaga kerja yang
dibutuhkan baik ditinjau dari segi jumlahnya maupun dari sudut kualifikasi
serta keahlian dan keterampilan yang diperlukan.
Program dalam konsep implementasi kebijakan publik terdiri dari beberapa
tahap yaitu :
·
Merancang bangun ( desain) program beserta perincian
tugas da perumusan tujuan yang jelas, penentuan ukuran prestasi yang jelas
serta biaya dan waktu.
·
Melaksanakan (application) program dengan
mendayagunakan struktur- struktur dan personalia, dan serta sumber- sumber
lainnya, prosedut dan metode yang tepat.
·
Membangun system
penjadwalan, monitoring dan sarana – sarana pengawasan yang tepat serta evaluasi (hasil)
pelaksanaan kebijakan
Dari pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa implementasi
kebijakan bukan hanya mengenai perilaku badan atau lembaga yang
bertanggungjawab untuk melaksanakan program yang telah dibuat, melaikan juga
menyangkut koneksi politik, ekonomi, sosial yang berpengaruh terhadap semua
pihak yang terlibat dalam proses implementsi kebijakan yang dibuat sehingga dari
sana dapat dilihat hasil dari program tersebut seperti apa, entah itu dampak
ynag baik maupun hal- hla yang tidak diinginkan. Karena setiap kebijakan yang
diimplementasikan tentunya memiliki dampak.
Selanjutnya
dalam mengimplementasikan kebijakan khususnya yang melibatkan banyak organisasi
atau instansi- instansi tertentu dapat
dilihat dari 3 (tiga) sudut pandang ,
yakni :
·
Pemrakarsa
atau pembuat kebijakan (policy maker)
·
Pejabat
pelaksana di lapangan ( the periphery)
·
Aktor-
actor perorang diluar badan pemerintah yakni kelompok sasaran.
2.2.2 Faktor- faktor yang berpengaruh terhadap
implementasi kebijakan
Implementasi
kebijakan sebagai suatu tahap yang terletak antara proses perumusan kebijakan
dan hasil- hasil yang ditimbulkan oleh kebijakan. Menurut Edwar III,
menyebutkan ada empat (4) faktor yang saling berhubungan dalam implemnetasi
kebijakan yakni :
1. Komunikasi
Komunikasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang melibatkan dua orang
atau lebih untuk menyampaikan apa yang menjadi pemikiran serta perasaan mereka
kepada orang lain. Faktor komunikasi dianggap sebagai faktor penting dalam
proses implementasi kebijakan karena dalam setiap proses yang dijalankan
melibatkan unsur manusia dan sumber daya yang dimana membuat manusia harus
menerapkan unsur ini untuk melakukan komunikasi antar satu manusia dengan
manusia lainnya.
2. Faktor Sumber Daya (Resources)
Sumber daya juga merupakan salah satu unsur penting dalam implementasi
kebijakan publik, karena bagaimanapun jelas dan konsistennya tauran ataupun
ketentuan- ketentuan serta akuratnya komunikasi, namun jika personil yang
bertanggungjawab melaksanakan kebijakan kurang memiliki sumber- sumber untuk
melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi kebijakan tersebut tidak
akan berjalan dengan baik atau kurang efektif. Oleh sebab itu semua staf atau
sumber kebijakan yang dimaksud harus memiliki keterampilan sesuai dengan
bagiannya masing- masing.
3. Faktor Disposisi
Disposisi diartikan sebagai sikap, kecenderungan, keinginana, atau
kesepakatan para implementor untuk melaksanakan kebijakan. Jika implementasi
suatu kebijakan ingin berhasil secara efektif dan efisien, para pelaksana tidak
hanya harus mengetahui apa yang dilakukan, tetapi juga harus mempunyai
kemampuan dalan melaksanakan kebijakan itu sendiri. Kebanyakan para implementor dapat
melaksanakan implementasi kebijakan dengan leluasa karena adanya ketergantungan
mereka terhadap otoritas para pembuat kebijakan.
4. Faktor Struktur Birokrasi (Bureaucratic Structure)
Dalam mengimplementasikan kebijakan publik tidak akan
efektif jika jika struktur dari birokrasi yang akan terlibat dalam implementasi
kebijakan itu sendiri tidak ada persiapan secara baik. Sebab keberhasilan
implementasi mebutuhkan kerja sama dari semua pihak. Sebuah struktur birokrasi
mencakup hal- hal yang berkaitan dengan, struktur organisasi, pembagian
kewenangan, hubungan antara unit- unit organisasi yang ada dalam organisasi
yang bersangkutan, dan hubungan dengan organisasi luar.
2.2.3 Model strategi implementasi kebijakan publik
Beberapa
model implementasi kebijakan yang sering terjadi biasanya bereda antar yang
satu dan yang lainnya, hal ini dipengaruhi oleh ruang dan waktu. Tetapi setiap
model biasanya menggambarkan bagaimana proses implementasi dari kebijakan itu
sendiri dengan penemuan cara- cara yang dianggap baik untuk mencapai
keberhasilan dari implementasi kebijakan itu sendiri. Menurut Parson (1997 :
436) yang membagi pengembangan model implementasi menjadi empat (4) tahap yaitu
:
1. Model analisis kegagalan
Model ini memandang implementasi sebagai proses interaksi antara penyusun
tujuan dengan tindakan.
2. Model rasional (top down)
Model ini digunkan untuk menganalisis faktor- faktor apa saja yang membuat
implementasi itu sukses.
3. Model transisi (pendekatan bottom up )
Model ini merupakan model yang digunakan untuk mengkritik model pendekatan
top down dalam kaitannya dengan pentingnya faktor- faktor lain dan interaksi
antara pemerintah dengan warganya.
4. Pendekatan campuran/ hasil sintesis teori (Hybrid
theories)
Konsep- konsep sintesis tersebut antara lain: implementasi merupakan sebuah
evolusi (Majone dan Wildavsky 1984); implemetasi sebagai pembelajaran (Browne
dan Wildasky 1984); implementasi sebagai teori kontigensi (Alexander 1985) dan lain sebagainya.
2.3 Kontribusi sektor Pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah
Menurut
Guritno ( 1997 ) menyatakan bahwa pada umumnya penerimaan pemerintah diperlukan
untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
Penerimaan pemerintah dapat dibedakan antara penerimaan pajak dan bukan pajak.
Penerimaan bukan pajak, misalnya ada penerimaan yang berasal dari pinjaman
pemerintah, baik pinjaman yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar
negeri.
Peningkatan
Pendapatan Asli Daerah mutlak harus dilakukan oleh pemerintah daerah agar mampu
membiayai kebutuhannya sendiri, sehingga ketergantungan Pemeritah Daerah kepada
Pemerintah Pusat semakin berkurang dan pada akhirnya daerah bisa mandiri.
Kontribusi
Pendapatan sektor pariwisata adalah bagian dari Pendapatan Asli Daerah yang
berasal dari kegiatan kepariwisataan, seperti :
a)
Retribusi
Pariwisata
b)
Hotel
c)
Restoran
d)
Hiburan
Hubungan
antara sektor pariwisata dengan Pendapat Asli Daerah merupakan hubungan secara
fungsional, karena sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang
mendapatkan prioritas utama dalam rangka memperbaiki struktur ekonomi daerah
serta dapat meningkatkan kemandirian yang memberikan kontribusi yag cukup besar
terhadap Pendapatan Asli Daerah. Keberhasilan pengembangan sektor
kepariwisataan, berarti akan meningkatkan peranannya dalam penerimaan daerah,
dimana kepariwisataan merupaka komponen utamanya dengan memperhatikan juga
faktor- faktor yang mempengaruhinya, seperti jumlah obyek wisata yang
ditawarkan, jumlah wisatawan yang berkunjung baik domestic ataupun
internasional, tingkat huni hotel, pendapatan perkapital, serta besar kecilnya
retribusi obyek wisata.
2.4
Konsep Pariwisata
2.4.1. Pengertian Pariwisata
Pariwisata dimulai sejak peradaban manusi itu sendiri,
yang ditandai dnegan pergerakan manusia yang melakukan ziarah dan perjalanan
agama. Selanjutnya perjalanan dagang dengan kapal dan singgah diberbagai daerah
sehingga ditemukannya berbagai destinasi atau daerah baru. “Pariwisata
berkembang karena adanya gerakan manusia dalam mencari sesuatuyang belum
diketahui dengan menjelajah wilayah baru, mencari perubahan suasana atau untuk
mendapat perjalanan baru” (Robinson 1976).
Pariwisata merupakan keseluruhan
elemen- elemen terkait yang didalamnya terdiri dari wisatawan, daerah tujuan
wisata, perjalanan, industry dan lain sebagainnya yang merupakan kegiatan
pariwisata. “Pariwisata merupakan suatu perjalanan yag dilakukan dalam kurung
waktu tertentu atau bersifat sementara, yang diselenggarakan dari satu tempat
ke tempat yang lain dengan maksud bukan untuk berusaha ( bisnis) atau mencari
nafkah ditempat yang di kunjungi, tetapi semata- mata hanyalah untuk menikmati
perjalanan tersebut guna bertamasya dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan
yang beraneka ragam” (Oka. A. Yaeti. 1993)
Selain
pariwisata Indonesia juga memiliki potensi buadaya yang sangat luar biasa
terbukti dengan adanya begitu banyak peniggalan sejarah serta keanegaramana social yang budaya yang
dianut oleh masyrakat Indonesia menjadi salah satu alasan bagi para wisatawan
mancanegara menutuskan Indonesia sebagai tempat atau tujuan wisata. Indonesia terdiri dari berbagai macam
daerah, yang dimana setiap daerah memiliki bermacam- macam jenis pariwisata
yang dikembangkan sebagai kegiatan yang lama kelamaan mempunyai ciri- ciri
sendiri.
Dengan
adanya potensi pariwisata saat ini membuat Indonesia menjadi salah satu Negara
yang paling digemari untuk melakukan kegiatan kepariwisataan. Pariwisata yang
ada saat ini masih perlu adanya pengembangan untuk meningkatkan mutu dan
pelayanan dari pariwisata itu sendiri. Oleh sebab itu ada beberapa hal yang
perlu mendapatkan perhatian khusus dalam pengembangan pariwisata di Indonesia
yaitu,
1) Arus
Masuk Wisata Mancanegara
Dalam hal ini perlu adanya pertimbangan tetang harga dan
mutu produk yang ditawarkan untuk menarik wisatawan dalam berkunjung dan juga
untuk bersaing dengan Negara- Negara lainnya.
2) Pengembangan
Sarana Prasarana
Dalam pengembangan pariwisata sarana prasarana merupakan
salah satu faktor penting yang dapat menunjang pariwisata itu sendiri.
Prasarana wisata adalah sumber daya alam dan sumber daya buatan yang mutlak
dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah tujuan wisata seperti,
transportasi, telekomunikasi dan infrastuktur lainnya.
Sedangkan sarana merupakan kelengkapan daerah tujuan
wisata yang diperlukanuntuk melayani
kebutuhan wisatawan dalam menikmati wisatanya.
3) Pengembangan Obyek dan Daya tarik Wisata
Obyek dan daya tarik wisata merupakan titik sentral dalam
pengembangan pariwisata. Karena jika obyek wisata tersebut memiliki daya tarik
yang kuat maka hal tersebut akan menarik para wisatawan untuk berkunjung.
Umumnya daya tarik suatu obyek wisata berdasarkan pada adanya sumber daya yang
dapat menimbulkan rasa senang, indah dan nyaman. Maka itu perlu adanya
aksesbilitas yang tinggi untuk dapat menunjangnya.
4) Penyiapan
Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia atau SDM merupakan salah satu modal
penting dalam pengembangan pariwisata. Orang – orang yang masuk dalam bidang
ini harus memiliki keterampilan dalam bidang pariwisata yang nantinya
diperhitungkan dalam upaya peningkatan jasa dan mutu dari pelayanan pariwisata
itu sendiri.
5) Promosi
Pariwisata
Dengan adanya kegiatan promosi pariwisata dapat
menimbulkan rasa ingin tahu para wisatawan akan tempat atau destinasi
pariwisata yang ditawarkan yang nantinya juga dapat menambbah kunjunagn ke
destinasi tersebut.
6) Ekologi
atau Lingkungan (Masyrakat)
Daerah tujuan wisata yang memiliki daya tarik akan
mengundang kehadiran para wisatawan. Keberadaan masyrakat sekitar menjadi salah
satu pengaruh dimana mereka akan menyambut dan memberikan pelayanan terhadap
para wisatawan. Adapun dampak negatif dari
meningkatnya pariwisata, khusunya bidang akomodasi akan menimbulkan
dampak negatif dimana adanya peningkatan limbah yang jelas akan membawah
pengaruh buruk terhadap lingkungan sekitar.
2.4.2. Batasan pariwisata
Dalam
pariwisata memiliki 2 batasan yaitu konseptual dan teknis (pengumpulan
satistik).
·
Pariwisata
secara konseptual adalah keseluruhan dari elemen- elemen terkait wisatawan,
daerah tujuan wisata, perjalanan, industry dan sebagainya yang merupakan akibat
dari perjalanan wisata ke daerah tujuan wisata sepanjang perjalanan tersebut
tidak permanen.
·
Batasan
pariwisata secara teknis
Traveler, orang yang melakukan perjalanan antar dua atau lebih
lokalitas . Visitor, orang yang
melakukan perjalanan ke daerah yang bukan tempat tinggalnya dengan tujuan bukan
untuk mencari nafkah, pendapatan atau penghidupan di tempat tjuan (kurang dari
12 bulan). Tourist, bagian dari
visitor yang menghabiskan waktu paling tidak 24 jam di daerah yang dikunjungi.
2.4.3. Jenis pariwisat
1) Wisata alam. Jenis
wisata alam terdiri dari :
a. Wisata Pantai (Marine Tourism ).
Jenis wisata ini merupakan kegitan pariwisata yang
dilakuka di pantai yang ditunjang oleh sarana dan prasana untuk melakukan
kegiatan seperti berenang, memancing, menyelam, dan olahraga air lainnya.
b.
Wisata Etnik ( Etnik Tourism)
Jenis wisata ini lakukan untuk mengamati tentang perubahan
kebudayaan dan gaya hidup masyrakat yang dianggap menarik untuk diteliti.
c.
Wisata Cagar Alam ( Ecotourismi)
Jenis pariwisata ini dilakukan guna untuk menikmati
keindahan alam, kesegaran hawa pegunungan, melihat kehidupan binatang yang
langkah, serta tumbu- tumbuhan yang jarang di dapatkan di tempat lain.
d.
Wisata Buru
Jenis wisata ii dilakukan oleh negeri- negeri yang
memiliki daerah berburu yang memiliki ijnan dari pemeritahan setempat dan ijin
resmi dari agen atau biro perjalanan.
e.
Wisata Agro
Jenis wisata ini merupakan jeni wisata yang
mengorganisasikan perjalanan proyek pertanian, perkebunan, atau pembibitan
tanaman dimana wisatawan akan mengadakan kunjungan dengan tujuan untuk
keperluan studi atau juga karena ingin menikmati keindahan tempat itu sendiri.
2) Wisata Budaya. Jenis
wisata budaya terdiri dari :
a.
Peninggalan sejarah purbakala dan monumen
Jenis wisata ini berkaitan dengan semua peninggalan
sejara purbakala misalnya golongan budaya, monument nasional, bangunan
keagamaan serta tempat bersejarah lainnya yang meiliki daya tarik tersendiri
untuk dikunjungi.
b.
Museum dan fasilitas budaya lainnya
Jenis wisata ini sangat berhubungan dengan aspek alam dan
kebudayaan di suatu tempat tertentu. Museum yang dikembangkan pun sesuai dengan
temannya, seperti arkeologi, sejarah, etnologi, sejarah alam, ilmu pengetahuan
dan tema khusus lainnya.
2.4.4. Ciri pokok pariwisata
Adapun ciri pokok dari pariwisata itu sendiri, sebagai
berikut :
a)
Adanya
unsur travel (perjalanan) yaitu pergerakan manusia dari satu tempat ke tempat
lainnya.
b)
Adanya
unsur ‘tinggal sementara’ di tempat yang bukan merupakan tempat tinggal yang
biasanya
2.4.5 Komponen
pariwisata
a)
A
dynamic element : travel/ perjalanan ke suatu destinasi wisata
b)
A
static element : singgah di daerah tujuan
c)
A
consequential element : akibat dari dua hal tersebut ( khususnya pada masyrakat
local) yang meliputi dampak ekonomi, sosial dan fisik dari adanya kontak dengan
wisatawan.
2.4.6. Tipologi wistawan
Tipologi wisatawan berdasarkan pemaknaan/ fenomologi
menurut Cohen (1979)
a) Existensial
Yaitu wisatawan yang meninggalkan kehidupan sehari- hari dan mencari
pelarian untuk mengembangkan kebutuhan spiritual.
b) Experimental
Yaitu wisatawan yang mencari gaya hidup berbeda dengan yang selama ini
dijalani dengan cara mengikuti pola hidup masyrakat di tempat yang dikunjungi.
c) Experiencial
Yaitu wisatawan yang mencari makna pada kehidupan masyrakat local dan
menikmati keaslian (tradisional) kehidupan masyrakat setempat.
d) Diversionary
Yaitu wisatawan yang mencari pelarian dari kehidupan rutin yang membosankan
dengan cara melakukan perjalanan serta mencari fasilitas dengan standard
tertentu.
e) Recreational
Yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan sebagai bagian dari usaha
menghibur diri dengan tujuan untuk memulihkan kembali semangat ataupun mental
dengan mencari lingkungan yang menyenagkan.
2.4.7. Motivasi wisatawan
Menurut
Salah Wahab, dalam buku “Tourism Management” membagi bentuk pariwisata sesuai
motovasi melakukan perjalanan serta obyek yang dikunnjungi :
a) Menurut jumlah orang yang melakukan perjalanan
1. Individual Tourism
Yang melakukan perjalanan wisata ini adalah seorang
wisatawan itu sendiri yang ingin mengunjungi tempat wisata tertentu.
2. Group Tourism
Jenis perjalanan wisata ini adalah dimana para wisatawan
bergabung dalam satu rombongan. Misalnya seperti wisatawan yang dilakukan oleh
instansi atau organisasi tertentu dengan jumlah yang bervariasi.
b) Menurut maksud dari perjalanan yang dilakukan
1. Recreational Tourism dan Leisure Tourism
Maksud jadi jenis pariwisata ini adalah untuk
mengembalikan kekuatan fisik dan mental setelah melakukan aktifitas tertentu
yang tentunya berpengaruh pada fisik dan mental wisatawan itu sendiri.
2. Cultural Tourism
Jenis pariwisata ini mempunyai masksud dan tujuan dari
perjalannnya yaitu untuk memperkaya informasi dan menambah pengetahuan tentang
Negara lain, disamping itu jenis pariwisata ini dilakukan oleh para wisatawan
dengan tujuan untuk mendapatkan kepuasan terhadap destinasi yang dikunjungibdan
hiburan dari hasil kebudayaan, dan tata cara hidup masyrakat sekitar.
3. Heal Tourism
Jenis pariwisata ini bertujuan untuk melakukan pengobatan
atau pemulihan kesehatan di suatu Negara
atau tempat,seperti : hot spring, mud- bath, treatment by mineral water dan
lain- lain.
4. Sport Tourism
Jenis pariwisata ini bertujuan untuk memberikan kepuasan
kepada wisatwan itu sendiri dengan cara melakukan kegiatan olahrag yang
disukai, seperti : fishing, deep- sea diving, hunting, skiing, hikning, boating
dan lain- lain.
5. Conference Tourism
Di Indonesia jenis pariwisata ini biasa dikenal dengan
istilah Pariwisata Konvensi yaitu perjalanan yang dilakukan untuk suatu
pertemuan, koverensi yang dimana para pesertanya memerlukan fasilitas
kepariwisataan seperti, transportasi, akomodasi dan juga pembelian souvenir.
c) Menurut alat pengakuan yang di gunakan
1. Land Tourism
Yaitu jenis pariwisata yang dalam kegiatannya menggunakan
bus, taxi, kereta api dan transportasi sejenis
2. Sea River Tourism
Yaitu jenis pariwisata yang dalam kegiatannya menggunakan
kapal laut, perahu dan sejenisnya untuk pesiar.
3. Air Tourism
Yaitu jenis pariwisata yang dalam kegiatannyamenggunakan
pengangkutan udara dari dan kedaerah tujuan yang hendak di kunjungi oleh
wisatawan.
d) Menurut Letak Geografis
1. National Domestic Tourism
Yaitu kegiatan pariwsata yang dikembangkan dalam sebuah
Negara tertentu dimana pesertanya berasal dari berbagai Negara yang berdian di
Negara tersebut.
2. Regional Tourism
Yaitu kegiatan pariwisata yang dikembangkan dalam wilayah
tertentu baik dalam lingkup nasional maupun dalam lingkup internasional.
3. International Tourism
Yaitu kegiatan pariwisata yang dikembangkan di banyak
Negara dan dalam hal ini sama dengan paiwisata dunia (World Tourism)
e) Menurut Umur Yang Melakukan Perjalanan
1. Youth Tourism
Jenis pariwisata ini dikembangkan untuk para remaja yang
suka melakukan perjalanan yang relative murah.
2. Abdur Tourism
Jenis pariwisata ini dilakukan oleh orang- orang yang
lanjut usia atau para pensiunan yang ingin mengisi waktu luang mereka.
f) Menurut Jenis Kelamin
1. Masculine Tourism
Yaitu jenis pariwisata yang biasanya hanya dilakukan oleh
para pria. Misalnya, safari hunting adventure.
2. Feminime Tourism
Yaitu jenis pariwisata yang biasanya di lakukan oleh kaum
hawa. Misalnya, misalnya rombongan untuk menyaksikan demonstrasi masak,
kecantikan, menghias dan lain sebagainya.
g) Menurut Harga dan Tingkat Sosial
1. Deluxe Tourism
Jenis pariwisata ini merupakan perjalanan pariwisata yang
menggunakan fasilitas dengan standar mewah, baik transportasi, hotel maupun
atraksinya.
2. Middle Class Tourism
Jenis perjalanan wisata ini diperuntukkan untuk mereka
yang melakukan kunjungan wisata dengan menggunakan fasilitas yang harganya
tidak terlalu mahal atau dapat dijangkau.
3. Social Tourism
Yaitu jenis perjalanan pariwisata yang dilakukan secara
bersama dengan biaya yang diperhitungkan semurah mungkin dengan fasilitas yang
cukup memadai dalam perjalanan.
2.4.8. Tujuan Pariwisata
Meningkatkan pendapatan devisa pada khususnya dan pendapatan Negara serta
masyrakat pada umumnya. Memperkuat kesempata serta lapangan kerja dan mendorong
kegiatan-kegiatan industry serta memperkenalkan keindahan Indonesia,
meningkatkan persaudaraan atau pesahabatan nasional dan internasional (Oka A.
Yoeti 1997 : 35)
Menurut Perda Kota Malang No. 11 Tahun 2010 tentang
Penyelengaraan Kepariwisataan, tujuan Pariwisata adalah :
1.
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi
2.
Meningkatkan kesejahteraan rakyat
3.
Menghapus Kemiskinan
4.
Mengatasi pengangguran
5.
Melestarikan alam, lingkungan, dan smber daya
6.
Memajukan kebudayaan
7.
Mengangkat citra bangsa
8.
Memupuk rasa cinta tanah air
9.
Memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa
10.
Mempererat persahabatan antara bangsa.
2.5 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan
Asli Daerah merupakan pendapatan yang diperoleh
daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah yang ada dan tentunya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Asli Daerah merupakan
pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah,
hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan dan pendapatan lain yang sah.
Hal ini berkaitan dengan undang- undang tentang otonomi daerah, dimana daerah dipercayakan untuk mengurus
rumah tangganya sendiri dan bertanggungjawab kepada pemerintah pusat.
Agar daerah
dapat mengurus rumah tangganya sendiri dengan baik maka kepadanya perlu
diberikan sumber- sumber pembiayaan yang cukup, maka kepada daerah diwajibkan
untuk menggali segala sumber keuangan dengan berdasarkan peraturan yang
berlaku. Sehingga Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan yang di dapat
sebagai pembiayaan kegiatan pemerintah daerah, yang mana sumber pembiaayaan
tersebut sebagaimana tertera dalam Undang- Undang No 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyatakan
bahwa Pendapatan Asli Daerah bersumber dari:
a) Pajak Daerah
Pajak daerah dalah pungutan yang dilakukan oleh
pemerintah baik provinsi, kota, ataupun kabupaten yang diatur berdasarkan
peraturan pada daerah masing- masing dan hasil dari pungutan tersebut digunakan
untuk pembiayaan segala urusan rumah tangga daerah itu sediri. Menurut UU no 34
tahun 2000, pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau
badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang. Pajak daerah dapat
diklasifikasikan menurut wilayah kekuasaan pihak pemungutannya. Menurut wilayah
pemunguutan pajak daerah dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
·
Pajak
Provinsi
1. Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air
2. Bea balik nama kendaraan bermtor dan kendaraan di atas
air
3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor
4. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan
air permukaan.
·
Pajak
Kabupaten/Kota
1. Pajak hotel
2. Pajak restoran
3. Pajak hiburan
4. Pajak reklame
5. Pajak penerangan jalan
6. Pajak pengambilan bahan
7. Pajak parkiran
b) Retribusi Daerah
Menurut Ahmad Yani, (2002 : 132) “Retribusi daerah adalah pungutan daerah
sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus di
sediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi
atau badan”.
Berikut ini adalah subjek retribusi daerah yang
dikelompokan , yaitu :
·
Subjek
retribus umum orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan
jasa umum yang bersangkutan. Subjek retribusi ini merupakan wajib retribusi
jasa umum.
·
Subjek
retribusi jasa usaha adalah orang atau badan yang menggunakan/ menikmati
pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. Subjek ini merupakan wajib retribusi
jasa usaha.
·
Subjek
retribusi perizinan tertentu adalah orang atau badan yang memperoleh izin
tertentu dari pemerintah daerah. Subjek ini merupakan wajib retribusi jasa
perizinan tertentu.
2.5.3. Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan
Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan
merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
2.5.4. Lain- lain Pendapatan Asli Derah yang sah
Lain- lain Pendapatan Asli Daerah yang sah sebagaimana
dimaksud adalah :
·
Hasil
penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan.
·
Jasa
giro
·
Penapatan
bunga
·
Keuntungan
selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan atau pengadaan barang dan jasa oleh Pemerintah Daerah.
0 komentar:
Posting Komentar